Mohon tunggu...
Mutiara Titian Istiqomah
Mutiara Titian Istiqomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat yang memiliki hobi membaca dan menulis. Ingin berkontribusi kepada masyarakat dengan memberi informasi seputar kesehatan dan gaya hidup sehat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Peran Orang Dewasa Dalam Mengatasi Perilaku Bullying di Sekolah Dasar

17 Desember 2022   08:30 Diperbarui: 17 Desember 2022   08:45 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENTINGNYA PERAN ORANG DEWASA DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DASAR

Introduction

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006, dinyatakan bahwa pendidikan dasar memiliki tujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.  Pendidikan dasar sebagai pondasi yang fundamental bagi anak haruslah berperan dalam membentuk suatu pondasi yang kokoh berkaitan dengan watak serta kepribadian anak khususnya peserta didik.

Permasalahan bullying merupakan permasalahan besar bagi semua. Masih banyak yang mengira bahwa bullying lebih sering terjadi di Sekolah Menengah, namun faktanya bullying banyak pula terjadi pada anak sejak rentang usia 3 sampai 12 tahun, masa Sekolah Dasar. Pada usia ini kasus bullying kurang mendapatkan perhatian karena dianggap sebagai hal yang wajar (Sari and Azwar, 2017) sehingga kejadiannya sering disepelekan. Data dari National Center for Educational Statistic (2016) menyatakan bahwa lebih dari satu dari setiap lima (20,8%) siswa melaporkan ditindas. Data dari International Center for Research on Women (ICRW) juga melaporkan bahwa 84% anak Indonesia mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Data ini menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, mengingat sekolah adalah tempat menimba ilmu yang seharusnya dapat memberi rasa aman dan nyaman pada anak.

Konsep Bullying di Sekolah 

Bullying merupakan suatu tindakan yang lebih menunjukkan perilaku yang agresif dan manipulatif, yang dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih yang ditunjukkan kepada orang lain, seringnya berisi kekerasan dan menunjukkan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara korban dan pelaku bullying (Novitasari, 2017). Bullying di sekolah (school bullying) dapat diartikan sebagai kekerasan yang terjadi di sekolah. Bullying merupakan suatu pola perilaku yang bersifat negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dan bertujuan negatif. 

Bentuk Bullying di Sekolah Dasar

  1. Verbal bullying

Bentuk bullying verbal antara lain: menjuluki, meneriaki, memaki, mengejek, menghina, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, penyampaian kata-kata kasar dan kotor kepada orang lain, dan memfitnah.

  1. Physical bullying

Bentuk bullying fisik antara lain: menampar, menginjak kaki, menjambak, menjegal, memukul, mencubit, dan menendang.

  1. Nonverbal/non physical bullying/mental bullying 

Bentuk bullying mental/psikologis yaitu dengan memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, memelototi,  mencibir, menunjukkan sikap ganjal, melarang orang lain masuk dalam kelompok, dan memanipulasi hubungan pertemanan.

  1. Sexual bullying

Bentuk bullying yang berhubungan dengan sexual, dapat berupa perlakuan dengan adanya kontak sexsual kepada orang lain misalnya memegang alat vital.

Penyebab Bullying di Sekolah Dasar

Weber (2014) menyebutkan bahwa ada empat faktor yang dapat menyebabkan seseorang berperilaku bullying antara lain faktor

  1. Individu :  faktor dari anak yang sering berperilaku menyimpang, agresif, dan senang melakukan kekerasan.

  2. Keluarga : pola asuh keluarga yang tidak optimal.

  3. Lingkungan : lingkungan pergaulan anak, iklim/suasana sekolah sekolah--perilaku school bullying tidak ditanggapi serius oleh guru mengakibatkan perilaku school bullying lebih sering terjadi berulang-ulang--dan media berupa internet, televisi, serta media elektronik lainnya.

  4. Teman sebaya : teman sebaya yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain akan berimbas kepada perkembangan anak. Anak juga akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh teman-temannya. 

Akibat Bullying di Sekolah Dasar

Dampak luar biasa dari bullying akan terjadi pada pelaku dan korban. Pelaku akan memiliki watak keras, tidak dapat berempati, dan merasa memiliki kekuasaan. Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan adalah korban menjadi cemas, depresi yang dapat berakhir dengan bunuh diri, menurunnya minat belajar, dan mengikuti kegiatan sekolah. Sedangkan akibat jangka panjang dari penindasan ini seperti mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik dengan teman sebaya dan selalu memiliki kecemasan terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya. 

Korban bullying juga akan berkaca dari tindakan apa yang pernah diterima, tindakan ekstrim lainnya korban akan melakukan balas dendam pada pelaku bullying yang tentu saja dalam bentuk yang lebih ekstrim. Korban bullying akan berubah kondisi menjadi pelaku bullying (Kusuma, 2016). 

Peran Orang Dewasa dalam menyikapi Bullying di Sekolah Dasar

Dewasa ini orang tua lebih memilih untuk menyerahkan pendidikan anaknya kepada pihak sekolah karena adanya tuntutan dunia kerja. Padahal pembentukan perilaku, watak serta kepribadian anak berawal dari lingkungan keluarga. Perbedaan pola asuh yang diterapkan pada setiap keluarga tentu membentuk perilaku anak yang berbeda-beda pula. Berikut adalah pola asuh yang dapat menimbulkan perilaku bullying pada anak : 

Keluarga yang menerapkan pola asuh permisif membuat anak terbiasa untuk bebas melakukan segala sesuatu yang diinginkannya. Akibatnya anak menjadi manja, akan memaksakan keinginannya, dan tidak tahu letak kesalahannya sehingga segala sesuatu yang dilakukan dianggapnya benar. 

Begitu pula dengan pola asuh yang keras yang cenderung mengekang kebebasan anak sehingga terbiasa mendapatkan perlakuan kasar yang nantinya bisa dipraktikkan dalam pertemanannya.

Pola asuh otoriter yang mementingkan kepatuhan anak terhadap orang tua, terjadi pemaksaan kehendak dari orang tua yang berbenturan dengan kesiapan anak sehingga anak mengalami trauma atau melakukan perlawanan/ substitusi dengan melakukan bullying pada anak lain. 

Pola asuh yang mengabaikan (uninvolved parenting) juga dapat menjadi faktor yang pendorong bullying. Pola asuh mengabaikan tindak berpusat pada apa yang baik untuk anak, melainkan hanya berpusat pada keinginan dan kepentingan orang tua. Pola asuh seperti ini mengakibatkan anak bertindak tanpa kendali dan jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya tindakan bullying dan kecenderungan terlibat kenakalan remaja dan bertingkah antisosial. 

Selanjutnya adalah peran orang dewasa di lingkungan sekolah. Sekolah bagi anak usia Sekolah Dasar adalah rumah kedua yang kondisinya harus diciptakan senyaman dan seaman mungkin. Kondisi yang terjadi sebaliknya akan menjadikan sekolah sebagai tempat berlatih untuk bertindak negatif yang dapat merusak bahkan menghancurkan masa depan anak. Guru, karyawan, dan masyarakat di sekitar sekolah bertanggungjawab untuk menciptakan lingkungan sekolah yang optimal bagi pertumbuhan seorang anak.

Orang dewasa, sebagai pihak yang lebih mengerti, harus bisa mendampingi anak dalam berperilaku, menjadi sandaran anak, serta memberi rasa aman dan nyaman pada anak. Sebagai orang dewasa kita tidak boleh menyepelekan perilaku menyimpang yang dilakukan anak, kita harus mampu mengajarkan nilai baik dan buruk kepada anak serta mengajarkan anak untuk mengetahui dan mengakui kesalahannya. Pada kasus bullying di sekolah, orang dewasa harus bisa menyikapinya dengan rasional dan tidak bias. Orang dewasa harus bisa menjadi tempat anak untuk mengadu, tempat meminta saran, tempat memperoleh rasa aman dan nyaman, serta mampu membimbing anak. Orang dewasa hendaknya menindaklanjuti kasus bully dengan seksama dan tegas. Orang dewasa yang dimaksud disini adalah orangtua, keluarga, guru, karyawan, dan masyarakat yang berada di sekeliling anak.

*Mutiara Titian Istiqomah

Referensi :

Widayanti, C.G. and Siswati, S., 2009. Fenomena bullying di sekolah dasar negeri di semarang: sebuah studi deskriptif. Jurnal Psikologi Undip.

Dwipayanti, I.A.S. and Indrawati, K.R., 2014. Hubungan antara tindakan bullying dengan prestasi belajar anak korban bullying pada tingkat sekolah dasar. Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), pp.251-260.

Aini, D.F.N., 2018. Self esteem pada anak usia sekolah dasar untuk pencegahan kasus bullying. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Sekolah Dasar (Jp2sd), 6(1), pp.36-46.

Hertinjung, W.S., 2013. Bentuk-bentuk perilaku bullying di sekolah dasar.

Dewi, P.Y.A., 2020. Perilaku School Bullying Pada Siswa Sekolah Dasar. Edukasi: Jurnal Pendidikan Dasar, 1(1), pp.39-48.

Rahayu, B.A. and Permana, I., 2019. Bullying di sekolah: Kurangnya empati pelaku bullying dan pencegahan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(3), pp.237-246.

Soedjatmiko, S., Nurhamzah, W., Maureen, A. and Wiguna, T., 2016. Gambaran bullying dan hubungannya dengan masalah emosi dan perilaku pada anak sekolah dasar. Sari Pediatri, 15(3), pp.174-80.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun