Selain itu, dengan memahami isu-isu utama yang menjadi perhatian warga Bekasi, seperti infrastruktur, pendidikan, atau lapangan kerja, pasangan Tri Adhianto dan Abdul Harris Bobihoe dapat memposisikan diri sebagai solusi yang paling relevan dan diinginkan oleh pemilih, memperkuat daya saing mereka di hadapan publik.Artikel ini akan mengulas berbagai peluang strategis yang dapat digunakan oleh pasangan calon Tri Adhianto dan Abdul Harris Bobihoe dalam upaya memenangkan Pemilihan Wali Kota Bekasi. Dengan pendekatan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), artikel ini akan menyoroti bagaimana peluang-peluang tertentu dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif, serta bagaimana ancaman dapat dikelola untuk meminimalkan risiko.
Melalui pemahaman yang komprehensif ini, diharapkan pasangan calon mampu membangun strategi kampanye yang efektif, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan berdampak positif dalam meningkatkan elektabilitas mereka di mata pemilih. Melalui analisis ini, diharapkan pasangan calon dapat memaksimalkan potensi kampanye mereka untuk meraih simpati dan dukungan yang luas dari masyarakat Bekasi, serta menciptakan strategi yang adaptif terhadap dinamika politik yang terus berkembang.
Â
KAJIAN LITERATURÂ
Pengantar Komunikasi PolitikÂ
Secara terminologi, politik (politics) dapat diartikan sebagai berikut. Misalnya, Laswell (1950, dalam Goodin; Klingemann, Dieter, 1996: 8, dalam Cholisin, 2012 :1) memberikan pengertian secara klasik (classic formmulation) tentang politik, yaitu "Politics as who gets what, when and how". Miriam Budiarjo (2012: 8) mengartikan politik yaitu bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tuujuan-tujuan itu. Pengertian yang lebih komprehensif tentang politik dikemukakan Ramlan Surbakti, (1992: 10-11, dalam Cholisin 2012:1) yaitu interaksi antar pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilyah tertentu (Suryana C 2019)
Dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Komunikasi Politik, Marlinda Irwanti Poernomo (2023) mengungkapkan bahwa komunikasi politik adalah perpaduan antara dua konsep yang, meskipun tampak berbeda, memiliki hubungan erat dalam praktiknya. Komunikasi politik mengandung unsur "komunikasi" dan "politik" yang jika digabungkan, membentuk bidang kajian yang menarik dalam memahami dinamika hubungan antara individu, kelompok, dan institusi dalam konteks pengelolaan negara atau pemerintahan. Kata "komunikasi" sendiri, seperti yang telah diuraikan dalam Pengantar Ilmu Komunikasi, merujuk pada kegiatan yang dilakukan oleh manusia atau individu dalam kehidupannya sehari-hari untuk mengirimkan pesan berupa informasi, ide, atau perasaan kepada individu lain atau kelompok. Komunikasi merupakan fondasi penting dalam kehidupan sosial, karena memungkinkan manusia saling bertukar pikiran dan memahami sudut pandang orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi melibatkan beragam elemen seperti pengirim pesan, penerima pesan, saluran komunikasi, dan respons dari penerima yang menunjukkan pemahaman terhadap pesan yang disampaikan.
Sementara itu, kata "politik" memiliki makna yang lebih luas dan seringkali berkaitan dengan kekuasaan dan pengambilan keputusan di tingkat negara atau pemerintahan. Secara etimologis, "politik" berasal dari kata Yunani polis, yang berarti "negara kota". Pada masa kuno, polis merujuk pada bentuk pemerintahan kota yang mandiri di Yunani, di mana warga negara memiliki peran aktif dalam urusan publik dan pengambilan keputusan bersama. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin kompleksnya struktur negara modern, makna politik juga mengalami perluasan. Saat ini, politik diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengatur kehidupan bersama. Menurut Heru (2017), politik mencakup aktivitas yang ditempuh warga negara untuk berdiskusi, merundingkan, dan mewujudkan tujuan bersama, termasuk dalam konteks pembuatan kebijakan dan peraturan yang mengikat seluruh anggota masyarakat.
Dengan menggabungkan kedua konsep ini, komunikasi politik kemudian diartikan sebagai bentuk komunikasi yang secara khusus digunakan dalam proses-proses politik. Komunikasi politik berperan sebagai sarana yang memungkinkan pemimpin atau lembaga pemerintahan berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan kebijakan, serta mengarahkan opini publik ke arah tertentu. Dalam komunikasi politik, pesan yang disampaikan tidak hanya sekadar informasi, tetapi seringkali mengandung pesan persuasi yang bertujuan memengaruhi sikap dan pandangan masyarakat terhadap isu-isu publik. Komunikasi politik juga dapat dilakukan oleh individu, organisasi, atau partai politik yang memiliki tujuan untuk memperoleh dukungan publik atau mencapai konsensus dalam mengambil keputusan yang berdampak luas pada masyarakat.
Selain itu, komunikasi politik tidak hanya berlangsung pada masa kampanye atau pemilihan umum, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam proses pembuatan undang-undang, pengawasan kebijakan, hingga pembentukan opini publik mengenai isu tertentu. Komunikasi politik memiliki peran penting dalam menjaga keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat, serta dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik. Dengan adanya komunikasi politik yang efektif, masyarakat dapat lebih memahami kebijakan yang diterapkan pemerintah, menyampaikan aspirasi, serta memberikan umpan balik terhadap kebijakan tersebut.
Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi dan pesan politik melalui media dan saluran komunikasi untuk mempengaruhi pendapat publik, membentuk opini, dan memperoleh dukungan politik. Komunikasi politik juga melibatkan interaksi antara politisi, partai politik, media massa, dan masyarakat dalam rangka menciptakan, mempertahankan, dan mengembangkan kekuasaan politik. (Mc Quail, 2010).