Mohon tunggu...
Mutiara HasanaPutri
Mutiara HasanaPutri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

International relations of Sriwijaya University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Cyber Diplomacy Indonesia: Masalah dan Tantangan

29 November 2021   15:21 Diperbarui: 29 November 2021   15:29 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Saat ini, segala bidang dan bidang kehidupan suatu negara sedang mengalami berbagai jenis perubahan dan perkembangan tentu saja, teknologi canggih yang mempermudah kehidupan masyarakat mengiringi hal tersebut. 

Namun di balik kemajuan tersebut terdapat teknologi yang dapat memberi kita akses global dalam akses tersebut tentu saja terdapat  aspek bayangan dari stabilitas dan keamanan suatu negara. 

Teknologi merupakan suatu kemajuan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan ancaman yang signifikan seperti, dunia maya dan internet yang dapat menghubungkan jutaan orang, telah diakui sangat berguna dan bermanfaat bagi hampir semua aspek kehidupan. 

Media sosial pilihan anak muda, kemudahan bertransaksi online, pendidikan, kemajuan ekonomi, dan akulturasi budaya merupakan manfaat nyata keberadaan dunia maya dan internet. 

Munculnya era teknologi informasi yang sangat penting bagi semua aspek kehidupan, baik individu, organisasi, bahkan negara, telah memaksa masyarakat untuk menerima dunia jenis baru yang dikenal dengan dunia maya. 

Sayangnya, kehadiran dunia maya disertai dengan beberapa konsekuensi negatif, seperti kebutuhan suatu negara untuk mengembangkan kapasitas keamanan dunia maya dalam rangka memberikan keselamatan dan keamanan. Saat ini, setiap negara membangun sistem manajemen keamanan sibernya sendiri semaksimal mungkin. 

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya yang berbasis internet, telah mendorong hampir semua orang untuk memanfaatkan dan memanfaatkannya dalam berbagai cara. 

Akibat kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku di dunia maya (cyber) pada aktivitas dan tindakan tertentu di suatu tempat yang memiliki efek atau dampak di seluruh dunia, banyak aktor, baik aktor negara maupun non-negara, memiliki kapasitas untuk mengganggu jaringan. 

Teknologi yang menggabungkan telekomunikasi, internet, dan televisi telah membantu pengembangan infrastruktur jaringan pita lebar, serta pembentukan ekonomi baru. Di satu sisi, jaringan broadband menawarkan manfaat bagi peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi, khususnya globalisasi ekonomi digital (Chotimah, 2019).

Menentukan strategi, keamanan dunia maya, dan diplomasi dunia maya

  • Strategi
  • Gagasan militer tentang strategi telah dipinjam untuk digunakan dalam bisnis. Strategi menjembatani kesenjangan antara kebijakan dan taktik dalam bisnis, seperti halnya di militer. 

  • Strategi dan taktik bekerja sama untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan dan sarana Meskipun strategi telah digunakan dalam manajemen selama lebih dari 40 tahun, itu telah ada selama berabad-abad. Penerapan strategi yang berasal dari pertempuran militer memungkinkan satu pihak yang bertikai untuk mengalahkan yang lain. 

  • Dalam bukunya The Rise and Fall of Strategic Planning, yang diterbitkan pada tahun 1994, Henry Mintzberg menunjukkan bahwa orang menggunakan "strategi" dalam berbagai cara, yang paling umum adalah empat Sebuah strategi adalah rencana, bagaimana,cara untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. 

  • Strategi adalah pola perilaku dari waktu ke waktu; misalnya, sebuah perusahaan yang menggunakan strategi "kelas atas" untuk mempromosikan produk yang sangat mahal secara teratur, posisi adalah strategi; itu mencerminkan keputusan untuk menawarkan barang atau jasa tertentu di pasar tertentu.  Strategi adalah masalah sudut pandang, khususnya visi dan arah (Taufik, 2021).
  • Keamanan Dunia Maya

Keamanan dunia maya Kata cyber umumnya diyakini berasal dari kata kerja Yunani (kybereo) untuk mengarahkan, membimbing, mengendalikan. 

Model konseptual berikut dapat digunakan untuk memahami istilah "cyber" sebagai sebuah konsep Dunia maya yaitu adanya kehadiran manusia post-modern di Bumi.

Cyberspace adalah keadaan artefak dinamis  Domain siber merupakan Domain yang digambarkan dengan tepat yang dikendalikan oleh seseorang dan Budaya siber yaitu Prestasi mental dan fisik keseluruhan komunitas atau umat manusia yang terkait dengan dunia siber. Dalam dokumen strategi nasional mereka, banyak negara menyebutkan apa yang mereka maksud dengan "dunia siber" atau "keamanan siber".

  • Diplomasi Dunia Maya

Diplomasi dunia maya Diplomasi, dipahami sebagai "upaya untuk menyesuaikan kepentingan yang bertentangan dengan negosiasi dan kompromi. Diplomasi sekarang berkembang ke bidang kebijakan baru dari waktu ke waktu, seperti negosiasi iklim dan, baru-baru ini, masalah dunia maya, membawa politik yang belum dipetakan ke wilayah tersebut. 

Diplomasi di ranah siber, atau dengan kata lain, penggunaan sumber daya diplomatik dan pelaksanaan fungsi diplomatik untuk melindungi kepentingan nasional di dunia siber, dikenal sebagai diplomasi siber. 

Kebijakan ruang siber atau keamanan siber nasional, yang terkadang menyertakan referensi ke agenda diplomatik, biasanya mengidentifikasi kepentingan-kepentingan ini. Keamanan siber, kejahatan siber, pembangunan kepercayaan, kebebasan internet, dan tata kelola internet adalah beberapa isu utama dalam agenda diplomasi siber.

Dalam hal keamanan siber di Indonesia, telah terjadi sejumlah serangan siber serta perang siber dengan pihak lawan. Sebagai contoh, pada tahun 1998, terjadi kerusuhan ras di dunia maya, dengan Indonesia berperang dengan hacker Cina dan Taiwan yang dituduh. Kemudian, menurut Symantec, pembuat Norton Antivirus, pada Agustus 2010, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Iran di antara sepuluh negara yang terkena worm Stuxnet. 

Tidak, Australia telah menyadap pemerintah Indonesia melalui utusan diplomatik gedung di Jakarta, menurut sebuah cerita di Sydney Morning Herald pada 31 Oktober 2013. Selanjutnya, dalam hal kejahatan media sosial, Indonesia berada di urutan ke-13 di kawasan Asia Pasifik, di belakang Jepang, dan hingga 72,87 % penipuan media sosial ditularkan oleh pengguna tanpa sepengetahuan mereka. 

Berdasarkan analisis data dari sistem pemantauan lalu lintas ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team On Internet Infrastructure), ditemukan bahwa serangan cyber di Indonesia telah mencapai satu juta insiden dan meningkat setiap hari karena kerentanan sistem dan aplikasi yang tidak diketahui. 

Dalam skenario ini, pemerintah tidak kebal terhadap serangan; antara tahun 1998 dan 2009, 2.138 serangan diarahkan ke situs web domain resmi (Chotimah, Tata Kelola Keamanan Siber dan Diplomasi Siber Indonesia, 2019).

Diplomasi siber merupakan diplomasi dimana hal-hal terkait bidang siber menjadi instrumen utama dalam melakukan negosiasi serta menjalin suatu hubungan dengan negara lain. Hampir semua pejabat diplomatik telah membuat akun situs web resmi, serta kehadiran online lainnya seperti Facebook dan Instagram, untuk mewakili kepentingan negara mereka. 

Mengikuti jejak para pemimpin internasional, semakin banyak duta besar dan diplomat yang memiliki Twitter dan profil media sosial lainnya. 

Sejak awal 2000-an, Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mengakui relevansi TIK dalam diplomasi. Pada tahun 2002, Kementerian Luar Negeri membentuk Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik sebagai bagian dari penataan organisasi.

 Kehadiran direktorat jenderal yang baru ini menunjukkan pendekatan kebijakan yang fundamental dan strategis. Ke depan, Kemlu RI akan melakukan diplomasi publik. Sejak tahun 2017, masyarakat Indonesia semakin sadar akan diplomasi digital. 

Dalam Pidato Tahunan Menteri Luar Negeri 2017, Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri dan Negara, menekankan pentingnya Digital Command Center (DCC) dalam mendukung dan memfasilitasi penggunaan diplomasi digital (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia , 2017). Menyusul pengumuman tersebut, Kemlu membentuk Digital Command Center (DCC), sebuah pusat manajemen krisis (LPSE Kemlu RI, 2017) (Madu, 2018).

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kisah Indonesia menunjukkan bagaimana diplomasi digital menjadi tantangan berat bagi praktik diplomasi negara. 

Meskipun gagasan menggunakan media sosial untuk diplomasi sudah ada sejak awal 2000-an dengan peluncuran situs web pertama, pemerintah Jokowi adalah yang pertama secara terbuka menekankan relevansinya pada tahun 2016 melalui Kementerian Luar Negeri (MOFA). Kementerian Luar Negeri menyambut dengan antusias inovasi diplomasi digital saat ini, menggarisbawahi pentingnya internet dalam membantu diplomat dalam tugasnya (Movanita, 2016). 

Akibat kemajuan tersebut, Kemlu mendorong para diplomatnya untuk mengikuti kemajuan pesat perangkat teknologi dan teknologi komunikasi informasi (TIK) dengan memasukkan media baru ke dalam berbagai program pelatihan. 

Dengan menggunakan internet atau instrumen digital lainnya untuk melakukan kontak antar negara atau entitas internasional lainnya, diplomasi digital dapat membantu suatu negara dalam memajukan tujuan kebijakan luar negerinya, memperluas jangkauan internasionalnya, dan mempengaruhi orang di mana saja di dunia.

Tantangan Dimasa depan 

Menurut Penulis bahwa Diplomasi digital telah menjadi mode diplomatik aktif dalam hubungan internasional sebagai hasil dari penggunaan teknologi komunikasi interaktif baru seperti internet, WhatsApp, Twitter, Facebook, Instagram, video berbagi situs web, blog, dan jaringan media sosial lainnya. 

Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia semakin menyadari pentingnya diplomasi digital dan baru-baru ini mempraktikkannya, hal itu masih jauh tertinggal. Selain isu-isu tersebut, diplomasi digital Indonesia harus menghadapi ancaman serangan siber dan ancaman lainnya. 

Hal ini mendapat banyak perhatian karena berkaitan dengan diplomasi digital Indonesia, terutama dalam hal kepentingannya dalam hubungan luar negeri. 

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyadari bahwa perangkat digital menghadirkan peluang dan kesulitan baru bagi diplomasi untuk diatasi dengan mengadopsi diplomasi digital. Ini menyiratkan bahwa organisasi diplomatik harus memahami penggunaan peralatan digital. Kementerian Luar Negeri bertanggung jawab atas pengembangan infrastruktur digital, seperti Digital Command Center (DCC). 

Melihat perkembangan tersebut di atas, Indonesia perlu merencanakan sejumlah pilihan strategis untuk menghadapi kesulitan diplomasi digital. Pertama, Indonesia harus memperkuat infrastruktur digitalnya saat ini, yang diawasi oleh BSSN. BSSN mencakup DCC Kementerian Luar Negeri, yang memiliki tanggung jawab unik terkait dengan diplomasi siber dan digital Indonesia. 

Dengan meningkatnya penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari, menemukan mekanisme koordinasi yang memadai di berbagai kementerian, organisasi, dan pemerintah daerah sangat penting untuk situasi Indonesia saat ini. 

Kedua, Kementerian harus memberdayakan pusat komando secara digital untuk memungkinkan prosedur cepat dan menyeluruh yang dikoordinasikan dengan kementerian terkait, terutama dalam keadaan darurat atau bencana. 

Opsi ini memastikan bahwa Indonesia mengumpulkan dan menganalisis data untuk menentukan kebijakan terbaik atau yang paling dapat ditindaklanjuti untuk mengatasi masalah tertentu. Membangun pusat komando digital, di sisi lain, akan memerlukan pergeseran budaya dan alur kerja di dalam Kementerian, serta dengan kementerian dan lembaga lainnya. 

Negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Inggris Raya (UK), dan Swedia, telah membuat undang-undang dan infrastruktur yang memiliki layanan digital yang beragam dan luas untuk alasan domestik dan internasional. 

Sehingaa menurut penulis bahwa  Kementerian Luar Negeri harus meningkatkan keterlibatan berkelanjutan program dan pelatihan media outreach bagi para pejabatnya. 

Untuk mendorong jejaring yang lebih dalam antara media dan diplomat, program ini harus melibatkan pemangku kepentingan baik dari media lokal maupun asing. Pelatihan ini akan memperkuat kapasitas dan jaringan diplomat mereka untuk merespon secara efektif tantangan platform media sosial yang muncul.

 

            

Nama : Mutiara Hasana Putri

Nim    :  07041181924032

Prodi  : Ilmu Hubungan Internasional

Judul  :  Cyber Diplomacy Indonesia: Masalah dan Tantangan

            

Bibliography

Chotimah, H. C. (2019). Tata Kelola Keamanan Siber dan Diplomasi Siber Indonesia di Bawah Kelembagaan Badan Siber dan Sandi Negara. Jurnal dpr.

Madu, L. (2018). Indonesia's Digital Diplomacy: Problems and Challenges. Jurnal Hubungan Internasional.

Taufik, A. F. (2021). Journal of Physics: Conference Series.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun