Mohon tunggu...
Siti Muzzayana
Siti Muzzayana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

🎓Teknik Geomatika UGM 2012, 📧 siti.muzzayana@mail.ugm.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghidupkan Budaya Literasi Sejak Dini Melalui "Gernas Baku"

12 September 2019   17:28 Diperbarui: 12 September 2019   18:06 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, 27 Juli 2019, suasana halaman Kelompok Belajar (KB) Mutiara Bunda, Desa Siding, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berbeda dari pagi biasanya. Para wali murid serta anak didik KB Mutiara Bunda mengikuti acara sosialisasi Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku (Gernas Baku), yang digelar secara serentak oleh seluruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se-Indonesia.

Gernas Baku merupakan gerakan yang dilakukan secara nasional untuk mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan di rumah, satuan PAUD, dan masyarakat. Tujuan gerakan ini untuk membiasakan orang tua membacakan buku bersama anak-anak mereka, mempererat hubungan sosial-emosional antara anak dan orang tua, serta menumbuhkan minat baca sejak dini.

Keriuhan ibu dan anak dalam mengikuti sosialisasi Gernas Baku di KB Mutiara Bunda-Desa Siding (dokumentasi : pribadi)
Keriuhan ibu dan anak dalam mengikuti sosialisasi Gernas Baku di KB Mutiara Bunda-Desa Siding (dokumentasi : pribadi)
Kemampuan literasi atau kemampuan berkomunikasi pada anak akan mempengaruhi perkembangan sosial, emosi dan kognitifnya (Harlock, 1978). National Institute of Children and Human Development menerangkan bahwa literasi dini adalah kemampuan membaca dan menulis sebelum anak benar-benar mampu membaca dan menulis. 

Anak-anak yang berbudaya literasi tinggi pada masa pertumbuhannya nanti akan mampu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi. Namun sayangnya, tingkat literasi di kalangan anak usia sekolah di Indonesia masih sangat rendah. Menurut survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, 91,47% anak usia sekolah di Indonesia lebih suka menonton televisi daripada yang suka membaca buku hanya 13,11% saja.

Tak hanya itu, berdasarkan laporan Study of Reading Literacy, kemampuan anak-anak Sekolah Dasar di Indonesia menduduki peringkat ke 30 dari 31 negara. Merujuk kedua penelitian tersebut, diperlukan suatu gerakan masif yang melibatkan peran berbagai pihak dalam upaya meningkatkan budaya literasi, salah satunya adalah Gernas Baku.

Dalam program Gernas Baku melibatkan tiga pihak yaitu peran orang tua, warga sekolah (satuan pendidikan) dan juga masyarakat. Hal tersebut sama dengan konsep pendidikan karakter "Tripusat Pendidikan" yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu : 1) Pendidikan di lingkungan keluarga, 2) Pendidikan di lingkungan sekolah, dan 3) Pendidikan di lingkungan masyarakat.

Pihak yang terlibat dalam Gernas Baku (sumber : https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/)
Pihak yang terlibat dalam Gernas Baku (sumber : https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/)
Peran komite PAUD adalah melakukan sosialisasi kepada orang tua murid, mengadakan kelas orang tua (parenting) dengan tema menumbuhkan minat baca anak, menyelenggarakan seminar dan mempersiapakan pelaksanaan Gernas Baku. Nah, dalam program Gernas Baku ini, orang tua-lah yang mempunyai peran besar yaitu membudayakan literasi di dalam lingkungan keluarga. Apa saja itu? Berikut tahapannya :

Pertama, membuat aturan yang telah disepakati bersama oleh orang tua dan anak dalam melaksanakan program Gernas Baku. Dalam tahap ini, orang tua berdiskusi bersama anaknya untuk membahas program Gernas Baku yang akan dilakukan di dalam rumah, yaitu dengan membuat aturan berupa jadwal waktu kapan orang tua akan membacakan buku. Misalnya di jam sebelum tidur anak atau bisa dilakukan di sela jam belajarnya.

Kedua, orang tua memilih buku bacaan pada anak yang sesuai dengan usianya atau kesukaannya. Cerita dapat digunakan oleh orang tua sebagai sarana mendidik dan membentuk karakter anak usia dini. Maka, pemilihan buku yang tepat sangat disarankan agar orang tua dapat menanamkan makna dan maksud cerita (meaning and intention of story) untuk ditananamkan dalam diri anak. Contoh buku yang sesuai untuk anak berdasarkan kategori, misalnya hobi (seni, menggambar, olah raga), kategori ilmiah (ilmu pengetahuan alam, ensiklopedi), dan kategori dongeng (cerita rakyat, fabel).

Dalam program Gernas Baku ini, peran komite PAUD adalah melibatkan orang tua untuk membantu mengelola perpustakaan. Jadi, orang tua tidak perlu kebingungan mencari bahan bacaan untuk anak, karena pihak komite PAUD telah menyediakan berbagai buku sesuai dengan tingkatan usia. Para orang tua juga diberi kemudahan untuk mengakses buku digital e-book melalui website resmi Sahabat Keluarga Kemdikbud, yaitu : https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/index&ikat=4

Ketiga, orang tua membacakan buku pada anak dengan metode yang efektif. Program membacakan buku pada anak bermanfaat untuk mengembangkan ketrampilan berpikir. Anak akan mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui pemahaman lewat kronologi suatu cerita yang dibacakan. Maka dari itu perlu adanya metode yang menyenangkan dalam menceritakan suatu cerita tersebut pada anak. Seperti menggunakan intonasi dan permainan suara saat membacakan cerita, serta menggunakan ruangan yang nyaman untuk membaca. Dengan demikian, anak akan tertarik dan tidak bosan untuk menyimak bacaan yang telah dibacakan oleh orang tua.

Kehangatan ibu ketika membacakan dongeng untuk anaknya dalam sosialisasi Gernas Baku di KB Mutiara Bunda-Desa Siding (dokumentasi : pribadi)
Kehangatan ibu ketika membacakan dongeng untuk anaknya dalam sosialisasi Gernas Baku di KB Mutiara Bunda-Desa Siding (dokumentasi : pribadi)
Keempat, anak dapat menceritakan kembali cerita yang telah dibacakan oleh orang tua. Narrative skill menurut Multonah Public Library adalah kemampuan untuk memahami cerita, bercerita, atau menggambarkan sesuatu. Singkatnya, narrative skill adalah kemampuan untuk menceritakan dan mendeskripsikan kembali isi cerita. Dalam tahapan ini, orang tua mendengarkan apapun yang diceritakan oleh anak. Tujuannya mengetahui apakah anak mampu menyerap makna dan pesan dari buku cerita yang telah dibacakan.

Kelima, mengunjungi perpustakaan/Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Perpustakaan merupakan sarana yang tepat untuk mewujudkan budaya literasi di kalangan anak. Tidak hanya sekedar tempat meminjam buku, melaksanakan aktivitas yang ditunjang oleh fasilitas di perpustakaan akan menjadi pengalaman menyenangkan bagi anak. Anak akan termotivasi untuk menemukan hal baru melalui buku-buku yang mereka baca dan temukan di perpustakaan. Oleh karena itu, orang tua perlu mengajak anak untuk mengunjungi perpustakaan/TBM di kala akhir pekan atau untuk mengisi liburan sekolah.

Terakhir, melakukan aktivitas berkarya yang terinspirasi dari buku yang telah dibacakan. Setelah dibacakan buku cerita, daya pikir anak akan berkembang dan bisa dituangkan dalam karya yang terinspirasi dari buku yang telah dibacakan. Seperti menggambar, kolase, melukis dengan jari (finger painting) dan kegiatan lain yang serupa.

Contoh karya (dokumentasi : pribadi)
Contoh karya (dokumentasi : pribadi)
Peran Penting Keluarga

Salah satu kunci keberhasilan program Gernas Baku adalah pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Pola asuh orang tua paling baik yaitu pola asuh demokratis (authoritative), ditandai dengan sikap orang tua yang mendidik anaknya secara demokratis. 

Dalam pola asuh demokratis, orang tua harus mampu menjadi teladan bagaimana memberi contoh yang baik, yaitu dengan tidak memaksakan kehendak anak dalam mengikuti serangkaian tahapan program Gernas Baku. Orang tua harus bisa menggunakan cara yang kreatif dan menyenangkan agar anak mau dididik untuk belajar meningkatkan kemampuan literasinya sejak dini.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Direktur Pembinaan PAUD Kemdikbud, R. Ella Yulaelawati menyatakan bahwa, "Membantu anak menjelajahi kekayaan bahasa melalui bermain itu justru dianjurkan, yang tidak boleh adalah belajar bahasa dengan memaksakan tanpa anak itu tahu maknanya, juga tidak membebani pikiran anak. Metodenya tidak klasikal."

Salam Literasi!      

Referensi Tulisan

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/

#Sahabatkeluarga #BudayaLiterasiKeluarga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun