Mohon tunggu...
Mutia Ohorella
Mutia Ohorella Mohon Tunggu... -

Ibu Rumah Tangga biasa,yang selalu berusaha menjadi manusia bermanfaat...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Mana "Si Temon"?

18 Agustus 2014   16:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:15 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya di malam 17 Agustusan kemarin saya merindukan film " Si Temon"  di tayangkan kembali. Televisi-televisi kita dulu sering memutar kembali film-film perjuangan seperti Janur Kuning, Serangan Fajar, Gadis di Tapal Batas, dan lain-lain yang membuat rasa kebangsaan terasah kembali.

Entah apa alasannya, film-film itu tak lagi ditayangkan. Baiknya berkhusnuzon saja, mungkin sudah banyak film yang rusak, belum mengalami perawatan seperti film "Nagabonar" yang bisa dinikmati lagi, daripada berfikir bahwa media kita sudah dikuasai asing yang berusaha melunturkan rasa kebangsaan kita.

Namun ada pengganti yang sempat menyentuh rasa itu, pada saat  Bapak Presiden Bambang Yudoyono menyampaikan pidato akhirnya. Kata permintaan maaf beliau  pada rakyat, menimbulkan rasa kebangsaan dan kebanggan. Paling tidak kurun 10 tahun ini dapat tenang hidup bermasyarakat. Senang bisa lihat para koruptor akhirnya bisa terjangkau tangan hukum.

Disadari atau tidak,  ada rasa penyesalan bila menilik kembali kehadiran pemimpin-pemimpin kita selama ini.  Demokrasi tanpa batas membuat  masyarakat kita terlalu bebas menilai dan bersuara. Ada saja celah untuk mencela dari hal-hal kecil hingga besar. Misalnya soal hobby beliau mengarang lagu, istrinya yang hobby fotography, atau tentang keluarganya dan lain-lain.

Celaan-celaan itu redup oleh keseruan dan membumbungnya 2 nama calon presiden pada masa Pilpres kemarin,  tak sedikit yang terlupa bahwa presiden kita MASIH Pak SBY.

Saling lempar cerca memenuhi media sosial dari hari ke hari, saling fitnah susul menyusul seperti siang dan malam. Dan saat itulah...baru terasa ketenangan  beliau seperti air sejuk yang  patut disyukuri.

Sampai-sampai ada rasa takut bila keputusan Mahkamah Konstitusi turun dan mengecewakan sebagian pihak, lalu timbul ketidak amanan, lebih baik ada waktu  tambahan saja untuk beliau hingga keadaan tenang.

Semoga tidak demikian. Kemeriahan pesta  17 Agustus kemarin diharap dapat menyatukan hati kembali dari 2 kubu. Presiden yang terpilih harus di hormati agar bangsa ini punya citra yang baik dimata dunia.

Jangan sampai Tuhan turunkan pemimpin yang zalim dulu, baru kita mensyukuri pemimpin-pemimpin terdahulu.

Iraq pernah dipimpin lama oleh seorang diktator Saddam Hussein, tapi rakyat  bahagia menikmati hasil kekayaan minyak negerinya. Sandang pangan dan papan tak jadi masalah.

Setelah "Asing" masuk berdalih senjata kimia milik Iraq dan tak terbukti sampai sekarang, lihat apa jadinya?

Pemimpin mereka wafat dalam keadaan tidak dihormati seperti negeri mereka. Kekayaan minyak dikeruk, bangunan bersejarah peradaban Islam yang mereka dambakan sekarang lenyap.

Generasi Iraq yang akan datang ibarat orang yang tak punya masa lalu dan masa depan. Hanya menung duduk menatap bangsanya jadi boneka sementara tangan asing terus bekerja.

Semoga pemimpin kita  yang akan datang tak mudah diperdaya bangsa asing.

Sanggup merekatkan kembali kesenjangan yang ada dan rakyat pun punya kesadaran tinggi hidup berbangsa. Bersyukur pada pemimpin yang sudah Allah pilihkan.

Siapapun dia, itulah yang terbaik. Jika belum baik?  itu cerminan pemilihnya bukan? Terima saja sambil terus berdo'a...

Jadi ingat pesan Rasulullah : "Punya pemimpin zalim lebih baik, dari pada kosong tanpa pemimpin "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun