Dalam surah Al Isra  ayat 36 disebutkan :
"Dan, janganlah menyibukkan dirimu dengan apa pun yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sungguh, pendengaran (mu) penglihatan (mu) dan hati (mu)...semuanya itu...akan diminta pertanggungan jawabnya (para Hari Pengadilan)."
Al Quran amat sering menggabungkan 3 alat utama pada manusia untuk mencari 'ilmu pengetahuan' Â dan 'kebenaran' yaitu pendengaran, penglihatan dan hati (pikiran). Lebih dari 10 kali Al Quran menyebutkan ketiganya secara bersamaan. (An-Nahl 78, As-Sajdah 9, Al-Mulk 23, Al-Ahqaf 26, Al-A'rof 179, Al-Baqaraah 7, Al An'aam 46, An Nahl 108, Al Mu'minuun 78, Al Jaatsiyah 23)
Indra pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata) lebih sering disebut dibandingkan indera lain seperti penciuman (hidung), pengecap (lidah), perasa (kulit).
Pendengaran, penglihatan dan hati merupakan karunia Allah yang tiada taranya....
Mendengar berarti mencari informasi dan ilmu pengetahuan baik yang sifatnya wahyu ataupun temuan ilmu pengetahuan manusia yang sudah menjadi teori.
Melihat berarti meneliti, memperhatikan segala fenomena yang terjadi baik pada diri manusia maupun alam semesta.
Hati merupakan proses perenungan dan berfikir untuk memahami segala sesuatu dan menjawab setiap pertanyaan yang muncul.
Lebih jauh lagi fitrah manusia adalah cenderung kepada 'kebenaran', dengan menggunakan 3 alat yang dkaruniakan kepada manusia tersebut secara baik, kita pasti akan mencapai fitrah kita.
Dan hadapkanlah wajahmu dengan hanif kepada agama Allah. (Tetaplah atas) Fitrah Allah yang manusia diciptakan atasnya. Tak sekali-kali ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus ..." (Ar-Ruum 30)
Kata fitrah -bahasa Arab "fith-rah"-- berasal dari akar kata f-th-r. Arti kata ini adalah "keawalmulaan sesuatu sementara sebelumnya sesuatu itu tidak ada". Dengan kata lain, "sesuatu yang tercipta untuk pertama kalinya dan tanpa preseden (contoh)".
Contohnya, air susu yang pertama kali keluar dari induk unta disebut sebagai "fithr". Maka, dalam ayat di atas, fitrah berarti unsur manusia yang diciptakan pertama kali. Bukan itu saja, fitrah manusia itu tak pernah berubah sepanjang hidupnya -dengan kata lain, selama-lamanya. Bukan kebetulan juga bahwa makna lain kata fitrah adalah cetakan atau patrian, yang sekali dicetak atau dipatri, tak akan bisa diubah atau dilepaskan.
Tapi, di atas semuanya itu, penting kita sadari bahwa sesungguhnya unsur kemanusiaan -bawaan, tak lain dan tak bukan, terbentuk atas model sifat atau "tabiat"- yakni fitrah -Allah sendiri.
Selanjutnya, disebutkan juga dalam ayat 30 tersebut, bukan saja bahwa fitrah manusia merupakan perwujudan ruh Allah, tapi ia juga identik dengan agama itu sendiri, tepatnya "agama yang lurus". Yakni, suatu pandangan dunia dan cara hidup (way of life) yang benar, yang berorientasi keimanan kepada Allah, dan kepada kebenaran -suatu cara pandang dan cara hidup yang, dalam ayat yang sama, disebut juga dengan cara hidup yang hanif.
Fitrah memiliki dua unsur utama dan fundamental.
Pertama, keimanan kepada Tuhan sebagai Rabb kita, sebagai Pencipta dan Perawat kita: