Mohon tunggu...
Mutiara Tyas Kingkin
Mutiara Tyas Kingkin Mohon Tunggu... Freelancer - Educators

These are my collection of words to share with you. Hopefully, it will bring a good vibe to the readers.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bersimpuh

12 Juni 2024   14:34 Diperbarui: 12 Juni 2024   17:30 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 3: Temu

Aku berjalan terburu-buru, mengejar busway dengan rute terakhir untuk menuju ke kantor. Perduli setan dengan napas yang ngos-ngosan dan rambut yang terlepas dari ikatannya. Meski keterlambatanku sampai kantor akan menjadi pusat perhatian, yang mana orang akan menjadi tahu bahwa aku sebenarnya ada di dunia ini. Tapi, bukan perhatian seperti itu yang di maksudkan kata mereka.

Benar saja, aku terlambat dan semua mata tertuju padaku. Lalu, apakah mereka peduli dibalik alasan ini? Tentu. Untuk menjadi bahan perbincangan nanti sewaktu makan siang. Ku taruh tasku dan mulai membuka laptop-hanyut dalam pikiranku sendiri di antara orang-orang.

Waktu makan siang telah tiba, kututup laptopku dan segera bergegas ke tempat makan favoriteku-menyendiri. Bukan karena, aku benar-benar ingin sendiri tetapi hal seperti ini mengapungku sudah hampir bertahun-tahun. Mereka menganggapku orang aneh-aku sendiri tidak tahu orang normal itu yang seperti apa? Apakah seperti mereka yang setiap hari membahas perputaran yang itu-itu saja.

Aku sedikit terkejut, tempat itu sudah ada yang menempati. Dia juga tengah asik menikmati makan siangnya.

"Hei... sini duduk" katanya dan menggeser posisinya. Dengan ragu aku duduk disampingnya. Sial, ini adalah tempat yang biasa aku pakai makan siang selama bekerja di sini. Tiba-tiba orang asing menempatinya dan mengajakku makan bersama.

"Mengapa kamu makan di sini? Apakah kamu tidak punya teman juga?" ucapku ragu-ah apakah ini yang membuatku terlihat aneh. Dari raut wajahnya, dia sedikit kebingunan yang disusul senyuman tipis.

"Punya, kebetulan tadi mereka mengajakku mencoba restoran baru di ujung jalan sana," dia menunjuk ke sebuah arah. "Tapi, aku lebih memilih membawa bekal dan ingin menikmatinya seorang diri."

Aku hanya mengangguk mendengar jawabannya-dan mulai membuka kotak bekalku. Menyuapkannya ke dalam mulutku dengan penuh kehati-hatian, rasanya aneh makan siang bersama dengan orang lain.

"Kau sendiri, mengapa lebih memilih makan di sini?" mulutnya penuh dengan nasi.

"Ini tempat makan siangku. Biasannya aku makan siang di sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun