Sayangnya, dalam beberapa tahun belakangan, diplomasi HAM dan demokrasi Indonesia justru terkesan pasif, bahkan cenderung menghindari isu sensitif seperti pelanggaran HAM berat dan genosida yang terjadi di sejumlah negara. Seperti konflik Israel-Palestina, hingga kasus penindasan etnis minoritas Uighur di China. Dalam banyak kasus, Indonesia lebih memilih abstain ketimbang mengedepankan prinsip dan nilai kemanusiaan universal.
Tentu saja hal ini sangat disayangkan dan bertentangan dengan nilai Dasar Negara Pancasila serta komitmen UUD 45 yang secara eksplisit menjunjung HAM. Oleh karena itu, salah satu harapan besar dari Pilpres 2024 adalah munculnya sosok Presiden RI yang visioner dan berani membawa perubahan signifikan. Yaitu dengan mewujudkan diplomasi HAM Indonesia yang lebih vokal dan progresif dalam mengedepankan isu-isu pelanggaran HAM berat di dunia. Sehingga reputasi dan pengaruh RI sebagai negara muslim moderat dan demokratis semakin dihormati dunia.
Dan selanjutnya Pemimpin baru perlu untuk membuat Indonesia meningkatkan capacity building(pengembangan kapasitas individu atau kelompok) guna memformulasikan regulasi dan kebijakan luar negeri yang lebih visioner pasca 2024. Termasuk terkait isu strategis seperti food security, energy transition, hingga digital economy. Sosok pemimpin yang diharapkan juga berintegritas dan kredibel amat dibutuhkan agar diplomasi dan negosiasi RI lebih dihormati dunia internasional. Peningkatan capacity building juga memformulasi kebijakan luar negeri yang responsif menjawab dinamika global.
Memasuki era disrupsi( inovasi dan perubahan terjadi secara massif) dan kompetisi global saat ini, setiap negara tentu perlu memperkuat capacity building guna menghadapi dinamika hubungan internasional yang semakin kompleks. Termasuk Indonesia yang kini tengah berbenah diri pasca pandemi menuju pemulihan ekonomi.
Oleh karena itu, sosok pemimpin nasional yang akan terpilih dalam Pilpres 2024 nanti dituntut mampu mewujudkan terobosan-terobosan strategis demi meningkatkan kapasitas dan kapabilitas diplomasi Indonesia. Dengan peningkatan literasi dan pemahaman mendalam para diplomat dan policy makers(pembuat kebijakan) mengenai isu-isu strategis kontemporer mulai dari perubahan iklim, ketahanan pangan, transisi energi, hingga transformasi digital.
Selanjutnya, penguatan jejaring dan kerja sama dengan para think thank ternama (lembaga yang menghasilkan penelitian akademis dan analisis kebijakan), akademisi, serta filantropis visioner guna menghasilkan riset dan policy paper yang berkualitas. Sehingga regulasi dan keputusan politik luar negeri yang dirumuskan lebih responsif dan solutif.Ketiga, standarisasi sistem rekrutmen dan pelatihan diplomat yang ketat berbasis meritokrasi agar Indonesia memiliki korps diplomat elit, visioner, dan disegani di forum internasional. Melalui langkah-langkah strategis capacity building tersebut di bawah kepemimpinan Presiden yang kredibel dan berintegritas tinggi pasca 2024, dipercaya Indonesia mampu memperkuat posisi tawarnya dan menjadi respected player dalam diplomasi global di masa mendatang.
Itulah harapan dan pandangan saya dan mungkin banyak mahasiswa HI Indonesia lainnya terkait masa depan Politik dan Ekonomi luar negeri pasca Pilpres 2024. Dengan visi yang idealis dan dinamis, suara kaum muda patut didengarkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih nantinya untuk mewujudkan politik luar negeri yang lebih kuat dan visioner demi kepentingan Indonesia di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H