Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menjadi Ibu Rumah Tangga: Sebuah Perjalanan Mulia Untuk Terus Berkarya dan Bahagia

18 Januari 2025   11:30 Diperbarui: 18 Januari 2025   11:30 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu rumah tangga yang bahagia sumber freepik.com

Menjadi Ibu Rumah Tangga: Perjalanan Bahagia yang Penuh Makna

"Sayang banget ijazahnya nggak dipakai."

Sahabat Kompasianer, tentunya pernah mendengar kalimat itu bukan? 

Memang tidak sedikit yang menganggap bahwa dengan menjadi ibu rumah tangga penuh, itu berarti ia menyia-nyiakan pendidikan yang telah ditempuh dan membatasi potensi dirinya. Padahal sebenarnya menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan mulia dan penuh tanggung jawab. 

Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya sendiri sering mendapatkan komentar semacam itu. Bukan dari orang jauh, justru kalimat senanda kerap terlontar dari orang-orang terdekat. Seperti orang tua, teman dan keluarga. Hal yang paling menyedihkan, jika hal tersebut diucapkan oleh orang tua. Saya merasa gagal menjadi seorang anak karena tidak menjadi seperti yang mereka harapkan. 

Mengabaikan menjadi bentuk pertahan diri paling aman. Namun, pada saat-saat tertentu, komentar tersebut begitu meresap hingga dada terasa sesak dan pikiran menjadi sempit. Insecure? Tentu. Menyesal? Sering. Kenapa dulu aku risen?Kenapa aku menjadi manusia tak berguna seperti ini? Dan kalimat-kalimat keluhan lainnya. 

Terlepas dari semua perasan dan pikiran-pikiran buruk tersebut. Hal yang sering dilupakan banyak orang dan terkadang saya sendiri, adalah kenyataan bahwa peran ibu rumah tangga bukanlah beban bagi suami, melainkan pelengkap perjuangan bersama.

Menjadi Ibu Rumah Tangga Adalah Peran Strategis

Menjadi ibu rumah tangga penuh waktu bukan berarti bersantai-santai dan berleha-leha di rumah. Perannya sangat kompleks, bahkan seorang ibu rumah tangga tidak mempunyai waktu libur, bahkan ketika sakit tidak ada cuti kecuali ibu itu sendiri yang membiarkan dirinya libur. Tentu demi kesehatannya sendiri. Walaupun sering kali yang membuatnya ingin segera sembuh adalah keluarga. Menyadari "jika aku sakit bagaimana keluargaku."

Bayangkan saja bagaimana jika ibu sebagi ibu rumah tangga sakit? Bagaimana keadaan rumah? 

Benar, peran seorang ibu rumah tangga memang sangat komplek dimulai dari kebersihan rumah, ketersediaan makanan, pengatur keuangan, mendidik anak hingga menjadi support system bagi suami. 

Bisa dikatakan, ibu rumah tangga adalah "manajer keluarga" yang memastikan semua berjalan lancar. Perannya sangat strategis dalam mendukung kesuksesan keluarga secara keseluruhan.

Mengatasi Perasaan-perasaan Negatif

Sahabat Kompasianer, meskipun menyadari pentingnya menjadi seorang ibu rumah tangga. Namun, tak dapat dipungkiri perasan rendah diri sering kali muncul tiba-tiba tanpa aba-aba. Biasanya hal itu terjadi ketika melihat postingan teman yang sukses, kehidupan orang lain yang terlihat begitu wahh, sedangkan aku ....

Di saat seperti ini, memang seharusnya kita bijak dalam melihat media sosial. Tak seharusnya membandingkan-bandingkan. Kehidupan dan kesuksesan orang lain. Dari pengalaman tersebut kita bisa mengatasi perasaan tersebut dengan mencoba beberapa langkah:

1. Menghargai Peran Sebagai Ibu Rumah Tangga

Menyadari bahwa setiap setiap peran dalam keluarga adalah unik dan penting. Tanpa ibu rumah tangga bagaimana roda kehidupan keluarga akan berjalan seefisien sekarang? 

2. Meningkatkan Kapasitas Diri

Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti hilang kesempatan belajar. Selain menjadi manajer keluarga kita adalah menejer bagi kita sendiri. Kita bisa membuat pilihan untuk terus belajar dan mengembangkan potensi yang ada pada diri kita. Dengan membagi waktu dan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti saat ini, kesempatan bisa kita ciptakan sendiri.

3. Berkomunikasi dengan Suami dan Anak-anak

Sejatinya suami adalah partner hidup, bukan lawan. Tidak seperti drama keluarga di layar kaca dan beranda mediasi sosial.

Saat merasa insecure, kita membicarakannya dengan suami. Bukan untuk mengeluh, tetapi untuk berbagi perasaan dan saling mendukung. 

Ketika hendak melakukan kegiatan dalam rangka untuk mengembangkan potensi diri, diskusikan dengan suami dan anak-anak. Sehingga mereka juga bisa mengerti dan mendukung apa yang ingin kita lakukan. 

4. Fokus pada Kebahagiaan Keluarga

Kebahagiaan ada dalam hati dan adanya rasa syukur bukan di postingan atau yang terlihat orang lain. Bahagia kita yang tentukan dan rasakan. Ingatlah bahwa kebahagiaan keluarga adalah prioritas. Setiap usaha yang dilakukan untuk keluarga adalah hal yang tidak ternilai.

Suami Bukan Hanya Pencari Nafkah, Tapi Partner Hidup

Ada kalanya kita merasa goyah akan hubungan dan perasaan cinta terhadap suami atau pasangan. Hal tersebut bisa berasal dari berbagai hal. Entah dari orang lain atau sekadar membaca postingan-postingan negatif di media sosial. Maka, ketika perasaan itu muncul jangan ragu untuk mengungkapkan perasaan tersebut. Karena bagaimanapun juga, komunikasi adalah kunci penting dalam hubungan. Bagaimana cara kita berkomunikasi itulah salah satu hal yang menentukan keharmonisan sebuah hubungan.

Ingatlah bahwa suami bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga partner hidup yang siap mendukung dan memahami. Dengan saling berbagi, kita akan tumbuh menjadi pasangan yang saling menguatkan dan saling menghargai peran masing-masing. 

Mengubah Pandangan Tentang Peran Ibu Rumah Tangga

Untuk menghargai diri sendiri, kita bisa mulai mengubah pandangan bahwa ibu rumah tangga penuh waktu bukanlah beban bagi suami. Akan tetapi sosok yang berkontribusi besar terhadap keluarga. 

Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tidak punya mimpi dan kehilangan kesempatan mengembangkan potensi diri. Dari rumah, kita meraih apa yang diimpikan. Walaupun mungkin jalannya tidak mudah, akan banyak rintangan baik dari diri sendiri ataupun lingkungan. 

Begitu juga dengan para ibu yang memilih produktif di luar rumah. Pastinya juga merasakan hal yang tidak jauh berbeda. Kerap merasa dan kerap menerima komentar tidak mengenakan karena dianggap tidak mementingkan keluarga. 

Sebuah pepatah mengatakan "hidup sawang sinawang." Pada akhirnya hanya ada satu kesimpulan tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan milik Allah SWT semata. 

Jadi, seperti apapun latar belakang kita, marilah kita menjadi ibu rumah tangga yang terus berkarya dan bahagia. 

Ruji, 18 Januari 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun