Seperti kita ketahui bersama, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk menjauh dari orang yang terkena wabah penyakit (kusta, Corona dll), dengan kata lain bahwa melakukan isolasi terhadap penderita penyakit agat tidak menularkan lebih banyak kepada orang lain.Â
"Laa Turidhul Mumridho 'Alal Mushih"
Maknanya adalah janganlah kamu mencampurkan yang sakit dengan yang sehat.
Lebih jauh lagi, Gus Luqman menjelaskan bahwa Ibnu Hajar Al Haitamy dalam kitab Al Fatawi Al Fiqhiyah Kubro Jilid 1 halaman 212 mengatakan bahwa :
"Sababal Man'i Fi Nahwil Majdum, Khosyata Dhororihi Wa Khinaidzin Fayakunul Man'u Wajiban Fihi"
Maknanya : diantara sebab pelarangan bagi penderita penyakit, misalnya kusta, adalah khawatir dari bahaya darinya. Karena itu, pelarangan itu menjadi hal yang wajib dalam konteks tersebut.
"Allah adalah dzat yang menghidupkan manusia, dan memberikan kesehatan, agar mereka dapat melakukan kewajibannya yakni beribadah. Bagi para Ulama, membiarkan keselamatan jiwa ummat yang terancam oleh Virus Corona, dengan membolehkan mereka untuk berkumpul dalam jumlah besar dan dalam ruang dan waktu yang sama, adalah sebuah tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan karena mengancam keselamatan jiwa manusia. Hal itulah yang tidak patut dilakukan oleh seorang Ulama, yang notabene nya sebagai orang yang beriman." Jelas Gus Luqman.
Sebagai penutup, ada suatu kaidah ushul fiqh yang sangat masyhur dikalangan kita semua yakni :
"Dar'ul Mafasyid Muqoddamun Ala Jalbil Masholih"
Maknanya adalah menghindari kerusakan didahulukan daripada melakukan suatu kebaikan.Â
Fatwa Ulama di atas yang meniadakan sholat Jum'at untuk sementara waktu dan menggantikan dengan sholat Dzuhur di rumah masing-masing adalah sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. So, tidak benar kalau kita berpikiran bahwa para Ulama menempatkan rasa takut pada virus Corona Covid-19 di atas rasa takutnya kepada Allah SWT.