Aku terus berlari, mengejar senja dan menggoresnya di tepi cakrawala.
Pasir putih yang kupijak tak lagi meninggalkan jejak, pupus dan sirna tersapu deburan ombak.
Aku masih di sini, diam terpaku, menerawang ke angkasa biru, menjelajahi rindu yang terpagut dalam anganku.
Petikan puisi di atas merupakan contoh puisi prosais yang penulis tulis sendiri dengan judul "Pelangi di Sepucuk Senja". Puisi itu telah diterbitkan dalam antologi puisi "Merangkai Jejak dalam Sajak" dan telah penulis publikasikan pula di kanal Youtube.
Mungkin dari pembaca sekalian akan bertanya, apa sih perbedaan antara puisi prosais dengan puisi pada umumnya ?
Pertama, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu puisi. Menurut KBBI, puisi atau sajak merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, larik dan bait.
Berdasarkan analisis dan pengalaman penulis dalam menulis puisi, maka penulis mendefinisikan puisi sebagai suatu karya sastra dengan bahasa yang ditulis sedemikian rupa hingga terbentuk layaknya irama (berakhiran sama antara tiap baris), namun makna yang ada didalamnya begitu mendalam sehingga memiliki daya tarik.Â
Kedua, kata prosais diambil dari kata prosa yang memiliki makna bebas atau tak terikat. Dimana pada umumnya prosa berbentuk narasi dan tidak terikat pada kesamaan irama, mantra atau rima seperti halnya puisi dan pantun.
Dari pemaparan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa puisi prosais adalah puisi yang penulisannya berbentuk narasi atau seperti paragraf.
Puisi jenis ini memiliki lirik berbentuk paragraf dalam menafsirkan suatu diksi. Sedikit berbeda dengan puisi akrostik dan puisi romantis, meskipun unsur fisik dan batinnya tetap sama.
Salah satu yang membedakan antara puisi prosais dengan jenis puisi pada umumnya ialah pada unsur evokasi (daya gugah). Harus diakui bahwa puisi jenis ini memang tak semenarik puisi-puisi yang biasa kita baca. Namun, kelebihan dari puisi ini adalah betapa penulisan tanda baca yang harus sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat : PUEBI) wajib diperhatikan layaknya karya tulis ilmiah.
Setelah mengetahui apa itu puisi prosais dan perbedaannya dengan puisi akrostik dan puisi romantis, sekarang mari kita identifikasi ciri-ciri dari puisi prosais.
1. Mengisahkan cerita secara padat, padu dan tetap memperhatikan unsur estetik (keindahan) dengan melalui pilihan kata, larik, irama dan bait.
2. Berbentuk paragraf. Ini adalah ciri khas dari puisi prosais yang membedakannya dengan puisi-puisi jenis lain.
3. Argumen puisi prosais bergenre puisi atau sajak.
Sekarang kita masuk pada bahasan utama, yaitu cara membuat puisi prosais. Yuk, simak dan perhatikan dengan seksama langkah-langkah di bawah ini :
1. Tentukan tema dan judul.
Misal, temanya tentang kerinduan.
Maka kita bisa buat judul yang menggambarkan tema yang kita pilih, misal : Pelangi di Sepucuk Senja.
2. Mulailah menulis puisi dengan tipografi paragraf.
Misal :
Akar-akar tak pernah menuntut dirinya menjadi pohon yang kokoh menjulang. Dan pohon yang kokoh menjulang pun tak mampu berdiri tegak, tanpa ditopang oleh akar-akar perkasa di bawahnya.
3. Perhatikan penggunaan tanda baca dan tata cara penulisan pada puisi.
Pada umumnya puisi tidak memperhatikan tanda baca karena tipografinya, namun dalam puisi prosais lebih menitikberatkan pada penggunaan dan tanda baca dan tata cara penulisan.
Misal :
Akar-akar tak pernah menuntut dirinya menjadi pohon yang kokoh menjulang. Dan pohon yang kokoh menjulang pun tak mampu berdiri, tanpa ditopang oleh akar-akar perkasa di bawahnya.
Perhatikan kata yang digarisbawahi!
Penulisan kata hubung di- harus mengikuti aturan atau standar baku PUEBI. Hal ini sangat jarang ditemui pada genre puisi lainnya.
4. Kembangkanlah puisi dengan cara self editing.
Satu hal yang menarik dari genre puisi ini ialah karena genre puisi ini tergolong baru dalam dunia kesusastraan dan belum banyak buku-buku antologi puisi yang memuat puisi prosais. Selain karena masih minimnya buku-buku antologi serupa, harus diakui alasan mengapa genre puisi ini tidak banyak diminati orang karena puisi  ini kurang memiliki daya pikat bagi pembaca. Ditambah lagi dengan adanya aturan penulisan baku, seperti tanda baca, kalimat, kata penghubung dan sebagainya yang seolah menghilangkan puisi dari kesan "bebas" dan tak terikat aturan.
Selamat mencoba.
Link kanal Youtube : https://youtu.be/m187pvArPlU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H