Â
   PERMASALAHAN STUDI KASUS TENTANG PAJAK PPN
      Â
KASUS TENTANG PAJAK PPN : analisis Pajak pph pasal 23
- Pengantar
    PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP). Sederhananya, ini adalah pajak yang ditambahkan dan dipungut atas suatu transaksi. Dalam praktiknya, pihak penjual yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus membuat faktur pajak elektronik sebagai bukti pemungutan PPN dan melaporkannya setiap bulan melalui SPT Masa PPN. Namun, pihak yang membayar pajak ini adalah pihak pembeli.
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Impor Barang Kena Pajak
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Kronologi kasus
  Di provinsi jawa tengah Tersangka N melalui PT IJP diduga telah melakukan tindak pidana perpajakan dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut, selama dalam kurun waktu antara Januari s.d. Desember 2019 atas kegiatan usahanya dalam bidang penyediaan jasa tenaga kerja ke beberapa customer.
Modus operandi yang digunakan oleh tersangka yakni tersangka memberikan tagihan beserta PPN atas penyediaan jasa tenaga kerja kepada customer, namun PPN yang telah dibayarkan oleh customer tidak disetorkan ke kas Negara
- Perkembangan kasus
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II, bersama Koordinator Pengawas PPNS Kepolisian Daerah Jawa Tengah melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti , terkait proses penyidikan tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan inisial N atas wajib pajak PT IJP ke Kejaksaan Negeri Cilacap Senin(18/3).
Tersangka N melalui PT IJP diduga telah melakukan tindak pidana perpajakan dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut, selama dalam kurun waktu antara Januari s.d. Desember 2019 atas kegiatan usahanya dalam bidang penyediaan jasa tenaga kerja ke beberapa customer.
Dikatakan, tersangka N melanggar ketentuan pidana di bidang perpajakan sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Atas tindak pidana tersebut diduga telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 2.147.507.182 .
- Upaya Pemerintah
Sementara itu Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II, Slamet Sutantyo mengatakan bahwa tindakan penyerahan ini merupakan upaya terakhir penegakan hukum perpajakan. Sebelumnya, Kanwil DJP Jawa Tengah II telah melakukan langkah persuasif dan melakukan serangkaian kegiatan pengawasan.
Pemerintah sudah melakukan serangkaian kegiatan pengawasan dan pembinaan, baik melalui surat imbauan maupun konseling secara langsung dengan Account Representative (AR) sebelum dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pada saat pemeriksaan bukti permulaan, wajib pajak sudah diberikan kesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai pasal 8 ayat (3) UU KUP. Namun wajib pajak tidak melakukan pembayaran kewajiban pajaknya, sehingga kita lanjutkan tahap penyidikan untuk memberikan efek jera
- Solusi  dan saran dari penulis
    Pembayaran pajak dapat menjadi masalah karena mereka dapat menjadi sumber korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa tindakan yang mungkin dapat diambil termasuk:
1. Menerapkan sistem pengawasan yang kuat:Â