Hai para pemabaca! Kali ini kita akan membahas mengenai permasalahan Hak Asasi Manusia yang patut dipertanyakan ketika terjadi pemerkosaan. Sebelum membahas lebib lanjugt, ada baiknya jika kita mengetahui lebih dalam apa sih sebenarnya HAM itu sendiri.
Menurut para ahli, HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir, yang mana tanpa adanya HAM kita akan mustahil hidup sebagai manusia.
 Berdasarkan definisinya, kita dapat menyimpulkan bahwa HAM tidak boleh dijauhkan atau dipisahkan dari ekstensi pribadi individu atau manusia tersebut. Karena bila itu terjadi maka, akan dampaknya adalah manusia akan kehilangan martabat yang sebenarnya. Permasalahan HAM ini cukup memperihatinkan karena kita seringkali mendengar pelanggaran-pelanggaran HAM yang membuat kita sangat prihatin dan heran tentang semua yang terjadi.
Namun, meskipun begitu bukan berarti bahwa perwujudan HAM dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sembari mengabaikan hak orang lain merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita juga harus menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaatan terhadap aturan menjadi penting.
Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Pancasila
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 A -- 28 J
b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
c. Ketentuan dalam undang-undang organik berikut :
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat
2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Keppes) :
1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi
3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Makasar
4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
5) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009
g. Sila-sila Pancasila
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hakhak yang lain. Ciri-ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut.
- Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
- Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
- Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
- Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
Untuk kasus pemerkosaan yang marak sekali terjadi di Indonesia, mengapa sikap masyarakat selalu seolah-olah menyalahkan perempuan atas peristiwa pemerkosaan? Masyarakat selalu menyalahkan perempuan dengan alasan karena korban membuka ruang bagi pelaku untuk berbuat jahat ketika berjalan sendirian ditempat yang sangat sepi. Ketidakberpihakan itulah, menurut Sri, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang salah kaprah saat terjadi kasus pemerkosaan. Seperti, mengatur pelarangan keluar malam, aturan busana, atau pergi harus ditemani muhrimnya. Padahal yang menjadi inti penyebab terjadinya kekerasan bukan perempuan, tetapi cara pandang laki-laki yang melihat perempuan hanya sebagai obyek seksual.
Kenapa perempuan korban perkosaan selalu disalahkan? Menurut sosiolog dan antropolog dari Unpad, Budi Rajab, hal itu terjadi karena masyarakat kita berpikirnya masih patriarkis. Termasuk para pemimpin, khususnya yang berjenis kelamin laki-laki, sehingga solusinya juga patriarkis.
 "Karena nalarnya, perempuan harus dilindungi, perempuan harus jaga diri, itu mahpatriarkis," kata Budi.
Solusi untuk persoalan itu, kata Budi, tidak perlu jauh-jauh berpikir mengubah pola pikir masyarakat karena hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Solusi tercepat menurutnya adalah, memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi si pelaku.
"Hukum yang seberat-beratnya, itu aja dulu," katanya singkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H