Matahari sedang terik-teriknya bertengger di langit. Aku pergi ke Balai Desa lebih awal sebelum teman-teman datang. Bu Widowati sedang mengerjakan sesuatu di mejanya terlihat dari balik jendela kantor.
"Belum di mulai kelasnya, Nduk. Kamu datang terlalu awal." Aku hanya menggeleng kepala. "Ada apa Genduk?"
Aku memberikan selembar kertas, berisikan gambar. Aku menggambar potret diriku bersama Bu Widowati. Rupanya Bu Widowati sudah menangkap maksudku. Ia memelukku, matanya berkaca-kaca. Kemudian, ia berdiri sejajar denganku.
"Nduk, pergilah. Semoga Nyonya Margareth membuka jalanmu. Sebentar." Bu Widowati masuk ke dalam, membawakan sebuah beberapa tumpukan buku. "Bacalah."
Lengkap sudah kesedihan hatiku. Aku akan berpisah dengan guru yang mengajariku membaca, menulis, dan menghitung. Mulai sore nanti, aku sudah tidak belajar bersama teman-teman lagi di Balai Desa. Aku akan pergi ke kota-entah apa yang terjadi dalam hidupku selanjutnya.
Setibanya di rumah, Pakdhe Rejo sudah menungguku. Simbok sudah menyiapkan pakaianku. Siang ini, wajah simbok terlihat lebih tegar dari semalam.
"Mbok..."
"Pergilah, Nduk."
Tak lelo...lelo...lelo...ledungÂ
Enggal menenga ya cah ayuÂ
Tak emban slendang batik kawung