Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Upaya Mitigasi Bencana Melalui Aktivitas "Back to Nature"

22 Agustus 2019   13:35 Diperbarui: 22 Agustus 2019   16:57 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, kejadian mengenai paus yang terdampar juga pernah terjadi. Tepatnya 2018 lalu, di perairan Wakatobi. Seekor paus jenis Sperm Whale ditemukan dalam keadaan mati dengan perut penuh sampah plastik. Berbagai jenis plastik mulai dari botol plastik, tali rafia, tutup galon, kresek, dan sampah plastik lainnya mengendap di perut si paus.

Kawan! adanya kejadian itu menunjukkan pada kita semua bahwa polusi yang disebabkan oleh plastik kian memprihatinkan. Sampah plastik telah mengotori lingkungan, mengganggu keseimbangan ekosistem, baik darat maupun lautan.

Dengan mata telanjang pun, kita bisa menyaksikan sampah plastik tersebar di berbagai tempat. Di selokan, di jalanan, di tanah lapang, di halaman rumah, di taman, di gunung, di tempat wisata bahkan di tempat tertutup sekalipun seperti bioskop.

Berdasarkan informasi dari Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk hingga tahun 2019 mencapai 67 juta ton, 60% diantaranya merupakan sampah organik, 15% merupakan sampah plastik.

Bukan masalah jika kita membicarakan sampah organik karena itu bisa terurai dengan mudah dan cepat. Namun bagaimana dengan sampah plastik, yang membutuhkan waktu lama untuk terurai? Tahukah kamu berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya sampah plastik bisa terurai?

Infografis oleh: Indonesiabaik.id dengan editan pribadi
Infografis oleh: Indonesiabaik.id dengan editan pribadi
Jika sampah plastik membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun supaya bisa terurai, masihkah kita terus membiarkan mereka terkumpul hingga menyebabkan bencana dan menjatuhkan banyak korban jiwa? Tidak kawan. Stop.

"Back to Nature" sebagai Upaya Mereduksi Sampah Plastik

Alam dan manusia, keduanya memiliki hubungan timbal balik yang tak terpisahkan.  Alam berguna sebagai penyedia kehidupan bagi manusia, sedangkan manusia merupakan perawat yang bertugas melestarikan alam. Apabila terjadi mutualisme yang baik antar keduanya, maka terjalinlah suatu harmoni yang indah. Kita jaga alam, alam jaga kita.

Akhir-akhir ini, kita kerap mendengar pemberitaan melalui berbagai media mengenai bencana yang terjadi di Indonesia. Beberapa bencana seperti banjir, pencemaran air dan tanah, serta longsor disinyalir merupakan "ulah tangan manusia". Ya, manusia yang seharusnya menjaga alam, dinilai telah lalai karena membiarkan alam sekarat dengan jutaan ton sampah plastik yang terserak.

Idealnya, tatkala manusia berkawan baik dengan alam, maka alam pun akan bertindak demikian. Namun kenyataannya, alam tengah protes pada manusia melalui aktivitasnya. Sebanyak 2572 bencana tercatat merenggut ribuan jiwa selama 2018 (BNPB). Jika sudah seperti ini, masihkan kita abai terhadap sinyal yang alam berikan?

Stop cuek! Mari kita mulai olah mindset melalui mitigasi kebencanaan secara tepat dengan kenali bahayanya, kurangi risikonya. Saatnya menjaga alam dengan memulai aktivitas "Back to nature" demi terjalin kembali tali persaudaraan antara manusia dan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun