Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Upaya Mitigasi Bencana Melalui Aktivitas "Back to Nature"

22 Agustus 2019   13:35 Diperbarui: 22 Agustus 2019   16:57 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Back to nature, istilah tersebut santer terdengar ketika berhubungan dengan upaya pelestarian hutan. Ya, memang tak salah. Pada tahun 2005, Richard Belougi, yang merupakan pekerja sosial di pedalaman Indonesia menginisiasi gerakan Indonesia back to nature untuk menjaga kelestarian hutan.

Gerakan tersebut terbentuk atas rasa prihatin Richard terhadap permasalahan yang terjadi pada hutan Indonesia yang kian rapuh akibat penggundulan. Padahal kita semua tahu bahwa hutan merupakan paru-paru bagi dunia, tempat hidup bagi setiap organisme termasuk manusia itu sendiri.

Beberapa tahun setelah itu, konsep back to nature tidak hanya berhubungan dengan upaya pelestarian hutan saja. Tetapi meluas  maknanya menjadi setiap tindakan yang melibatkan hubungan antara manusia dan alam. Menanam mangrove untuk kelestarian hutan bakau juga termasuk kegiatan back to nature.

Back to nature dengan menanam mangrove (Sumber : Okezone.news)
Back to nature dengan menanam mangrove (Sumber : Okezone.news)

Nah berkenaan dengan isu sampah plastik, back to nature bisa menjadi upaya mitigasi yang tepat untuk mengedukasi masyarakat agar lebih peduli dengan alam. Caranya? Kita bisa memulai dari hal-hal sepele. Misalnya mereduksi penggunaan sedotan dan kantong plastik, lalu menggantinya dengan bahan yang ramah lingkungan.

Pada hari raya idul adha beberapa waktu lalu, konsep back to nature sudah mulai diterapkan masyarakat ketika mengemas daging qurban. Mereka mengganti kantong plastik dengan daun jati, daun pisang atau besek. Upaya ini mungkin terlihat sepele, namun manfaatnya begitu besar, yaitu mencegah terbuangnya sampah plastik secara masal.

Sumber gambar : Tempo.co
Sumber gambar : Tempo.co

Selain substitusi kemasan plastik, konsep back to nature melalui gerakan membawa tumbler dan kotak makan, gerakan memakai sedotan stainless, gerakan membawa tas belanja sendiri, dan gerakan ramah lingkungan lainnya perlahan sudah mulai digalakkan.

Dalam acara Gerakan 1000 Startup di Istora Senayan, Jakarta, 18 Agustus 2019 lalu misalnya, Menteri Sri Mulyani dan Susi Pujiastuti menolak disuguhi air mineral botol. Menteri Susi bahkan mengajak para hadirin untuk mengurangi sampah plastik yang keberadaannya sudah sangat memprihatinkan di lautan. Keduanya menegaskan bahwa mereka selalu membawa tumbler kemanapun, untuk menghindari pembelian air mineral kemasan.

Ya, itu dia salah satu cara mengajak oranglain untuk menghargai alam, melalui trendsetter layaknya Bu Susi atau Bu Sri. Saat ini Indonesia masih membutuhkan trendsetter lebih banyak lagi agar budaya sadar bencana masyarakat bisa muncul secara alami tanpa adanya paksaan. Ya, ini berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai kesiapsiagaan bencana sejak dini.

Gerakan back to nature harus membudaya di dalam hati. Ia harus digemakan dan ditularkan ke seluruh anggota masyarakat terutama kepada anak-anak. Hal ini karena anak-anak merupakan generasi masa depan dimana lebih mudah meniru kebiasaan orang sekitarnya, terutama orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun