Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Media Sosial, Bentuk Kepedulian terhadap Kesehatan Mental dan Pikiran Diri Sendiri

30 Maret 2024   20:48 Diperbarui: 30 Maret 2024   20:50 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puasa Media Sosial, Bentuk Pengendalian dan Kepedulian Diri Terhadap Kesehatan Mental dan Pikiran

Sebelum bicara puasa Media sosial, mari kita cek terlebih dahulu, ada berapa media sosial di handphone yang ada di tangan saat ini?

Beda generasi beda Media sosial yang digandrungi, akan tetapi pada umumnya lebih dari tiga jenis Media sosial yang dimiliki. Meskipun postingan yang diunggah seringkali senada, bahkan cenderung sama. Akan tetapi begitulah adanya, tidak memiliki Media sosial seperti orang yang tidak bersosialisasi, meskipun tidak bisa dikatakan demikian. Jika begitu keadaanya, apakah mungkin untuk puasa Media sosial? 

Jawaban setiap orang mungkin berbeda. Akan tetapi jika peduli dengan kesehatan mental sendiri, sebaiknya kita senantiasa puasa media sosial. 

Menurut saya pribadi, puasa Media sosial bukan berarti putus sama sekali atau tidak menggunakan. Seperti halnya arti puasa yaitu menahan. Maka, dalam puasa Media sosial kita juga menahan diri. Baik dalam membuat atau melihat postingan di Media sosial. 

Apa yang muncul di halaman media sosial kita, mengikuti algoritma. Diman algoritma akan membawa pada hal-hal yang sering dilihat, diikuti, disukai dan dicari. Sehingga seringkali penggunanya lupa diri. Apa yang dilihatnya begitu menarik perhatiannya dan ia tak sempat mengontrol diri, apakah hal itu baik untuk ditonton dan dilihat terus menerus.

Algoritma media sosial adalah langkah sistematis dan terstruktur untuk mengolah kumpulan data melalui sebuah instruksi. Tujuannya untuk memfilter, memberi peringkat, memilih, dan merekomendasikan konten kepada penggunaan. 

Namun, penilaian tentang minat hanya sebatas apa yang kamu lihat lebih lama dan tombol like yang ditekan. Baik menekan karena memang suka atau tidak sengaja. Sehingga time line akan penuh dengan warna-warna yang senada yang menurut algoritma hal tersebut layak untuk direkomendasikan. Tidak peduli hal tersebut baik atau buruk. Maka yang dapat menilai adalah diri kita sendiri, sehingga kita perlu kontrol diri dalam menggunakan Media sosial. Apakah hal itu baik atau buruk. 

Kapan saatnya kita mengendalikan dan mengontrol diri dalam bermedia sosial? Jawabannya setiap saat. 

Setiap saat kita harus selektif dan waspada dengan segala bentuk informasi yang masuk (tampilan beranda Media sosial). 

Selanjutnya, kita harus memperketat puasa Media sosial jika sudah merasakan gejala-gejala berikut:

1. Selalu Online dan Terus Menerus Melihat Aplikasi Media sosial

2. Resah dan Gelisah dengan Postingan Orang Lain. 

Perasaan resah ini bisa karena merasa iri, insecure, terintimidasi, sedih, kecewa dan marah dengan postingan orang lain. Padahal belum tentu postingan itu adalah untuk kita. Namun, perasaan itu muncul dengan sendirinya, yang mungkin berawal dari membandingkan kehidupan diri sendiri. 

3. Fomo


Ketika sudah berada di tahap fomo, itu artinya kita harus benar-benar puasa Media sosial. 

Fomo adalah (Fearing Of Missing Out) merupakan perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan terjadi, biasanya hal tersebut dapat terjadi karena unggahan di sosial media. FOMO (Fearing Of Missing Out) dapat didefinisikan sebagai perasaan takut tertinggal dengan peristiwa, pengalaman, atau informasi

4. Terisolasi di Kehidupan Nyata

Setelah meletakkan handphone, kemudian kita akan sadar bahwa kita hidup di dunia nyata. Cobalah lihat sekitar, apakah kita ada teman atsu ternyata kita sendiri di dunia nyata. Karena terlalu lama di dunia maya, sehingga di dunia nyata, kita nyaris tak bertetangga dan berinteraksi dengan orang lain. 

Jika sudah terjadi hal-hal yang disebutkan di atas, maka itu artinya kita sudah masuk darurat. Bukan hanya sekadar menahan diri tetapi benar-benar harus puasa Media sosial. 

Namun sebaiknya, selagi belum merasakan hal-hal di atas kita harus tetap kontrol diri dan waspada dalam menggunakan media sosial. Hal itu demi kesehatan mental dan pikiran kita sendiri.

Salam

Mutia AH

Ruji, 30 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun