Setelah turun dari Jeep, salah satu pemandu wisata mengarahkan kami agar segera menuju ke Arum Art.
Di sana, kami dapat menemui Bapak Supoyo selaku pemilik dan bisa mulai merasakan sendiri praktik membuat gerabah. Pengalaman yang tentu saja pertama bagi saya dan beberapa kawan satu rombongan. Kira-kira bakal kayak apa ya?
Kala itu, Pak Supoyo menunjuk Ibu Yuri sebagai pendamping yang akan membantu kami membuat gerabah.
Ibu Yuri ini sudah bekerja sebagai pengrajin selama 10 tahun lebih. Tak heran, beliau sudah katam dengan segala bentuk, ukuran dan motif gerabah yang hendak dibuat.
Hal pertama yang harus dilakukan ketika membuat gerabah adalah saya perlu meletakkan kedua tangan di atas pottery wheel dengan posisi siku lurus di atas lutut.
“Mbak mau membuat apa, ada gelas, cangkir, piring, stupa, kendi? Nanti biar saya yang memutar pottery wheelnya, Mbak tinggal Fokus saja membentuk tanah liatnya," bu Yuri bertanya pada saya.
“Saya membuat gelas saja Bu yang mudah”
Bu Yuri tersenyum dan mengangguk. Beliau kemudian mulai mempersiapkan tanah liat dan mengarahkan tangan saya agar mulai menekan tanah dengan jari. Suprised, awalnya saya kira membuat tembikar atau gerabah itu mudah dan sepele.
Namun setelah mencobanya sendiri saya cukup kesusahan. Beberapa kali tanah liat yang ada di pottery wheel penyok tak berbentuk. Kurang lebih seperti ini gambarnya,
Bu Yuri terus memberi semangat agar saya bisa menyelesaikan gerabah dan memolesnya sendiri dengan nama yang saya inginkan.