Selepas taksi menurunkannya pergi, Fajira menyeret koper besar ke dalam rumah. Setitik rasa haru hinggap di hati meski diliput duka, tidak menyangka dapat menginjak kaki kembali di tempat ini. Lama berlabuh di negeri orang menjalani pendidikan tinggi, dirinya mendapat kabar pahit, Fang Hua, tante sekaligus keluarga satu-satunya yang dia punya, tengah meregang nyawa. Sekian lama menjejak di Berlin, Fajira lekas pulang menjumpai tante. Namun, sesampainya di rumah sakit tempat perempuan itu dirawat, Fajira telah kehilangannya. Kini dia sebatang kara.
Dalam wasiat itu, Fang Hua ingin dirinya dikremasi dan dilarung ke laut. Fajira segera mengurus perizinan kremasi dengan melengkapi keperluan dokumen yang disediakan oleh pihak krematorium. Masih terekam jelas di benak, bagaimana rupa terakhir tante yang begitu menyedihkan. Tubuhnya kurus kerempeng sementara wajahnya kuyu. Tante tidak muda lagi, bahkan perempuan itu terbaring damai dalam peti mati. Setidaknya tante telah dirias dengan cantik dan berpenampilan rapi, sehingga dia telah dihantarkan secara layak.
Sudah tujuh hari yang lalu dirinya menetap di rumah ini. Tetapi, hal aneh kerap menimpanya belakangan. Misalnya kemarin, setelah membersihkan diri, Fajira menghadap cermin besar, saat itu dia tengah berada di kamar tante. Aroma sedap malam menguar dari ruangan itu, mengingatkan harum tante yang khas. Sejenak tangannya meraih parfum racikan tante di atas meja rias. Saking kecintaannya pada sedap malam, tante turut meracik bunga itu menjadi parfum. Sebelum tidur, seringkali Fajira melihat tante menyemprot wewangian itu ke tubuhnya. Dirinya tersenyum tipis tatkala mencium aroma yang menerpa. Begitu dirinya menoleh ke cermin, alangkah terkejutnya dia malah mendapati lelaki berkepala hancur berdiri di belakangnya!
Lalu tadi malam begitu dia merebahkan diri di ranjang, samar-samar Fajira merasakan lengan kekar merengkuh pinggangnya dari belakang. Hembusan terasa di tengkuknya membuat bulu kuduk berdiri. Anehnya, dia merasa nyaman membiarkan dirinya tetap terlelap tanpa merasa penasaran hanya sekadar berbalik melihat siapa gerangan merengkuh dirinya dalam tidur.
Seketika Fajira tersentak, tangannya mendorong lelaki yang memeluk tubuhnya erat. Tingginya menjulang, Fajira mendongak melihat lelaki yang kini tersenyum hangat padanya. Wajah itu sangat tampan, rupanya oriental. Tenggorokannya tercekat, sedangkan lisannya tertahan.
Lelaki itu membelai surai panjangnya. Netra mereka saling bertemu. Sejujurnya, Fajira sama sekali tidak mengenal siapa lelaki itu. Entah mengapa, dia tidak berminat bertanya. Jadi saat itu yang dia lakukan adalah membalas senyumnya. Tiba-tiba lelaki itu menyodor buket bunga yang sengaja disembunyikan dari balik tubuh kepadanya. Itu bunga sedap malam.
"Saya rindu sama kamu."
Detik itu dirinya tersadar. Fajira memperhatikan sekitarnya dengan tatapan aneh. Hari masih gelap, tetapi yang jadi masalah adalah dia tidak berada di kamar, melainkan di halaman belakang tempat bunga-bunga sedap malam itu ditanam oleh tante, bunga itu telah layu. Lagi-lagi dia terkejut mendapati sebelah tangannya menggenggam buket bunga sedap malam yang masih segar. Refleks dirinya melempar buket itu dengan tubuh gemetar. Sebenarnya siapa lelaki itu?
Sungguh dirinya merasa tertekan selama seminggu ini. Semenjak kepergian Fang Hua, Fajira kerap mengalami hal aneh yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Bahkan akibat traumanya, Fajira tidak menyemprotkan parfum tante lagi ke tubuhnya semenjak melihat hantu itu di kamar tante. Biasanya Fajira menyukai bunga sedap malam karena aromanya yang menenangkan, tetapi sepertinya ada yang salah dengan bunga itu. Hal aneh itu seakan berkaitan dengan sedap malam, yang dia tidak tahu apa maksudnya. Apakah karena ini sedang bulan tujuh kalender lunar?
Karena dirinya penasaran sosok apa yang menghantuinya, Fajira menuju ruangan kecil di bawah tangga. Selama ini tante melarang dirinya membuka pintu itu. Barangkali pintu ini dapat menjawab rasa ingin tahunya. Ruangan itu amat kecil bermuatan satu orang. Lagi-lagi, dirinya dikejutkan oleh guci abu yang berada di sana. Fajira memandang ngeri, tidak mungkin itu milik keluarga. Setahunya, mereka tidak menyimpan abu keluarga di rumah.
Matanya  melirik kotak hitam bersebelahan dengan guci abu. Hati-hati dibawanya kotak itu ke dalam pangkuan. Kotak itu sedikit berdebu. Begitu dibuka, dia menemukan beberapa foto, buku catatan, beberapa tabung parfum kecil, dan buket-buket bunga yang mengering.
Fajira melihat foto nuansa hitam putih, Itu adalah foto jadul yang dia tebak adalah gambar sepasang kekasih. Matanya membelak, lelaki itu adalah lelaki yang dia temui lewat mimpi semalam. Lalu perempuan di sebelahnya sangat mirip sekali dengan dirinya. Fajira menerka kemungkinan itu adalah foto tante waktu muda dulu, mengingat tante pernah bilang wajah mereka sangat mirip. Buku catatan lusuh itu menarik perhatiannya.
***
Semarang, 12 November 1996
Akimaru lelaki keturunan Jepang, seorang pemilik toko bunga di kawasan Pecinan. Pertemuan manis itu ketika seorang perempuan datang berkunjung membeli bunga. Akimaru terkesima akan kecantikan perempuan bersurai hitam pekat dan berkulit pucat, Fang Hua namanya. Sedikit canggung dia meminta rekomendasi bunga yang cocok untuknya pada Akimaru. Tanpa berpikir panjang, pemuda itu menawarkan sedap malam.
Fang Hua heran, "Bunga ini tidak berbau, tapi saya menyukainya."
Sembari tersenyum lelaki itu berceletuk, "Dia akan mekar dan semerbak di malam hari, wanginya menenangkan sekaligus membawa keberuntungan. Saya kira bunga manis misterius ini akan cocok untuk nona."
Masih terekam jelas di benak Fang Hua, bagaimana senyum tulus lelaki bermata sipit itu menulari bibirnya untuk mengukir lengkung manis yang jarang terlihat. Sejak saat itu, Fang Hua sang perempuan canggung selalu mampir ke toko bunga itu setiap hari selasa dan jum'at. Bahkan Akimaru selalu hapal akan jadwal kedatangan perempuan itu. Oleh karenanya, dia selalu menyiapkan hadiah kecil untuk Fang Hua, perempuan pujaan hati. Hari selasa, lelaki itu memberi Fang Hua buket sedap malam segar. Lalu pada hari Jum'at dia memberikan perempuan itu parfum aroma sedap malam yang dia racik khusus nan khas.
Akimaru menyatakan perasaannya kepada Fang Hua. Tentu disambut baik oleh perempuan itu. Bersama Akimaru, Fang Hua selalu tersenyum. Akimaru selalu berhasil membuat dirinya terkesan. Sayangnya hubungan mereka ditentang orang tua Fang Hua. Ternyata mereka telah mengatur perjodohan untuk perempuan itu. Fang Hua yang terlanjur mencintai kekasihnya memutuskan kabur dari rumah saat itu pula. Malam diguyur hujan, Fang Hua nekat menemui Akimaru, demi menyampaikan niatnya.
Akimaru melihat perempuan itu di seberang jalan kehujanan. Terburu-buru dia keluar dari tokonya, dia panik dengan keadaan kekasihnya yang terlihat kacau, bahkan perempuan itu mengabaikan mobil melaju kencang ke arahnya, secepat kilat Akimaru berlari ke tengah jalan lalu mendorong tubuh kekasihnya menggantikan dirinya terkena hantaman keras.
Fang Hua mematung, merasakan cairan merah terciprat mengenai wajahnya. Netranya menangkap tubuh Akimaru tergeletak di jalanan bersimbah darah. Perempuan itu meraih tubuh kekasihnya dalam pelukan. Raganya begitu dingin dan kaku. Hati Fang Hua hancur berkeping-keping, karena dirinya kekasih hati mati.
Fang Hua dirundung duka amat dalam. Perjodohannya pun dibatalkan. Kesehatan mentalnya terganggu, apalagi perempuan itu mencoba bunuh diri dengan menelan racun. Beruntung kakaknya, menemukannya cepat. Perempuan itu berhasil diselamatkan tepat waktu.
"Kamu keguguran." Pukulan telak kembali melanda. Bahkan dirinya tidak menyadari ada kehidupan di rahimnya, pada akhirnya dia juga kehilangan buah cintanya. Fang Hua semakin terguncang karena mengalami kehilangan bertubi-tubi disebabkan oleh dirinya sendiri.
Fang Hua mengurus perlengkapan dokumen kematian Akimaru. Sebagai lelaki sebatang kara, semuanya tampak mudah bagi Fang Hua dalam mengatur urusan terkait kremasi kekasihnya. Sebagian abu Akimaru perempuan itu taburkan di lautan, sedangkan sisanya dibawa pulang bersamanya. Bagai orang kehilangan akal sehat, perempuan itu meracik parfum sedap malam dengan mencampurkan abu lelaki itu ke dalam larutan wewangian yang dia buat. Kemudian setiap malam selasa dan jum'at, dia menyemprotkan parfum itu sebelum tidur ke tubuhnya selepas merendamkan diri di bak mandi bertaburan bunga sedap malam yang dia petik, untuk mengenangnya. Bagi Fang Hua, aroma spesial yang diraciknya membuat perempuan itu merasakan kehadiran Akimaru bersamanya.
***
Fajira membekap mulutnya bercucuran air mata. Semuanya menjadi masuk akal, ternyata sosok lelaki yang menemuinya adalah kekasih tante. Sosok itu melihat dirinya sebagai cerminan tante semasa muda dulu. Selama ini dirinya merasa bersalah mengingat Fang Hua, belum pernah sekalipun menikah dalam hidupnya. Selama ini Fang Hua terlampau menyayanginya, sehingga lebih memilih mengurusnya saja. Fang Hua menanggung beban itu seorang diri tanpa membagi kisahnya pada siapapun. Ternyata tante tercintanya melajang demi memenuhi sumpahnya agar tetap terikat dengan kekasih hati. Kematian lelaki itu pada bulan tujuh tanggal tiga belas, bertepatan dengan kepergian Fang Hua.
"Tante sudah gila!" ratapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H