"Ulat ini ulat, kebangetan sudah 2023 lauknya masih ulat," (Kata si guru dengan Bahasa jawa)
Kalimat tersebut mungkin terlihat biasa saja. Tapi bayangkan bila itu diterima oleh anak yang punya sifat sensitif dan insecure yang tinggi, kalimat tersebut akan mendorong anak untuk menutup diri.Â
Makanan dari ulat sagu yang sebenarnya biasa saja. Bakal dianggap menjijikan oleh satu kelas. Gak heran, teman-teman si anak banyak yang mengeluarkan kalimat-kalimat yang kurang enak didengar. Seandainya guru tersebut mengatakan hal ini di kelas, maka saya yakin persepsi mengenai ulat sagu bisa berubah.
"Lho, bawa ulat sagu untuk makanan. Enak gak, Nak? Ulat sagu tuh punya gizi yang tinggi, jangan salah. Anak-anak, di beberapa wilayah di indonesia, ulat sagu dijadikan lauk lho!"
Memang, setelah viral dan banyak netizen yang berkomentar pedas, si guru akhirnya minta maaf. Ia mengakui tak berniat membuli, hanya kaget karena ada anak didiknya membawa ulat sagu yang notabene merupakan kejadian langka.
Berdasar Psikolog, Ayank Gustiana M.Psi, Psi yang dinukil dari mommiesdaily.com, ada beberapa alasan guru membully siswanya, berdasar faktor psikologis, biologis hingga sosial.Â
Faktor biologis, misalnya guru yang secara fisik lelah, lapar, capek umumnya menjadi lebih sensitif terhadap situasi, misalnya muridnya berisik atau sulit untuk dinasihati.
Secara psikologis, berkaitan dengan emosi dan pengendalian dalam diri si guru, pengalaman masa lalu, kepribadian guru yang temperamen, rendahnya konsep menghargai orang lain, atau punya masalah dengan anger management issue maupun masalah psikologis lain.
Secara sosial, bisa jadi karena pengaruh latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, kondisi finansial, minimnya dukungan rekan kerja dan sekolah.
Nah, itu dia beberapa alasan yang melatarbelakangi seorang guru bisa melakukan pembulian kepada siswanya di kelas. Melalui tulisan ini, saya hanya ingin berbagi uneg-uneg mengenai guru dan praktik pembulian yang pernah saya alami atau ketahui.Â