Â
Penulis: Mutiara Anggraeni Tabeo
Fenomena keretakan Kekerabatan karena beda pilihan Capres
Momentum pemilihan presiden (pilpres) yang digelar 5 tahun sekali seharusnya menjadi ajang pesta demokrasi. Sayangnya, pada kenyataannya pilpres kerap kali memicu konflik dan perpecahan di tengah masyarakat. Ironisnya, perpecahan itu kini merambah pada ikatan kekerabatan yang sudah terjalin erat selama bertahun-tahun.
 Fenomena ini terlihat dari banyaknya laporan tentang hubungan keluarga yang renggang bahkan putus komunikasi lantaran beda pilihan capres. Seperti dilaporkan di Soloraya pada November 2023, dua saudara kandung tidak saling tegur sapa selama berbulan-bulan karena mendukung capres yang berbeda. Di Medan, seorang ibu memutuskan hubungan dengan anaknya setelah anaknya itu membuat pernyataan publik mendukung capres lawan.
Ironisnya, situasi ini kini tidak hanya merambah pada ranah keluarga. Banyak relasi, pertemanan yang mulai merenggang hanya gara-gara berbeda dukungan capres. Sangat disayangkan, politik praktis yang bersifat sementara mampu merusak hubungan darah yang seharusnya abadi.
Tradisi silaturahmi yang biasanya menjadi perekat hubungan persaudaraan kini perlahan memudar dan terkikis. Perbedaan dukungan terhadap capres kini dengan mudah mampu meretakkan hubungan keluarga yang dulunya harmonis. Dan pertemanan yang dulunya akur, hal ini juga terjadi pada teman kuliah saya yang dimana terjadi adu ketikan dengan salah satu temannya di media sosial karena teman saya mengetahui bahwa ternyata teman yang ia kira mendukung paslon yang sama dengannya  ternyata mendukung paslon yang berbeda.
Terdengar sangat sepeleh bukan? Tapi itu adalah fakta yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia!
Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi? Setidaknya ada dua faktor penyebab utama.Â
Pertama, fanatisme berlebihan pendukung capres. Mereka cenderung menganggap capresnya yang paling benar dan menolak masukan dari pihak lain. Bahkan Berdasarkan hasil survei XYZ pada Desember 2023, sebanyak 67% responden mengakui terjadi perselisihan dengan anggota keluarganya karena beda pilihan capres.tak segan memutus tali silaturahmi jika ada anggota keluarga yang memilih capres berbeda.
Kedua, maraknya konten dan informasi provokatif di media sosial. Makin menjelang hari pencoblosan, media sosial selalu dipenuhi konten-konten provokatif yang menyulut perdebatan tak berujung antarkubu pendukung calon. Seringkali pula massa pendukung saling bentrok hanya karena perbedaan pilihan politik, saat melihat tulisan atau pun gambar yang provokatif di media sosial saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Â Konten-konten ini kerap memanaskan suasana dengan membenturkan satu kubu pendukung capres dengan kubu lainnya. Akibatnya, perdebatan politik yang semula sehat berubah menjadi pertikaian dan perpecahan.