"Kalau saja dulu perempuan itu tidak kembali pada ayahku mas... kalau saja dia tidak merusak kebahagiaan keluargaku, mungkin ibuku tidak akan pernah terluka seperti sekarang dan tidak akan pernah di sebut dengan istri muda ayah yang sudah merebut suami orang, karena sebenarnya ibuku tak seperti itu, ibu menikah dengan ayah saat ayah telah bercerai denga istrinya dulu. Namun saat keluarga kami sedang bahagia perempuan itu kembali datang dan rujuk dengan ayah, sehingga ibuku yang harus mengalah dan tersakiti. Tidak hanya itu mas... adik-adikku pun yang menjadi korban". Embun kembali menangis dan menghentikan kata-katanya. Setelah diam beberapa saat, dia kembali berkata.
"Seandainya bukan karena tugas untuk menjadi tenaga pengajar di desa ini, dulu aku tak akan pernah mau tinggal di sini lagi dan satu rumah dengan istri ayah yang kejam itu, karena sudah tidak tahan mendengar hinaanya terhadap ibuku. Satu bulan yang lalu aku memutuskan untuk pulang pada ibuku dan meninggalkan ayah di sini". Mata Embun masih berkaca-kaca.
"Jika kau mau, kita bisa pulang Embun". Amar kembali meyakinkan Embun.
"Tidak mas... aku ingin melihat keadaan ayah. Kita lanjutkan perjalanan mas". Embun kembali menyeka air matanya.
Amarpun kembali menghidupkan mesin mobilnya dan melanjutkan perjalanan. Beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah rumah yang halamannya cukup luas. Embun dan Amar tak langsung turun. Mereka berdua masih diam dan menatap rumah itu lekat-lekat. Terlihat ada beberapa kerabat yang keluar masuk di pintu rumah itu, ada beberapa orang pula yang sedang duduk-duduk di teras rumahnya, nampaknya ayah Embun memang benar-benar sedang sakit keras. Kini dadanya semakin terasa sesak, dia tidak menyangka berada di rumah itu lagi.
"Kita turun". Ucap Amar pada Embun. Embun pun mengangguk dan membuka pintu mobil, kemudian turun.
Dengan langkah ragu-ragu Embun berjalan dari halaman menuju rumah, Amar mengikuti dari belakang, beberapa orang menyambut kedatangan Embun dan Amar dengan menyalami mereka, Budenya yang saat itu keluar dari pintu rumah menghambur pada pelukan Embun sambil menangis .
"Akhirnya kau datang juga nak. Dimana ibu dan adik-adikmu? Ayahmu selalu menanyakan kalian". Budenya terisak dalam pelukan Embun, pelukan dan pertanyaan yang cukup membuat air mata Embun kembali berlinangan.
"Mereka tidak ikut bude. Bagaimana keadaan ayah?". Embun kembali menyeka air matanya.
"Ayahmu sudah tidak berdaya nak... Dia ada di dalam". Budenya membawa Embun dan Amar masuk ke dalam kamar dimana ayahnya berada.
Saat itu di dalam kamar Embun melihat istri ayahnya sedang duduk di samping tubuh ayahnya yang terbaring lemah. Matanya tampak sayu, terlihat jelas kesedihan di wajahnya. Saat ibu tirinya itu melihat Embun, dia berdiri dan memeluk Embun, serta menangis di dalam pelukan Embun meminta maaf atas sikapnya selama ini.