Kita sering kali memandang masalah seperti benang kusut yang saat melihatnya saja sudah membuat kepala menjadi sakit, apalagi mengurainya. Namun, mengurai benang kusut bukan hal yang mustahil dilakukan. Kita bisa melakukannya, meskipun mungkin ada yang harus patah, digunting, atau dibuang. Masalah dalam hidup pun demikian. Akan ada cara untuk mengurainya, meskipun sulit, meskipun harus patah dan menyambung patahan itu lagi. --kutipan dari buku 'Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang karya Sabrina Ara'.
Overthinking adalah kebiasaan yang dapat merugikan kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Tetapi, dengan adanya kesadaran akan pola pikir yang tidak sehat dan upaya untuk mengubahnya, seseorang dapat belajar untuk mengatasi kecenderungan overthinking dan menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.
Kalian tau nggak sih, pikiran kita itu sebenarnya nggak selalu rasional, apalagi kalo kita lagi ngerasain sebuah emosi yang kuat dan ini nantinya akan mengarah pada kebiasaan negatif thinking semisal kita lagi merasa sedih atau cemas.
Sebelum scroll lebih jauh, kalian harus tau dulu istilah psikologi berikut ini.
Sensasi adalah hal yang berasal dari luar dan ditangkap oleh pancaindra manusia, contohnya suhu yang dingin, keheningan, sampe ke cahaya matahari yang bikin kita silau.
Persepsi adalah sesuatu yang tertangkap oleh pancaindra dan kemudian dikirim ke otak untuk dimaknai serta diberi respon. Misalnya, kalian berada di ruangan ber-AC yang dingin banget, jadi sebelum kalian masuk ke ruangan itu, kalian udah nyiapin jaket tebal dari rumah. Maka respon yang muncul adalah rasa puas terhadap diri sendiri karena sudah memakai jaket yang tebal.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita mempersepsi sesuatu?
Proses mempersepsi sebenernya dipengaruhi berbagai macam hal, seperti mindset, pikiran, perasaan, sikap, bahkan kepercayaan kita. Ini bisa kita lihat dari perbedaan orang kaya yang bisa beli Mcd kapan aja, sama orang berstatus ekonomi rendah yang nggak pernah ke Mcd, pasti persepsinya mereka beda-beda tentang restoran itu.
Sebelum kita mengambil keputusan yang cepat tentang bagaimana mempersepsikan sebuah kejadian, kita harus kasih konteks ke kejadian dan pengalaman itu terlebih dahulu. Kalo pikiran kita lagi sinkron sama keadaan (realita), kita bisa kasih makna atau konteks dengan benar dan sehat.Â
Misalnya Budi ngeliat temen sekelasnya di mall dan dia coba nyapa, tapi sayangnya, temen Budi nggak notice sama sekali. Kalo pikiran Budi lagi sinkron sama keadaan, mungkin dia bakal sadar kalo temennya itu nggak denger sapaan Budi. Tapi, banyak orang yang pikirannya nggak sinkron sama realita dan ini akhirnya bakal menyebabkan seseorang menjadi negative thinking. Seandainya Budi pikirannya nggak sinkron sama keadaan, bisa aja dia beranggapan kalo temennya itu ngebenci si Budi dan ini malah ngebuat si Budi ngerasa buruk sama dirinya sendiri.
Bila dunia tampak buruk, ubahlah cara pandangnya. Ini bisa diimplementasikan dengan cara mengurangi  dan mengatasi pikiran negatif.
Sebenarnya, pikiran manusia bisa kita kontrol dan punya pola. Berikut 3 pola negative thinking yang paling umum berdasarkan Channel YouTube Satu Persen-Indonesian Life School:
1. Pola pukul rata. Pola ini muncul setelah ada satu atau serangkaian kejadian yang ngebuat orang melakukan pukul rata kalau kejadian itu bakal mempengaruhi seluruh hidupnya meskipun belum kejadian. Misalnya seorang pelajar pernah salah ngomong ketika lagi presentasi, dan ini ngebuat dia ngerasa kalo pengalaman salah ngomong ini akan terulang lagi di masa depan, juga munculnya pikiran kalo dia bakal gagal dalam mempresentasikan materi apapun. Atau seorang perintis yang pernah gagal saat ingin memulai bisnis dan kemudian dia beranggapan bahwa dia nggak akan pernah bisa membangun suatu usaha.Â
Solusinya adalah kita harus sadar kalo satu kejadian buruk sekalipun nggak ada sangkut pautnya sama masa depan, sekalipun situasinya sama, kita punya kehendak buat ngubah kejadian tersebut menjadi seperti apa yang kita harapkan.
2. Langsung lompat ke kesimpulan. Pola ini biasanya berasal dari asumsi yang dibuat dan kita nggak tahu itu benar atau salah. Contohnya, asumsi tentang bagaimana pikiran orang lain tentang kita. Seperti si Budi yang diabaikan temannya ketika bertemu di mall, padahal Budi sadar kalo mall itu isinya nggak cuma dia dan temennya aja. Tapi tanpa pikir panjang, si Budi langsung lompat ke kesimpulan dan mikir kalo temennya itu benci sama dia, padahal belum tentu juga kan. Nah itu sebenarnya ialah pola langsung lompat ke kesimpulan, padahal Budi nggak punya bukti kuat alasan temennya itu benci sama dia selain pertemuan di mall.
3. Pola menyalahkan. Pola pikir negative di mana seseorang menyalahkan suatu kejadian ke satu pihak saja, bisa ke diri sendiri atau orang lain. Realitanya, sebuah kejadian mau itu event, bencana, dan sebagainya pasti ada faktor yang seringkali nggak bisa kita kontrol. Misalkan Budi datang ke suatu acara dan nggak satu pun orang yang ngajak dia ngobrol. Sehingga Budi menjadi kecewa. Jadilah Budi berpikir negatif seperti "ah gue orangnya nggak asik nih", padahal si Budi ini nggak ikut nimbrung ada faktor penyebabnya. Â Jadi stop nyalahin diri sendiri, cukup sadari aja kalo nggak seharusnya buat menyalahkan diri atas situasi yang terjadi.
Jadi, bagaimana cara mengatasi overthinking yang berlebih?
Well, jawabannya udah ada di bagian paling atas artikel ini, yaitu cara kita memberi konteks ke kejadian dan bagaimana kita mempersepsikan sesuatu. Pola pikir negatif itu salah satu cara pikiran kita buat ngeyakinin yang belom tentu benar, banyak hal yang mempengaruhi kita sehingga kita dapat berpikir demikian.Â
Jadi, ini kan persepsi masing-masing ya, kita juga harus tau bagaimana kerja pikiran dalam mempersepsikan sesuatu, bagaimana kita paham berpikir secara menyeluruh. Cara mengatasinya juga macam-macam, bisa dengan melatih diri untuk mengendalikan pikiran dengan baik atau mungkin banyak dari kita yang belajar dari tips-tips buku tentang psikologi dan sebagainya.
Terkadang, di tengah kechaosan dunia, kita perlu mengubah cara pandang kita. Daripada terpaku pada keburukan, mari kita coba mencari sinar harapan di tengah kegelapan. Ini bukan sekadar optimisme buta, tetapi sebuah panggilan untuk menemukan kekuatan dan inspirasi di sekitar kita, bahkan ketika semuanya tampak suram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H