"Untuk memenuhi kebutuhan kami di pulau ini, seperti ingin membeli pakaian, sayur, minyak goreng atau bahan pokok lainnya, kami harus menyebrang dulu dan itu lama. Kalau air kandas? Perahu kami tidak bisa jalan, dari situ kami menggunakan terbiasa menggunakan alat tradisional" ujar salah satu warga di pulau Maringkik, Mutiari ketika diwawancarai wartawan pada Rabu (19/10/22).
Berbagai keterbatasan membuat pulau tersebut terisolir, alat medis pun masih terbilang minim dipulau tersebut yang hanya ada Puskesmas Pembantu(Pustu), dengan keterbatasan alat medis. Sehingga pada saat situasi pasien sakit yang harus cepat membutuhkan pertolongan(Urgent) membuat pasien harus dilarikan ke Puskesmas terdekat.
Namun membutuhkan waktu untuk menyebrangi lautan, selain dari segi medis, air bersih juga minim Dipulau tersebut. Untuk menyalurkan air kepulau tersebut dibutuhkan pipa selang bawah air agar kecukupan air bersih bisa di distribusikan dipulau tersebut.
"Yang namanya air disalurkan lewat laut, kadang air macet, dan kalau keluar air kami harus mengantre untuk mendapatkan air bersih. Jarang pulau kami disentuh oleh pemerintah, mungkin karna ditengah laut, cuaca dan gelombang yang membuat pihak Pemda jarang kepulau kami. Kesini jika cuaca membaik" ujar Mutiari.
Selain air, akses penunjang untuk guru honor berasal dari luar pulau, sehingga untuk menjalankan roda pendidikan proses belajar mengajar dibutuhkan beberapa waktu dari jam sekolah untuk guru menyebrang menuju pulau tersebut.
"Kan kebanyakan guru honor berasal dari luar pulau, sehingga guru ketika mengajar Dipulau kita tunggu di daratan pulau Lombok dari jam 7. Nah nyebrangnya jam 8. Nyampe nya jam 9, jadi anak-anak sd mulai belajarnya jam 9 karna menunggu guru datang dari luar pulau" ujar salah satu guru honor, Anwar S.pd yang mengajar di pulau Maringkik.
Meski begitu, solidaritas sangat kental di pulau tersebut, baik menyambut tamu luar dan pendatang dari berbagai wilayah.
Sedangkan aktivitas lain dari perempuan disana ialah menekuni kerajinan khas Bugis yang sering perempuan Maringkik produksi secara turun temurun berawal dari warisan nenek moyang mereka, namun beragam suku tak membuat mereka berseteru. Sifat kekeluargaan masih mereka jaga hingga saat ini, dengan bahasa yang mereka gunakan setiap hari ialah bahasa Bajo.