Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Mantan Juara Kelas

28 Agustus 2024   20:15 Diperbarui: 28 Agustus 2024   20:17 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Mantan Juara Kelas

Dari jarak dua meter, Wuri sudah berteriak memanggil Iyon. Setelah dekat, ia duduk di bangku plastik di samping Iyon teman sekelasnya waktu SD. Sebenarnya, dulu keduanya bisa dibilang rival. Kalau bukan Wuri maka yang menyabet juara kelas ya, Iyon. Begitu seterusnya sampai enam tahun. Namun, setelah lulus keduanya berpisah dan bertemu lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Bukan sebagai teman tetapi sebagai pembeli dan penjual.

"Sepuluh ribu dua bungkus, satu pedes satu enggak," pinta Wuri, mencoba bersikap biasa meskipun perasaannya tak bisa setenang ucapannya.

Iyon, masih fokus dengan pekerjaannya. Setelah mengangkat butiran-butiran cimol berwana putih dari penggorengan, ia kemudian mematikan kompor. Kedua tangannya sibuk menyiapkan cimol ke kantong plastik dan memberikan bumbu tabur.

"Udah lama jualan, Cimol, Yon?" Mendengar pertanyaan itu, Iyon tersenyum. Meletakkan plastik di rak gerobak bagian atas kemudian duduk di bangku plastik tepat di samping Wuri setelah menggeser sedikit menjauh memberi jarak dengan wanita teman sekelasnya dulu itu.

"Kirain, kamu gak mengenaliku," jawab Iyon, sedikit sarkas. Baginya wanita di sampingnya sudah naik ke strata lebih tinggi. Meninggalkan teman-teman sekampungnya dulu. Wajar, jika gengsi mengakui Iyon sebagai teman sekolahnya dulu.

Baca juga: Muara, Rindu, Kita

"Gak ada yang berubah dari kamu. Aku pikir kamu yang gak kenal lagi sama aku," timpal Wuri sambil tersenyum.

Angin bertiup, menerbangkan aroma gurih dari Cimol yang digoreng. Udara panas di bawah terik matahari menjadi terasa sejuk dengan hembusan angin. Seakan memberi celah sepasang kawan lama itu untuk kembali menggali ingatan masa kanak-kanak dulu.

"Aku malu pulang kampung, liat teman-teman di kampung pada sukses. Sementara aku yang jauh-jauh merantau tetap aja blangsak."

"Blangsak gimana sih, Wur. Kamu jadi glowing gitu pasti enak kan hidup di Jakarta?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun