Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KTP Disalahgunakan untuk Pinjol? Sudah Saatnya OJK Membuat Aturan Peminjaman Dana di Pinjol

11 Agustus 2024   13:24 Diperbarui: 11 Agustus 2024   13:25 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seorang HRD telah menyalahgunakan KTP milik calon pekerja untuk meng-apply pinjaman online. Hingga saat ini, korban penyalahgunaan itu kian bertambah. Para korban kerap mendapat teror dari pihak pinjol sehingga membuat resah"

***

Ketika saya sedang mendengarkan lagu di youtube, tiba-tiba sebuah iklan pinjaman online muncul. Iklan tersebut menawarkan pinjaman dengan modal KTP dan nomor hape doank. 

Semakin lama nomor hape digunakan, maka semakin besar jumlah uang yang bisa dipinjam. Lantas, iklan pinjol tersebut mengatakan kalau mereka sudah terdaftar di base OJK sehingga dinyatakan legal. 

Melihat iklan pinjol kian masif dan gencar membuat diri saya bertanya, apakah cukup bila OJK hanya menyatakan bahwa pinjol A, B, C legal. Tapi tak melihat dampak buruk dari kehadiran pinjol itu. 

Kemudahan apply hanya berbekal KTP dan nomor HP rentan dimanfaatkan orang-orang jahat untuk meraup untung. Seperti kejadian di Jakarta Timur baru-baru ini. 

Terdapat 27 pelamar kerja di sebuah konter HP yang datanya digunakan untuk pinjol tanpa seizin korban. Para korban (pelamar kerja) diminta menyerahkan KTP dan HP oleh pihak penerima kerja (HRD). 

Tak berapa lama, 27 orang itu mendapat tagihan dari nomor tak dikenal. Jumlah totalnya fantastis, mencapai angka Rp 1,1 milyar. Padahal, para korban tak pernah sama sekali berurusan dengan pinjol.

Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres Jakarta Timur pada 5 Juni 2024 lalu, terkait penipuan dan penggelapan dana. Hingga Agustus ini, belum ada lagi kabar mengenai pelaku dan korban. Namun demikian, kasus ini terlanjur membuat masyarakat resah, terutama bagi pelamar kerja.

Setelah membaca berita itu, saya jadi berpikir bahwa tugas OJK bukan hanya menyaring pinjol dari pinjol ilegal menjadi legal, tetapi juga membuat aturan soal peminjaman. 

Ya masak, hanya berbekal KTP dan nomor HP, orang sudah bisa meminjam uang. Kalau seperti ini caranya, makin banyak korban penyalahgunaan data. Alih-alih mendapat kerja malah mendapat sial karena ditagih debt Collector. 

Di dunia ini, orang jahat itu banyak. Perkara mendapat uang bisa melalui data orang lain. Tak hanya melalui modus lamaran kerja. Beberapa waktu lalu, sebuah berita soal jualan minyak murah dengan syarat selfi dengan KTP juga marak. 

Para pelaku menyasar para ibu atau orang sepuh yang biasanya kurang update informasi soal penipuan. Demi minyak goreng Rp 5000, data bisa disalahgunakan, ketenangan pun melayang karena telepon beruntun dari pinjol. 

Baca juga : Demi Minyak Goreng Murah, Diminta Selfie KTP? Jangan Mau, It's Trap!

Ngeri bukan? Jelas. Saya saja ketika membacanya langsung menyimpan rapat-rapat KTP di tas. Takut sekali bila jatuh lalu ditemukan oleh orang jahat. 

Sekarang ini, kemudahan meminjam di pinjol menginisiasi para penjahat untuk mencari celah. Mereka akan berusaha mendapatkan identitas lebih banyak orang agar bisa dipakai apply pinjol. 

Adanya masalah ini, saya harap, pemerintah melalui OJK bisa bertindak tegas dengan mencanangkan aturan peminjaman dana di pinjol.

Jangan sampai, memakai identitas sembarangan orang, tapi tetap di-Acc oleh pihak pinjol karena syarat yang begitu mudah yakni berbekal foto KTP atau Selfie KTP.

***

Baiklah, itu dia uneg-uneg dan keresahan saya soal pinjaman online yang kian mudah memberikan dananya, sehingga berpotensi menciptakan kejahatan pencurian data dan penggelapan dana. 

Mengapa saya menulis ini? Saya hanya ingin memberi masukan pada pemerintah selaku pembuat kebijakan. Sebab, kalau bukan pemerintah yang melindungi kepentingan warga negaranya, siapa lagi?

Semoga bermanfaat dan salam dari Nurul Mutiara R A 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun