Mohon tunggu...
Mutiara Titian Istiqomah
Mutiara Titian Istiqomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat yang memiliki hobi membaca dan menulis. Ingin berkontribusi kepada masyarakat dengan memberi informasi seputar kesehatan dan gaya hidup sehat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tenaga Kesehatan Harus Lebih Profesional dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan kepada Pengguna KIS maupun Non KIS

5 Maret 2023   20:45 Diperbarui: 5 Maret 2023   20:49 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tenaga Kesehatan harus Lebih Profesional dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan kepada Pengguna KIS maupun Non KIS

A. Permasalahan

Permasalahan etik didunia rumah sakit seperti halnya fenomena gunung es. Di lndonesia banyak permasalahan yang tidak terungkap. Mulai dari kasus dugaan malpraktik, kelalaian dalam penanganan pasien, diskriminasi terhadap pasien, sampai perbedaan pelayanan pasien KIS dan Non KIS (Mudayana, 2014). Tenaga medis memiliki peran penting dalam menciptakan pelayanan kesehatan yang bermutu. 

Pemerintah telah membuat program Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas dasar "Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional" dan UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan untuk menjamin kesehatan masyarakat yang tidak dapat membayar jasa kesehatan. Namun, terdapat permasalahan pada pelaksanaan pelayanan yang diberikan terhadap pengguna Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Bagi sebagian pengguna KIS merasa bahwa mereka masih dipersulit, seperti proses untuk dilaksanakannya penanganan awal, dibandingkan dengan pasien yang menggunakan pelayanan regular atau pasien Non KIS. Banyak pasien yang mengeluh mengenai masih adanya perbedaan pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan kepada masyarakat. 

Perbedaan itu terlihat saat peserta KIS berobat ke puskesmas atau rumah sakit kurang mendapatkan prioritas. Di beberapa daerah sering melapor jika pasien yang diprioritaskan adalah yang berstatus umum, sedangkan pasien dari KIS dinomorduakan. Selain itu BPJS juga tidak meng-cover semua penyakit, padahal sesuai aturan, semua jenis penyakit harus ditanggung. 

Hal ini sangat bertentangan dengan sumpah tenaga kesehatan dalam menangani kondisi pasien yang mengharuskan segera untuk ditangani. Para tenaga kesehatan harus mengutamakan kepentingan pasien mereka, sehingga seharusnya tidak membedakan antara pasien pengguna KIS maupun Non KIS dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan lebih baik lagi tanpa memandang pembayaran secara pribadi maupun dengan menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS). 

Dengan menerapkan prinsip persamaan dan etika keutamaan, maka terbentuklah hak yang sama serta keadilan. Namun hal tersebut tidak boleh terlewat dari pemantauan, khususnya pemerintah, agar pelayanan kesehatan tanpa memandang status dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dibantu dengan dibentuknya upaya pemantauan etika pelayanan kesehatan melalui suatu aplikasi secara terpusat untuk pengaduan.

B. Opini

Pelayanan kesehatan merupakan suatu hal mendasar bagi seluruh masyarakat yang penyediaanya wajib diselenggarakan oleh pemerintah. Pelayanan adalah salah satu aktivitas dengan perilaku tak kasat mata yang dapat terjadi karena adanya interaksi antara konsumen dan karyawan di suatu instansi pemberi layanan. Namun, pada nyatanya Pelayanan Kesehatan masih banyak dikeluhkan dan dipersoalkan di kalangan masyarakat.

Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) merupakan Program Jaminan Kesehatan milik pemerintah yang banyak dilaporkan masyarakat ke lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI). 

Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, efisien, dan terjangkau. 

Oleh karena itu, pemerintah telah mengambil kebijakan strategis untuk memberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) -- Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Pasien atau pelanggan eksternal menuntut pelayanan yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik atau meningkatkan derajat kesehatannya, tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, selalu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan lingkungan fisik yang dapat memberikan kenyamanan. 

Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan, maka akan menunjukkan kepuasan pasien terhadap layanan yang kemudian akan meningkatkan loyalitas pasien terhadap pemberi pelayanan. 

Pengukuran kualitas pelayanan salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan metode Service Quality yaitu kehandalan (reliability), jaminan (assurance), bukti langsung/ berwujud (tangible), empati (empathy), daya tanggap (Responsiveness). 

Selain itu, petugas tenaga kesehatan memiliki aturan kode etik. Etik adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk memutuskan apa yang benar atau apa yang paling tepat, memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan tindakan apa yang akan dilakukan. 

Penerapan prinsip etik penting untuk dilakukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi pasien yang dapat menyebabkan injury atau bahaya fisik, bahaya emosional seperti perasaan ketidakpuasan, kecacatan bahkan kematian, dan akhirnya tujuan pelayanan yang berupa patient safety tidak akan pernah terwujud. 

Dengan demikian, adanya kode etik ini seharusnya tenaga kesehatan tetap memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada konsumen tanpa melihat latar belakang konsumen. 

Dengan sikap dan etika tersebut maka akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Semakin baik pelayanan yang diterima, maka konsumen akan puas yang kemudian akan meningkatkan minat kembali dan akan merekomendasikannya kepada orang lain.

Berdasarkan Buku Panduan Layanan bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), semua penduduk Indonesia WAJIB menjadi peserta JKN- KIS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. 

Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.

Dalam buku panduan tersebut, dijelaskan bahwa peserta memiliki hak salah satunya mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan menyampaikan pengaduan, kritik, dan saran baik lisan maupun tertulis kepada BPJS Kesehatan. Namun dalam kenyataannya, pemberian pelayanan kesehatan kepada pengguna Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh tenaga kesehatan masih dipersulit dibandingkan dengan pengguna Non KIS. 

Pemberi layanan kesehatan seharusnya tidak membedakan fasilitas dan sarana kesehatan yang diberikan kepada konsumen. Sudah seharusnya seorang Tenaga Kesehatan bersikap profesional dalam memberikan layanan dan fasilitas kesehatan yang optimal bagi setiap masyarakat. 

Dengan bertindak profesional dan sesuai dengan kode etik, Tenaga Kesehatan dapat membuktikan kompetensinya secara nyata. Dengan dilakukannya hal tersebut, konsumen pelayanan kesehatan akan merasa puas dengan hasil kerja para tenaga kesehatan. Selain itu, pemberian layanan akan efisien dan menimbulkan stigma positif dari masyarakat mengenai JKN-KIS. 

Terlebih di era globalisasi, dimana informasi tersebar dengan sangat cepat, Tenaga Kesehatan harus lebih bertanggung jawab akan sikapnya. Masyarakat bisa dengan mudah menyebarluaskan dan mengakses informasi. Apabila citra Tenaga Kesehatan tercoreng akibat pelayanan yang tidak baik, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Pelayanan Publik bisa menurun drastis. Ketidakpercayaan ini dapat menjadi bumerang bagi pelaksanaan program kesehatan di Indonesia. Target yang seharusnya bisa dicapai bisa jadi terhambat akibat stigma negatif masyarakat terhadap Tenaga Kesehatan.

Penulis : 

Erianto Fanani

Ronal Surya Aditya

Cindy Puspita Sari

Devika Ayu Wardani

Emiliya Fadila

Hikmah Dinar Nazard

Mutiara Titian Istiqomah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun