Indonesia pernah menjadi negara nomor satu di dunia sebagai korban utama dari perdagangan manusia pada tahun 2012. Letak Indonesia yang berada di rute perdagangan internasional menjadikannya hal yang rentan akan perdagangan manusia, terutama di kawasan Selat Malaka. Secara geografis, Selat Malaka diapit oleh dua daratan besar yaitu Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Indonesia, Malaysia, dan Singapura merupakan tiga negara yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka, selanjutnya disebut sebagai negara pantai.Â
Selat Malaka terkenal sebagai jalur perdagangan tersibuk di dunia yang juga menjadi penghubung utama antara Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan, serta Asia Tenggara dan Asia Timur. Terdapat sekitar 50.000 kapal yang melewati perairan Malaka setiap tahunnya dengan membawa minyak bumi dan gas impor Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Tiongkok.
Sebagai jalur perdagangan yang sangat padat dan sibuk, Selat Malaka memiliki ancaman keamanan berupa piracy, terrorism, illegal fishing, dan human trafficking yang dapat mengganggu perdagangan dunia dan menimbulkan kerugian bagi ekonomi dunia. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan angka kriminalitas yang terjadi di Selat Malaka.
Salah satu tindak kriminalitas yang sering terjadi di Selat Malaka adalah human trafficking. Human trafficking termasuk ke dalam kejahatan transnasional lintas negara yang dilakukan secara terorganisir.Â
Mekanisme yang dilakukan oleh para pelaku human trafficking adalah dengan perekrutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang melalui lintas negara dengan ancaman, penggunaan kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi.Â
Kelemahan perbatasan Indonesia menjadi pemicu kerentanan negara terhadap penyelundupan korban human trafficking. Pada 2012 Indonesia menjadi negara sumber utama untuk human trafficking. Selain itu, Indonesia juga menjadi zona utama untuk penyelundupan korban human trafficking, yang kerap kali menuju ke Australia.Â
Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah Indonesia, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia, kurang tegasnya penegakan hukum, dan kurang ketatnya penjagaan batas antar negara oleh para aparat. Adanya pengaruh globalisasi juga turut andil dalam hal ini.
Human trafficking merupakan masalah serius yang perlu penanganan khusus di Selat Malaka, karena apabila tidak ditangani dengan baik, akan berpengaruh pada keamanan di Selat Malaka.Â
Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga stabilitas keamanan di Selat Malaka dengan melihat perannya yang sangat esensial dalam geo-politik, geo-strategi, dan geo-ekonomi bagi kepentingan seluruh negara.Â
Untuk menangani hal tersebut, Indonesia sendiri telah membuat kebijakan agar kasus human trafficking tidak semakin meluas. Dalam menanggulangi human trafficking, Indonesia mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat. Indonesia mengadopsi hukum internasional ke dalam hukum nasional, menandatangani konvensi, dan membuat rencana aksi nasional.Â
Dalam hal ini, Indonesia maratifikasi Protokol Paleramo dan melakukan implementasi dari isi kebijakan protokol tersebut. Bentuk dari implementasi kebijakan tersebut adalah dengan ditetapkannya Undang -- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Â
Dengan terbentuknya undang -- undang dan implementasi hal tersebut, merupakan sebuah prestasi karena dianggap komprehensif dan berhasil mencerminkan ketentuan -- ketentuan yang telah diatur dalam Protokol Palermo.Â
Sebagai negara yang meratifikasi Protokol Palermo, Indonesia membuat kesepakatan dengan lembaga internasional mengenai bagaimana memandang human trafficking sebagai kasus yang kompleks dan memerlukan penanganan yang serius. Pemerintah Indonesia telah membuat Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) yang pelaksanaannya dari 2002-2007 dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002.Â
Dimana implementasi dari hal tersebut adalah mempromosikan kebijakan nasional dan daerah yang menangani pekerja buruh anak dan penghapusan eksploitasi anak-anak sebagai pekerja. Hal ini dilakukan untuk menjamin peningkatan dan upaya perlindungan kepada korban human traffickingterkhusus perempuan dan anak -- anak.
Selanjutnya, Pemerintah Indonesia juga melakukan kerja sama internasional untuk menanggulangi human trafficking. Indonesia melakukan kerja sama dengan negara -- negara tetangga yang berdekatan dengan Selat Malaka, seperti Malaysia dan Singapura.Â
Dalam kerjasamanya dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia menginisiasi dalam pembentukan kerja sama tiga negara pantai yang disebut Kerja Sama Malsindo (Malaysia, Singapura, dan Indonesia) atau Malacca Strait Patrol (MSP). Malsindo dibentuk pada 20 Juli 2004 untuk membahas mengenai permasalahan -- permasalahan maritim di Selat Malaka, terutama human trafficking. Satu bulan setelah Malsindo terbentuk, ketiga negara ini kemudian meluncurkan MSP untuk melakukan patroli terkoordinasi antar Malaysia, Singapura, dan Indonesia.Â
Pelaksanaan MSP melibatkan angkatan laut dari ketiga negara tersebut. Selain membangun kerja sama dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia juga bekerja sama dengan lembaga internasional yaitu International Maritime Organization (IMO). Kerangka kerja sama yang dilakukan antara Indonesia dengan IMO ini dinamakan protection of vital shipping lanes atau perlindungan jalur pelayaran vital. Kerangka kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan. Kerja sama ini diawali dengan adanya pertemuan antara IMO Council and Secretary General dengan negara pantai Selat Malaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H