"Wah, ada tukang somay dan bakso. Beli ah."
"Wah, ada es teler dan es campur. Beli yuk."
Kira-kira begitulah kebiasaan saya ketika mendapati penjual-penjual makanan lewat di depan mata. Pikiran rasanya menghentikan tiap penjual, lantas membeli dagangannya.Â
Bagus, harusnya. Tapi tentu saja kebiasaan ini gak bagus untuk badan dan dompet. Selama kurang lebih 4 bulan belakangan, saya cukup banyak pikiran, itu ternyata memicu keinginan untuk makan.Â
Yang lebih mendukung, di rumah, beberapa kali adik saya masak makanan enak. Tentu, hal tersebut membuat saya kalap makan. Akhirnya, berat badan saya tak terkontrol.Â
Berat badan saya yang semula 53 berubah menjadi 58. Meski cuma berjarak 5 kilogram, tapi angka tersebut jadi penanda bahwa saya harus mulai mengontrol makanan yang masuk ke tubuh.Â
Dua hal yang susah saya lakukan ketika hari-hari biasa adalah berdiet dan berhemat pengeluaran. Mungkin, itu terjadi karena banyaknya kesempatan untuk membeli makanan.Â
Selain itu, di hari-hari biasa, anggota keluarga selalu masak atau membeli makanan enak sehingga saya tergiur untuk makan, makan dan makan.Â
Bagi saya, Ramadan adalah kesempatan yang tepat untuk menjaga tubuh dan menghalau tabungan keluar. Mengapa? Ada beberapa alasan,Â
Pertama. di bulan Ramadan, tak banyak orang yang berjualan keliling sehingga mengurangi keinginan untuk membeli makanan.