Perubahan iklim bukanlah ilusi atau konspirasi yang dibentuk untuk menakut-nakuti. Ia memang nyata, hadir di antara kita semua dan mengancam kehidupan. Apakah ia sepele? Tentu tidak! Karena perubahan iklim-lah, kotaku Pekalongan tidak seperti dulu. Kotaku Pekalongan terancam tenggelam dan kehilangan binar kehidupannya.
***
Sore itu tak hujan. Cuaca cerah bahkan cenderung panas. Namun demikian, di bawah teriknya matahari yang menghitamkan kulit, terdengar kecipuk air, seolah ada orang tengah berjalan di antara genangan banjir.
“Ah, mana mungkin banjir. Panas-panas kok banjir”?
Tapi nyatanya memang demikian. Di Pekalongan dan beberapa kota pesisir lainnya, banjir lumrah terjadi ketika matahari bersinar dengan cerahnya, walau tanpa hujan sekalipun.
Itulah yang dinamakan banjir rob, kondisi meluapnya permukaan air laut ke daratan karena beberapa faktor yakni penurunan muka tanah (land subsidence), gelombang pasang yang tinggi, abrasi pantai hingga perubahan iklim (global warming).
Beberapa waktu lalu, ketika berkunjung ke kawasan edukasi dan restorasi bernama Mangrove Park, aku terkejut karena tempat tersebut terendam air cukup dalam, sekitar 10-30 cm. Padahal, sebelumnya jalanan menuju area utama kering kerontang.
Setelah bertanya pada pihak pengelola, beliau berkata bahwa Mangrove Park sering terendam air hingga ketinggian 30 cm. Tak heran, kondisi tersebut membuat pembangunannya menjadi terhambat, padahal rencananya tempat tersebut bakal dioptimalkan sebagai destinasi wisata edukatif oleh pemerintah Pekalongan.