Lebaran tahun ini memang berbeda dari tahun-tahun biasanya. Bukan tidak pernah tetapi alasan dibalik tidak mudik yang terasa amat pelik.
Meskipun demikian, jangan bertanya kenapa? Karena saya tidak ingin bercerita tentang hal itu.
Seperti yang telah kuduga, lebaran di tanah rantau tepatnya di dalam perumahan yang mayoritas perantau berbeda dengan kampung halaman. Sepi. Itu adalah kesimpulan yang terjawab oleh setiap orang meskipun tidak merasakan. Mudah ditebak bukan?
Tidak berbeda jika lebaran bersama keluarga besar di rumah. Disini pun, saya melakukan hal yang sama. Menyiapkan kue, masak ketupat dan opor, walaupun hidangan ini hanya untuk kami sendiri.
Meskipun tidak seramai ketika hari raya Idhul Adha tetapi namanya juga hari raya, tetap saja orang-orang pergi ke Masjid untuk melaksanakan salat Id. Jadi salat Id tetap berlangsung seperti biasanya. Tenang saja, meskipun banyak yang pulang kampung. Jumlah orang yang ada cukup untuk memenuhi kuota sahnya salat Id dilaksanakan secara berjamaah.
Setelah selesai salat kami bersalam-salaman sesama jama'ah sejenis untuk saling meminta dan memberi maaf.
Pulang dari Masjid, sesegera mungkin kami berlebaran virtual ke kampung. Haru jelas tak terhindarkan. Namun cukup untuk mengobati rasa rindu di hati.
Hening. Setelah telepon mati suasana sepi baru terasa nyata. "Mau kemana kita?" Seakan tiada tujuan kami berjalan berkeliling dari gang ke gang. Sambil menduga dan mengira-ngira, siapa-siapa yang tak mudik dan kemungkinan ada di rumah.
Meskipun kami berkeliling dari gang ke gang lain ternyata tidak banyak orang yang kami jumpai. Hanya ada satu, dua, keluarga yang menghuni di setiap gang.
Akhirnya kami pulang untuk kemudian memanfaatkan waktu tidak pulang kampung ini untuk bersilaturahmi ke rumah teman-teman yang asli penduduk  sini. Kesempatan ini sangat langka terjadi. Tentu saja, hal ini karena biasanya libur hari raya Idul Fitri kami rayakan untuk lebaran di kampung halaman.