Berita duka silih berganti di masa pandemi. Setiap harinya media-media dipadati dengan adanya informasi pilu, namun memang sudah kenyataan adanya yang telah membuat kita emosi dalam kesedihan. Mulai dari informasi peningkatan korban terpaparnya virus Covid-19 dengan pasien positif yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Korbannya baik masyarakat maupun tenaga medis yang dimana diantaranya tak sanggup untuk bertahan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir akibat serangan virus.
Maka dari itu,tak ingin penularan Covid-19 semakin merajalela, Presiden Joko Widodo pertengahan Maret lalu mengimbau masyarakat bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah. Ini dilakukan sebagai upaya melawan virus Corona atau Covid-19 yang menyebar secara masif di Indonesia.
Sejumlah Institusi pendidikan meliburkan sekolah, meminta muridnya belajar di rumah, dan memindahkan ruang belajar ke dunia maya. Program tersebut bernama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), mahasiswa memanfaatkan gawai dan jaringan internet untuk mendapatkan materi pembelajaran dari dosen di kampus.
Menurut Septa Yongky dalam blognya yang berjudul “Pemanfaatan Internet dalam pembelajaran”, ia menjelaskan Proses pembelajaran jarak jauh dapat disampaikan dengan menggunakan berbagai teknik dan teknologi yaitu salah satunya adalah E-learning atau sering pula disebut pembelajaran online.
Pembelajaran online dalam pelaksanaannya memanfaatkan dukungan jasa teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, seperti komputer, telepon, audio, video, transmisi satelit, dan sebagainya. Pembelajaran online ini memungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh yang bisa menjangkau lebih banyak orang dan berbagai tempat sampai daerah terpencil atau pedalaman sekalipun yang membutuhkan pendidikan.
Dalam teknologi e-learning, semua proses pembelajaran yang biasa didapatkan di dalam sebuah kelas dilakukan secara live namun virtual. Artinya pada saat yang sama seorang pengajar mengajar di depan sebuah komputer yang ada di suatu tempat, sedangkan pembelajar mengikuti pembelajaran tersebut dari komputer lain di tempat yang berbeda.
Dalam hal ini, secara langsung pengajar saling berkomunikasi dan saling berinteraksi pada waktu yang sama namun di tempat yang berbeda. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di lokasi yang berbeda.
Mahasiswa dapat belajar dari komputer, hp ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan atapun jaringan Internet. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/universitas masing-masing. Pembelajar bisa diatur oleh sendiri kapan waktu belajar, dan dimana tempat ia mengakses pelajaran tersebut.
Jadi, penggunaan internet merupakan sumber dan media pembelajaran yang tepat dalam memudahkan terjadinya proses pembelajaran jarak jauh dan Jaringan internet pun kini menjadi menu penting selama pandemi.
Sistem komunikasi digital dalam segala dimensi mensyaratkan sebuah model kehidupan yang tak bisa hidup sejahtera tanpa jaringan internet. Lalulintas materi-materi perkuliahan ditransformasi melalui medium digital yang harus ditopang jaringan internet yang memadai. Tak ada jaringan tak bisa kuliah.
Banyaknya berita dan informasi mengenai keluhan dan sulitnya kuliah daring selama pandemi yang tertuang dalam deretan beranda ungkapan kesulitan mahasiswa melalui media sosial maupun liputan berita televisi. Mulai dari sulitnya membeli kuota sampai pada sulitnya jaringan internet di pelosok-pelosok, sehingga kuliah daring diawal sempat menggembirakan karena bisa sambil rebahan, namun realitanya tak seindah angan.
Bahkan banyak drama para mahasiswa pemburu jaringan yang memilukan, mulai dari memanjat pohon, menempuh perjalanan jauh ke pegunungan, kehujanan demi untuk mendapatkan jaringan. Bahkan tidak hanya itu, salah satu seorang mahasiswa Unhas asal Kabupaten Sinjai tewas akibat terjatuh dari menara masjid untuk berburu jaringan internet saat mengerjakan tugas kuliah.
Internet sebagai menu yang sangat dibutuhkan terlebih saat pandemi ini ternyata belum tersedia secara merata. Kesenjangan digital menjadi salah satu faktor penghambat pendidikan selama pandemi. Akan tetapi mengapa masih banyaknya lokasi yang mengalami blank spot, tidak dapat mengakses internet terutama yang bermukim pada daerah pedesaan. Kelompok tersebut sudah sangat rentan informasi karena tidak memeroleh kesempatan sama terhadap akses informasi selama pandemi.
Berdasarkan riset yang dirilis Hootsuite, pada Januari 2020, kecepatan Internet Indonesia rata-rata hanya 20,1 Mbps atau jauh di bawah rata-rata dunia (worldwide) yang mencapai 73,6 Mbps.
Dalam penelitian Hootsuite, negara lain seperti Singapura tercatat memiliki kecepatan jaringan tertinggi mencapai 200,1 Mbps. Soal kecepatan mobile Internet atau internet via telpon genggam di Indonesia juga perlu mendapat perhatian. Sebab Indonesia rata-rata hanya memiliki kecepatan 13,3 Mbps atau terendah kedua di antara 40-an negara yang ditampilkan dalam riset tersebut.
Huda mengatakan Indonesia bahkan masih terjebak di jaringan 3G dan 4G padahal beberapa negara sudah mulai mengakses jaringan ke 5G bahkan 6G. Padahal jika jaringannya semakin cangih dan cepat, biayanya pun lebih murah.
Semakin cepat internet maka akan semakin murah per mbps. Jadi internet lemot maka biaya Indonesia relatif kemahalan di bandingkan Malaysia, Singapura, Thailand.. Selain lambat, layanan internet juga sangat tidak merata.
Bisa jadi internet hanya bisa dinikmati di kota-kota besar, di wilayah terpencil belum terlayani. Meski pemerintah sudah membangun program Palapa Ring untuk mengkoneksikan antar-pulau di Indonesia.
Pakar Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo menjelaskan masalah pembangunan jaringan Internet di Indonesia di kawasan non-perkotaan juga punya kendala tersendiri, terutama soal tingkat keekonomian. Sederhananya, banyak provider enggan membangun jaringan internet di luar daerah lantaran tingkat huniannya rendah.
Artinya, akan sia-sia bila sebuah provider membangun instalasi jaringan di daerah yang konsumennya sedikit. Masalahnya, Indonesia tak punya kebijakan tata ruang yang memadai. Tak ada batasan jelas wilayah mana yang bisa dibangun hunian dan wilayah mana yang tidak, sehingga banyak pemukiman kecil yang muncul dengan populasi minim. Hal ini yang membuat provider kesulitan menetapkan fokus pembangunan infrasturktur jaringan internetnya di Indonesia.
Solusinya, Agung Harsoyo mengatakan untuk jangka panjang, pemerintah diminta tetap fokus dan konsisten menjalankan roadmap pengembangan infrasturktur komunikasi seperti mega proyek nasional palapa ring atau yang dikenal dengan istilah tol langit. Sementara, untuk jangka pendek, pemerintah bisa memberikan kepada para provider untuk mengerahkan tenaga teknisnya selama pelaksanaan PSBB. Di tengah penerapan PSBB seperti saat ini, tak jarang permintaan sambungan baru atau peningkatan kapasitas jaringan internet dari masyarakat datang secara mendadak. Sehingga diperlukan tenaga teknis yang siaga saat permintaan datang.
Sumber Bacaan
Hayana. “Opini Defisit Informasi dan Kesenjangan Digital Masa pandemi”. Diakses pada Jumat , 11 Desember 2020 pukul 13.45.
Ovandio Iqbal F. “Internet sebagai Media Belajar Sumber Belajar dan Media Pembelajaran Jarak Jauh”. Diakses pada Jumat, 11 Desember 2020 pukul 14.05.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H