Murabahah, dalam konteks Akuntansi Transaksi Pembiayaan, mengacu pada perjanjian jual beli barang di mana harga penjualan ditentukan dengan menambahkan keuntungan yang telah disepakati pada biaya perolehan. PSAK 102 paragraf 5 menjelaskan bahwa transaksi murabahah dapat dilakukan dengan pembayaran langsung atau pembayaran yang ditangguhkan, baik itu dalam bentuk cicilan setelah menerima barang atau pembayaran sekaligus di masa mendatang. Istilah lain yang digunakan untuk transaksi pembayaran ditangguhkan adalah Bai Bithaman Ajil (BBA).
Meskipun menggunakan istilah yang berbeda, baik murabahah maupun BBA pada dasarnya mengacu pada prinsip yang sama, yaitu jual beli dengan pembayaran yang ditangguhkan. Namun, di praktik perbankan di Indonesia, pembayaran langsung setelah penerimaan barang tidak umum terjadi, dengan pembayaran biasanya dilakukan secara cicilan. Namun, ada juga kasus di mana pembayaran dilakukan sekaligus setelah ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu, terutama bagi nasabah dengan pola pendapatan musiman.
Prinsip-prinsip syariah yang menjadi dasar pembolehan penggunaan murabahah tertera dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 275 yang menghalalkan jual beli dan melarang riba.
Rukun Transaksi Murabahah mencakup transaktor, objek akad (barang dan harga), serta ijab dan kabul yang menegaskan kesepakatan antara pembeli (nasabah) dan penjual (bank syariah).
Dalam memastikan kepatuhan praktik jual beli murabahah, Dewan Pengawas Syariah (DPS) melakukan pengawasan periodik berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/19/DPBs Tahun 2006 tentang Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan. Pengawasan ini mencakup:
1. Memeriksa keabsahan barang yang diperjualbelikan sesuai dengan prinsip syariah Islam.
2. Meneliti apakah bank menjual barang kepada nasabah dengan harga yang disepakati, yaitu harga jual yang setara dengan harga beli ditambah margin keuntungan. Jika nasabah membiayai sebagian dari harga barang, maka tagihan bank akan berkurang.
3. Memastikan bahwa akad wakalah (pemberian kuasa) dibuat secara terpisah dari akad murabahah, jika bank ingin mewakilkan pembelian barang kepada nasabah dari pihak ketiga. Akad jual beli murabahah juga harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank yang dibuktikan dengan faktur atau kuitansi jual beli yang sah.
4. Meneliti apakah pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah dilakukan setelah adanya permohonan dan perjanjian pembelian barang atau aset dari nasabah kepada bank.
DPS menekankan hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli murabahah dengan nasabah, serta menuntut bank untuk menjaga administrasi agar dokumen-dokumen yang diperlukan tersedia saat dilakukan pengawasan.
Berikut ialah Alur Transaksi Murabahah:
Pertama, dimulai dari pengajuan pembelian barang oleh nasabah. Pada saat itu, nasabah menegosiasikan harga barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran per bulan.
Kedua, bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati oleh kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah setidaknya mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi jual beli yang dilakukan.
Ketiga, setelah akad disepakati pada murabahah dengan pesanan, bank selanjutnya melakukan pembelian barang kepada pemasok. Akan tetapi, pada murabahah tanpa pesanan, bank dapat langsung menyerahkan barang kepada nasabah karena telah memilikinya terlebih dahulu. Pembelian barang kepada pemasok dalam murabahah dengan pesanan dapat diwakilkan kepada nasabah atas nama bank. Dokumen pembelian barang tersebut diserahkan oleh pemasok kepada bank
Keempat, barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok kepada nasabah pembeli.
Kelima, setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada bank. Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang tertentu selama jangka waktu yang disepakati.
Standar Akuntansi Murabahah mengacu pada metode pengakuan pendapatan murabahah. Menurut PAPSI 2013, untuk metode anuitas, standar yang diperlukan termasuk PSAK 55, 50, dan 60, selama sesuai dengan prinsip Syariah. Metode anuitas didasarkan pada asumsi pembiayaan. Untuk metode proporsional, pencatatan transaksi Murabahah menggunakan PSAK 102.
PSAK ini berlaku sejak 1 Januari 2008, menggantikan PSAK 59 yang berkaitan dengan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan murabahah. PSAK 102 dapat digunakan oleh lembaga keuangan syariah dan pihak lain yang melakukan transaksi murabahah. Namun, IAI menegaskan bahwa standar ini tidak mencakup obligasi syariah yang menggunakan akad murabahah. PSAK 102 juga menyediakan definisi transaksi murabahah dan menjelaskan karakteristiknya sesuai dengan fatwa DSN.
Penyajian transaksi Murabahah dalam Laporan Keuangan sesuai PAPSI 2013 melibatkan beberapa akun yang relevan untuk pembiayaan murabahah yang harus disajikan:
1. Uang muka dari pembeli disampaikan sebagai liabilitas tambahan.
2. Tagihan kepada nasabah atas pembatalan transaksi Murabahah ketika uang muka nasabah lebih rendah dari biaya riil yang dikeluarkan nasabah disajikan sebagai piutang qardh.
3. Piutang Murabahah disajikan sebesar saldo pembiayaan Murabahah nasabah kepada bank.
4. Margin Murabahah yang ditangguhkan disajikan sebagai kontra dari piutang Murabahah.
5. Beban potongan pelunasan/angsuran Murabahah disajikan sebagai kontra dari pendapatan marjin Murabahah.
6. Jika bank menggunakan metode proporsional, pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan transaksi Murabahah yang belum diamortisasi disajikan sebagai liabilitas tambahan dan aset tambahan.
7. Pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima disajikan sebagai bagian dari aset tambahan saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, jika nasabah tergolong non-performing, pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima disajikan di rekening administratif.
8. Cadangan kerugian penurunan nilai Murabahah disajikan sebagai kontra dari piutang Murabahah.
9. Denda (ta'zir) disajikan sebagai bagian dari sumber dana kebajikan (qardhul hasan).
Pengungkapan transaksi Murabahah menurut PAPSI 2013 mencakup hal-hal berikut terkait pembiayaan dengan skema Murabahah:
1. Detail piutang Murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, kualitas piutang, tujuan penggunaan, sektor ekonomi, dan cadangan kerugian penurunan nilai.
2. Total piutang Murabahah yang diberikan kepada pihak terkait.
3. Kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan, cadangan kerugian penurunan nilai, penghapusan, dan penanganan piutang Murabahah yang bermasalah.
4. Besar piutang Murabahah yang ditanggung oleh bank sendiri atau bersama dengan pihak lain sebagai bagian dari pembiayaan bank.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H