Mohon tunggu...
Siti Muzzayana
Siti Muzzayana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

🎓Teknik Geomatika UGM 2012, 📧 siti.muzzayana@mail.ugm.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Belajar dari Kota Jogja yang ‘Berhati Nyaman’

9 Oktober 2016   20:44 Diperbarui: 9 Oktober 2016   20:59 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan warga Dusun Blimbingsari membersihkan lingkungan desa

Jogja Jogja.. Jogja istimewa..

Istimewa negerinya, istimewa orangnya..

Penggalan lirik lagu ‘Jogja Istimewa’ yang dibawakan oleh musisi yang tergabung dalam Jogja Hip – Hop Foundation tersebut tidaklah berlebihan. Telah kita ketahui bersama bahwa Jogja memiliki status istimewa atau otonomi khusus yang berbeda dari daerah lain di Indonesia. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. 

Namun, bagaimana tentang keistimewaan warga Jogja itu sendiri?

Setelah sekitar empat tahun hidup di Jogja untuk kuliah, saya merasakan betul betapa istimewanya masyarakat Jogja. Ramah, sopan dan santun yang saya rasakan selama berinteraksi. Ditambah lagi, semangat gotong royong yang tinggi antar warga masih dipegang erat, tentu saja semakin menambah bukti keistimewaan tersebut.

Tak hanya lewat lirik lagu, slogan Kota Jogja pun sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, yaitu Jogja ‘Berhati Nyaman’ akronim dari Jogja ‘Bersih, Sehat, Asri dan Nyaman’. Saat saya ngekos di Jogja, tepatnya di Dusun Blimbingsari, CT IV, Depok, Sleman, Yogyakarta, akronim Jogja Berhati Nyaman memang terealisasi dalam kehidupan masyarakat. Ada tiga contoh yang menjadi bukti nyata dan menurut saya patut dicontoh oleh seluruh masyarakat di Indonesia, yaitu :

Pertama, Pengelolaan Sampah.

Setiap pukul 07.00 pagi, ada gerobak pengangkut sampah berkeliling dari satu rumah ke rumah untuk mengangkut sampah yang dihasilkan dari rumah tersebut. Yang menjadi kelebihannya, setiap sampah tidak langsung diangkut begitu saja seperti kebanyakan pengangkut sampah lain. Namun dipilah berdasarkan jenisnya terlebih dahulu, yaitu sampah organik dan an-organik.

Selain itu, di daerah lain di Jogja ada Bank Sampah Gemah Ripah, nama salah satu kelompok pengolah mandiri yang menjadi pionir bank sampah di Jogja. Bank ini terdapat di Badegan, Bantul, Yogyakarta. Para peserta bank sampah disebut nasabah. Setiap nasabah datang dengan tiga kantong yang berbeda, berisi sampah plastik, sampah kertas dan sampah kaleng atau botol. Kalau sampah yang terkumpul sudah cukup banyak, maka nasabah akan mendapat kompensasi dari sampah yang telah dikumpulkan sesuai dengan nilai sampahnya.

Kedua, Semangat Gotong Royong antar Warga.

Tempat kos saya berada dekat dengan Sungai Code atau warga biasa menyebutnya Kali Code (Bahasa Jawa). Tiap beberapa bulan sekali, warga setempat bekerja sama untuk membersihkan bantaran sungai agar lebih asri. Warga sadar akan kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah atau limbah di sungai.

Selain kerja sama dalam kebersihan, warga mempunyai inisiatif dengan menarik iuran tiap hari Rabu, namanya jimpitan ronda. Setiap warga menyumbang uang jimpitan sesuai dengan kemampuan. Yang nantinya akan digunakan untuk mengatasi kebutuhan tiap RT/RW, misalnya mengganti biaya lampu penerangan di jalan desa atau membantu biaya perawatan warga lain yang sedang sakit.

Kegiatan warga Dusun Blimbingsari membersihkan lingkungan desa
Kegiatan warga Dusun Blimbingsari membersihkan lingkungan desa
Ketiga, Toleransi dalam Umat Beragama.

Saya telah merayakan Idul Adha tiga kali di Jogja, ada yang membuat saya kagum terhadap warga dalam merayakan Idul Adha. Yaitu di saat warga muslim melaksanakan solat ied di masjid, warga non-muslim berkumpul untuk menjaga keamanan daerah setempat. Begitu juga sebaliknya, jika pada hari besar umat lain, contohnya Hari Natal, masyarakat yang tidak ikut merayakan berkumpul bersama untuk menjaga keamanan dan ketertiban desa.

Harapan

Karena terbiasa dengan kebiasaan warga Jogja tersebut, saya juga ‘tertular’ dan ingin melakukan kegiatan yang sama di desa saya sendiri. Saya berpendapat bahwa Kota Jogja menjadi contoh baik untuk gerakan yang dicanangkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim), yaitu Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS). Lingkungan yang bersih dan senyum ramah menjadi sesuatu yang penting untuk menumbuhkan sikap kerukunan antar masyarakat.

Budaya bersih dan senyum menjadi salah satu penggerak Revolusi Mental yang mudah dilaksanakan (user friendly) dan menyenangkan (popular) bagi seluruh masyarakat. Kehidupan masyarakat di Jogja yang ‘Berhati Nyaman’ di atas menjadi salah satu contoh dari sekian contoh gerakan revolusi mental untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.

*Siti Muzzayana

Akun Facebook : https://www.facebook.com/muzalea

Twitter : https://twitter.com/mza_yna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun