"Ra, kamu tahu susunan acara malam ini?" tanya Mbak Pur, sambil memegang erat lenganku.
"Paling sama kayak biasanya," jawabku enteng.
"Ada santunan gak?" tanya Mbak Pur kemudian.
"Gak ada kayaknya." Aku berusaha menjawab dengan benar. Sebenarnya aku sendiri tak tahu persis. Namun pertanyaan Mbak Pur ini yang terasa janggal. Kenapa ia menanyakan hal itu?
"Benerean gak ada, Ra?" Mbak Pur kembali memastikan.
"Bener, Mbak," jawabku yakin.
Seperti biasanya kami berjalan sambil bergandengan hingga di tujuan
Suasana di halaman Masjid telah ramai, hampir seluruh warga kampung tumpah ruah di sini. Beruntung kami masih kebagian tempat duduk meskipun di bagian belakang.
Lantunan shalawat yang dibawakan grup Hadroh menggema memenuhi langit Nirwana Indah, seakan menyihir seluruh jamaah untuk ikut mengumandangkan. Setelah tampilan itu selesai, pembawa acara naik ke panggung. Acara Maulid baru dimulai yang ditandai dengan beberapa sambutan-sambutan. Seperti membiarkan angkot yang lewat, aku dan Mbak Pur lebih asyik ngobrol sendiri.
Hingga tiba-tiba kami terkejut ketika nama Mbak Pur disebut. Aku memperhatikan ke Panggung, tampak beberapa anak dan ibu-ibu berdiri untuk menerima santunan.
"Hayo, Mbak maju!" Mbak warni yang duduk di samping kiri menyentuh lengan Mbak Pur, sembari membujuk.