"Bisa menikmati keindahan Danau Zamrud dengan mata sendiri adalah anugerah dari Tuhan yang tiada tara, termasuk ketika menemukan senja di atasnya"
***
Perjalanan kami membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam dari Pekanbaru. Ada tiga mobil bergerak begitu cepat melintasi jalan dengan aspal yang cukup kasar.Â
Sepanjang perjalanan, mata saya begitu mudah menangkap landskap pepohonan sawit yang berjenjang rapi. Sangat homogen. Itulah rute yang akan kami tempuh menuju Taman Nasional Danau Zamrud di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Saya yang baru pertama kali bertandang ke sana hanya bisa melongo melihat panorama kiri dan kanan. Sungguh berbeda dengan pemandangan Kota Pekalongan yang berada di wilayah pantura. Meski demikian, temperaturnya sama. Sama-sama panas.
Mobil berwarna putih yang saya tumpangi kian melesat cepat. Tak berapa lama, sebuah gapura dengan pos penjagaan terlihat di depan mobil kami. Itu merupakan satu-satunya jalan menuju Danau Zamrud yakni melalui pintu BOB PT BSP Pertamina Hulu.
Setelah surat perizinan masuk diperiksa, saya dan teman-teman mulai bergerak menjauhi gapura pintu masuk, melaju tegas menuju titik penjemputan.
Jalan menuju Taman Nasional Danau Zamrud tidaklah mulus dan beraspal. Masih berupa tanah merah bergeronjal. Tak heran bila selama perjalanan, debu dari gesekan ban dan tanah mengepul layaknya kabut. Cukup mengganggu jarak pandang.
Driver kami meminta untuk tidak membuka kaca jendela agar debu tak masuk ke mobil. Hari itu kami beruntung karena tidak hujan. Coba kalau hujan, mungkin mobil tak bisa melanjutkan perjalanan karena terjebak tanah becek.Â
Berbeda dengan pemandangan dari Pekanbaru tadi yang berisi pepohonan sawit. Kali ini, kanan kiri merupakan pohon-pohon alam, pepohonan khas hutan gambut. Jika beruntung, kami bisa melihat satwa liar lewat di jalan tersebut karena itu memang habitat mereka. Namun, sayangnya saya belum beruntung.
Setelah kurang lebih memakan waktu 1 jam, akhirnya kami tiba di titik penjemputan. Di sana sudah ada dua kapal pompong milik BBKSDA Riau yang menunggu.
Dengan tergopoh-gopoh, saya mulai naik ke kapal disusul teman-teman yang lain. Ya, hari itu, kami melakukan trip media menyusuri beberapa tempat di Riau, termasuk Danau Zamrud, sebuah perairan alami yang Tuhan buat di Desa Dayun.
Danau Zamrud terdiri dari 2 danau yang berdekatan. Kedua danau tersebut bersisihan satu sama lain yaitu Danau Besar dengan luas 2.416 ha, dan Danau Bawah dengan luas 360 ha. Orang setempat biasa menyebut danau sebagai tasik. Jadi jangan bingung ketika ada yang mengatakan tasik besar atau tasik bawah.
Belum banyak orang tahu mengenai danau alam yang satu ini. Cobalah untuk bertanya mengenainya, saya jamin, tak ada yang tahu bahwa di bumi Lancang Kuning terdapat sebuah danau gambut terbesar 2 dunia.
What, Danau Gambut terbesar 2 dunia? Thats, right. Itu dia!
Sebelumnya, saya juga tak pernah tahu mengenai danau cantik ini. Tiap kali ditanyai mengenai danau, pasti yang terbesit di otak, kalau tidak nama Toba, ya, Sentarum. Mungkin, saya memang kurang jauh main.
Selepas naik pompong, kami bergerak melewati berbagai vegetasi khas rawa gambut. Bermacam jenis burung bersahutan, kicaunya berlomba dengan deru mesin kapal pompong yang membelah air berwarna merah kecoklatan.
Itu perjalanan pertama saya naik kapal pompong, menemukan keindahan khas hutan gambut yang masih tersisa dari banyaknya hutan yang telah bertransformasi menjadi lahan sawit.
Hari itu saya bahagia sekaligus khawatir. Saya bahagia karena menemukan sebuah permata tersembunyi yang masih bersih dan cantik. Namun pada sisi yang lain saya merasa khawatir dengan masa depan danau dan bentang alam yang menyelimutinya.
Tanpa kesadaran dan perlindungan yang benar, 20 atau 50 tahun lagi, danau ini mungkin saja dipenuhi oleh sampah-sampah plastik atau berubah wajah menjadi muram karena pembalakan liar. Jujur, sedih membayangkannya.
Lanjut. Setelah menjelajah sekitar 50 menit di atas Danau Besar, kapal yang saya tumpangi akhirnya berhenti di sebuah titik. Di sana ada beberapa bangunan dan 1 mushola kecil yang berada area rawa. Tempat tersebut sepertinya difungsikan sebagai lokasi istirahat para petugas dari BBKSDA saat berpatroli menjaga taman nasional.
Di sanalah kami akan beristirahat nantinya. Membaur dengan alam tanpa gadget dan juga sinyal. Asal tahu saja, saat memasuki Taman Nasional Danau Zamrud, itu artinya tak ada lagi notifikasi yang bisa masuk ke ponsel.
Dan inilah pemandangan yang tidak saya duga sebelumnya. Semburat cahaya matahari berwarna orange terlihat begitu indah. Senja berbinar di atas surau kecil di lokasi kami berhenti.
Meski terbiasa melihat dan menangkap momen senja melalui kamera ponsel, namun kali itu sangat spesial untuk saya. Senja itu berada di atas Danau Zamrud, sebuah tempat dimana badan ini tak pernah membayangkan bisa menjejak di atasnya.
Saya bahagia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menyusuri taman nasional ini selama dua hari. Keindahan dan keasrian hutan yang menyelimutinya, membuat saya sadar bahwa tempat ini haruslah dijaga secara benar, baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Semoga dikemudian hari, saya bisa melakukan trip kembali dan memotret lebih banyak lagi sudut-sudut indahnya. Kemudian, menuliskannya dalam bentuk travel story melalui blog atau media sosial. Tentu saja masih dengan keasrian alam yang sama.Â
Salam lestari untuk hutan dan alam Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H