Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Romansa Rumah Tangga Biasa

5 Desember 2024   18:53 Diperbarui: 5 Desember 2024   18:57 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bunyi yang kering dan tajam selalu terdengar setiap kali mata cangkul Kartawi menghunjam tanah tegalan yang sudah lama kerontang. Debu tanah kapur memercik. Pada setiap detik yang sama Kartawi merasa ada sentakan keras terhadap otot-otot tangan sampai ke punggungnya. 

Lisa menghentikan aktifitas membacanya pada paragraf pertama cerpen Ahmad Tohari yang sedang ia baca. Bukan karena tidak tertarik tetapi apa yang diceritakan dalam cerita tersebut sangat menggangu pikirannya saat ini. 

Setelah berulang kali menamatkan cerpen tersebut, baru kali ini ia merasa terganggu. Sebelumnya, ia sangat menyukainya. Karena beberapa alasan yang membuatnya merasa mendapatkan asupan pengetahuan. Namun, kini tidak lagi. 

Kesulitan yang sedang dirasakan Sarkawi, tokoh utama dalam cerpen tersebut membuat kekalutan pikirannya semakin menjadi. 

Kehidupan di desa, Lisa membayangkan. Kemudian sesak di dadanya semakin terasa hingga tak terasa matanya menjadi basah. 

"Ngopo, adoh-adoh merantau, tapi soro?" 

Lisa, terngiang ucapannya ayahnya setelah berkunjung dan melihat bagaimana kehidupan Lisa dan keluarga kecilnya. 

Bagi Lisa, sebenarnya tidak ada yang salah dengan kehidupannya. Namun, setelah ayahnya mereview kehidupan rumah tangganya. Hati Lisa menjadi sempit, senyumnya juga semakin irit, meskipun Hermawan masih suka melawak padanya, seperti biasa. 

"Sepuluh tahun menikah, apa yang kamu miliki?" Pertanyaan menohok dari sisi batinnya yang gelap. Membuat Lisa, memerhatikan sekeliling kamarnya. 

Kasur tipis, lemari baju berbahan triplek belum ganti sejak pertama menikah. Dua perabot yang menonjol di kamar seakan menghimpit Lisa, membuat wanita itu bergegas keluar kamar dengan muak. 

Tak butuh waktu lama, Lisa sudah berada di dapur. Ia langsung membuka kulkas, mengambil sebotol air teh kemasan, yang tinggal separuh isinya. Sejenak ia menghentikan tangannya, kemudian menutup kulkas dengan keras, saat menyadari bagaimana bentuk perabot keramat itu sekarang. Beberapa bagian kulkas tampak rusak dan pintu luarnya penuh coretan. Jauh dari kata aesthetic seperti wajah kehidupan yang tengah dirasakannya kini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun