Aktivitas yang biasanya dilakukan di publik dapat dengan mudah dilakukan melalui gadget, salah satunya adalah kegiatan perbelanjaan. E-commerce merupakan sebuah layanan platform yang membiarkan penggunanya untuk berbelanja secara online,Â
maksudnya adalah penggunanya dapat membeli sesuatu melalui sebuah aplikasi penyedia layanan jasa perbelanjaan melalui gadget yang akan dikirim ke rumah pembeli. Beberapa aplikasi e-commerce yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan masih banyak lainnya.
Kemudahan ini sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena mereka dapat membeli sesuatu yang mereka butuhkan hanya dengan tetap di dalam rumah tanpa harus pergi ke pusat perbelanjaan. Hal ini tentunya sangat berguna di masa PPKM yang mengharuskan masyarakat untuk tetap di dalam rumah.Â
E-commerce yang menawarkan produk kebutuhan pokok, makanan, obat-obatan hingga menjual produk fashion, elektronik, dan lain-lain berlomba-lomba menawarkan berbagai kemudahan dan promosi menarik pada konsumen, seperti diskon, cashback, dan bonus pembelian.Â
Namun dibalik kenikmatan belanja online dengan segala tawaran menarik tersebut, justru timbul perilaku yang secara tidak sadar semakin berkembang dan membuat masyarakat menjadi "gelap mata".
Perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Konsumtif merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perilaku masyarakat yang belanja secara berlebihan, membeli barang-barang tidak berguna dan bukan merupakan kebutuhan pokok.Â
Hal ini didorong oleh beberapa faktor, yakni FOMO (Fear of Missing Out), memenuhi gaya hidup materialistis, serta kecemburuan karena melihat orang lain memiliki sesuatu yang tidak kita miliki. Perilaku ini memiliki dampak buruk yang akan mempengaruhi mental seseorang jika tidak segera dikontrol, contohnya adalah timbulnya sifat hedonisme.
Di masa PPKM ini, perilaku konsumtif masyarakat semakin diperparah dengan adanya berbagai trend yang dilakukan oleh anak-anak muda di salah satu platform media sosial. Tren-tren ini seolah mengglorifikasi perilaku konsumtif dan dengan embel-embel "racun" atau "spill". Misalnya, di tahun 2020 tiba-tiba muncul tren pakaian perempuan dengan warna lilac yang viral melalui aplikasi Tiktok.Â
Seolah tidak ingin ketinggalan, puluhan ribu perempuan lainnya turut serta membeli barang-barang dengan tema lilac untuk tetap relevan dengan tren tersebut.Â
Alhasil, banyak yang membeli pakaian dengan jenis yang sama karena ikut serta membeli di e-commerce yang sama. Ini merupakan situasi yang miris dan perlu dikhawatirkan, karena hal ini masih terjadi hingga sekarang dan kemungkinan masih akan terus berlanjut selama masih ada tren dan platform yang membuat perilaku konsumtif ini terus meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H