Mohon tunggu...
Muyassarah
Muyassarah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aturan Main Terapeutik

15 April 2019   17:02 Diperbarui: 15 April 2019   17:10 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perawat :"Selamat pagi bu, perkenalkan saya Fatimah, perawat yang bertugas pada shift pagi ini."

Pasien    :" Pagi, Iya sus."

Perawat :"Maaf, dengan ibu siapa ya?"

Pasien    :"Ibu Alfiana."

Perawat :"Ibu senang dipanggil siapa ya bu?"

Pasien    :"Saya biasa dipanggil fia."

Perawat :"Oh baik. Bagaimana keadaan bu Fia hari ini? Apakah sudah merasa  lebih baik?"

Pasien    :"Oh iya, keadaan saya hari ini sudah lebih baik dari kemarin."

Perawat :"Syukur deh bu, itu tandanya ibu akan segera pulih kembali. Apa ibu mempunyai keluhan lain?"

Pasien    :"Saya merasa masih lemas sekali dan merasa tidak lapar sus. Padahal saya harus makan untuk bisa minum obat dan segera sembuh."

Perawat :"Oh, itu karena efek dari sakit yang ibu rasakan. Nanti akan saya tambahkan vitamin tambahan untuk membantu ibu."

Pasien    :"Terimakasih sus."

Perawat :"Apa ada keluhan lain bu? Atau ada yang bisa saya bantu?"

Pasien    :"Tidak sus."

Perawat :"Oh ya sudah bu. Nanti saya kesini lagi untuk memeriksa keadaan ibu."

Dialog diatas merupakan contoh dari komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh seorang perawat kepada pasien. Apa itu komunikasi terapeutik?

Komunikasi terapeutik adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh konselor dalam berinteraksi dengan klien(konseli) untuk membuat klien merasa nyaman dan dihargai, sehingga klien bisa menceritakan masalahnya dengan leluasa. Komunikasi ini berbeda dengan komunikasi yang dilakukan biasanyakarena komunikasi ini memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, yaitu untuk membantu klien menyelesaikan masalahnya.

Tahapan-tahapan dari komunikasi terapeutik ini dimulai dari tahap pra-interaksi.Tahapan ini biasanya membicarakan obrolan-obrolan kecil tentang perkenalan antara konselor dan klien. Tahapan ini akan membuat konselor dan klien menjadi lebih dekat setelah berkenalan satu sama lain. Setelah tahapan tersebut dilalui, maka konselor dan konseli masuk kedalam tahapan orientasi.

Pada tahap ini, klien akan memulai menceritakan permasalahannya. Untuk mendengarkan cerita dari klien dengan baik, maka seorang konselor harus memiliki kemampuan attending behavioral terhadap klien. Ketrampilan ini tidak bisa dipelajari saja, namun ketrampilan ini perlu pelatihan dalam penerapannya.

Contoh  attending behavioral disini seperti ekspresi wajah, gerakan tangan, posisi kepala, dan lain-lain. Ketika klien sudah selesai menceritakan masalahnya, konselor dank lien akan masuk kedalam tahapan kerja. Maksud dari tahapan kerja adalah waktu dimana konselor bisa memberikan arahan-arahan atau saran-saran untuk menanggapi masalah klien.

Arahan dan saran dari konselor harus bersifat membantu dan mendorong klien untuk menyelesaikan masalah dengan tepat. Seperti bimbingan konseling pada umumnya, tahapan terakhir dari sebuah konseling adalah tahap terminasi atau evaluasi. Tahapan ini akan mengevaluasi semua hal yang telah disampaikan konselor dan dilakukan dengan baik oleh klien dalam proses penyelesaian masalahnya. Evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui apakah konseling yang dilakukan sudah cukup atau masih perlu ditindaklanjuti lagi.

Penerapan komunikasi terapeutik biasanya ada pada bidang psikologi, konseling, atau seperti contoh diatas pada bidang kesehatan. Proses komunikasi terapeutik ini membutuhkan banyak ketrampilan khusus yang harus dimiliki konselor. Salah satunya adalah empati. Empati merupakan sebuah kompetensi yang dibutuhkan untuk memahami orang lain. Sikap empati dalam diri seseorang, apalagi seorang konselor tidak bisa hadir dengan sendirinya ataupun dating secara praktis. Namun, empati adalah sebuah sikap yang perlu dilatih dan diterapkan setiap hari agar sikap empati tersebut selalu tertanam dalam diri konselor.

Empati berhubungan dengan kegiatan kognitif dan afektif dari seseorang dalam kesehariannya, baik itu sedang melakukan konseling atau yang lainnya. Apa yang terjadi jika seorang konselor atau tenaga kerja di bidang ini tidak memiliki sikap empati? Tentu komunikasi terapeutik tidak akan berjalan dengan lancar, bahkan konseling yang dilakukan pun bisa gagal. Oleh karena itu, menjadi seorang konselor memerlukan banyak keahlian khusus yang harus dikuasai agar konseling yang dilakukan berjalan dengan lancar.

Dari ulasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi terapeutik dibutuhkan untuk membantu klien kembali ke keadaan awal dari klien tersebut. Komunikasi ini membutuhkan kemampuan empati dari konselor agar berjalan dengan lancar dan masalah yang dialami klien bisa segera selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun