Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Ada Adik

1 Januari 2022   22:37 Diperbarui: 1 Januari 2022   22:38 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu datang dari dapur dengan terburu-buru. Ia berjongkok kemudian menggendong Diva yang menangis. Setelah menyingkirkan tangan Lani dengan kasar. 

"Astaghfirullah, Kakak! Dedeknya diapain sampai jatuh seperti ini?" tanya ibu sambil melotot ke Lani.

Lani terkejut mendengar pertanyaan ibu. Padahal tadi ia hanya mau menolong Diva.

"Gak diapa-apain, Dedek jatuh sendiri," jawab Lani hampir menangis. 

Ibu hanya diam tak menjawab. Ia duduk di sofa sambil menenangkan Diva.

"Gak apa-apa sayang. Ibu obati yah?"

"Gak mau, nanti perih," jawab Diva sambil menangis.

"Enggak, Sayang. Cuma diolesi minyak," bujuk ibu sambil memeluk Diva.

Lani masih berdiri melihat ibu dan adiknya. Ada perasaan kasihan pada Diva. Akan tetapi ia juga sedih karena disalahkan. Melihat ibu yang bersikap lembut sama Diva. Lani merasa ibu hanya sayang Diva saja.

Dengan menahan air mata agar tidak jatuh. Lani berbalik membelakangi ibu dan berlari ke kamar. Akan tetapi langkahnya terhenti saat ibu kembali berteriak padanya. 

"Kakak, mainannya beresin dulu! Kan sudah dibilangin. Habis main, mainannya diberesin!" 

"Iya," jawab Lani dengan bibir bergetar menahan tangis. Kemudian berbalik dan berjongkok untuk merapikan mainan. Setitik air matanya jatuh. Lani melirik ke arah Ibu tetapi Ibu tidak sedang melihatnya. Ia merasa lega karena Ibu tidak tahu Lani menangis. Akan tetapi air matanya justru semakin deras mengalir.

Setelah membereskan mainan. Lani keluar rumah diam-diam. Ia tak bisa menahan rasa sedihnya. Walaupun ia sendiri tak tahu pasti apa yang membuatnya menangis. Lani hanya merasa ibu tidak sayang padanya sejak adik lahir.

"Lani! Main yuk," ajak Bunga dari rumah seberang.

Tanpa menjawab, Lani berlari ke rumah Bunga. 

"Kamu habis nangis ya?" tanya Bunga melihat bekas air mata di pipi Lani.

"Enggak!" elak Lani.

"Itu, bekasnya masih ada. Habis dimarahi yaa?"

Lani diam tak menjawab. Karena tak bisa menyangkal. Beruntung Bila datang dan mengajak mereka bermain.

"Eh, Lani, Bunga! Main ke taman yuk!"

"Yuk!"

"Mama! Adek main ke taman ya?" 

"Iya, jangan kesorean pulangnya, ya," jawab Mama Bunga lembut, kemudian memeluk dan mencium pipi Bunga. Setelah itu, Lani, Bunga dan Bila berlari ke taman bermain yang terletak di tengah komplek.

"Bunga, kamu enak. Mamah kamu baik banget," ucap Lani setelah sampai taman.

"Iya, gak kayak mamah aku. Ngomel mulu," timpal Bila.

"Apa lagi Ibu aku, galak banget! Aku sebel punya adek, Ibu jadi gak sayang aku lagi. Dulu Ibu suka peluk cium aku. Sekarang adek mulu yang disayang,"

"Adek kamu masih kecil jadi lucu," sergah Bila, sambil meraih ayunan.

"Adik aku cengeng. Kamu enak jadi adek!" sahut Lani, sambil mendorong   ayunan yang dinaiki Bila.

"Jadi kakak juga enak. Kakakku dikasih uang jajannya banyak!" Kembali Bila menyahut seraya mengencangkan pegangan.

"Enak punya kakak cowok. Aku pengen deh punya kakak cowok," ucap Lani sambil tersenyum membayangkan punya kakak.

"Aku juga," sahut Bunga sambil meluncur di perosotan tak jauh dari ayunan.

"Bunga, Bila, Lani! Lihat aku punya gambar BTS! teriak Nanda mengejutkan ketiganya. Anak-anak itu berlari berhamburan ke arah Nanda. Kemudian mereka duduk melingkar di bawah pohon.

****

Lani bermain di taman hingga sore. Langit mendung dan berwarna gelap.  Gerimis mulai turun.

"Hujan!" teriak Bunga.

"Iya, hujan," timpal yang lainnya.

"Hujan-hujanan, yuk!" seru Lani.

"yuk!" sahut yang lainnya. 

"Bunga! Pulang," teriak mamah Bunga dari pintu masuk taman. 

"Aku pulang," ucap Bunga sambil berlari.

"Bila! Mamah kamu, nyariin!" teriak Bunga ketika melihat Mama Bila di ujung jalan.

Satu persatu anak-anak meninggalkan taman setelah dijemput ibu mereka. Ada pula yang inisiatif. Namun Lani masih enggan, ia ingin Ibu mencari dan menjemputnya. Hingga tubuhnya basah kuyup dan kedinginan. 

Perlahan Lani berjalan menyusuri jalan pulang saat hawa dingin dirasakannya. "Ibu tak mencariku," ucapnya dalam hati. Air matanya mulai berjatuhan tetapi air hujan menyamarkannya. Langkahnya terhenti, senyum terlukis di bibirnya. Ketika melihat ibu di tengah jalan.

"Lani! Kenapa gak pulang-pulang? Kirain di rumah Bunga!" Omel ibu di antara suara hujan. Lani hanya diam tak menyahut. Kemudian keduanya berjalan beriringan pulang.

Sesampainya di rumah, ibu menyuruh Lani mandi. Sementara ia sibuk di dapur.

"Habis mandi, makan! Dari siang belum, memangnya gak laper? Masa makan aja harus disuruh. Kamu kan sudah gede. Udah punya adek. Sembilan tahun umurmu!  Kakak denger ibu ngomong, gak?" teriak ibu.

"Iya," jawab Lani sambil keluar dari kamar mandi. 

"Bu, pakai baju apa?" teriak Lani setelah berada dalam kamarnya.

"Pilih sendiri di lemari. Jangan acak-acakan ngambilnya!" jawab Ibu dari dapur.

"Gak ada, Bu."

"Oh, iya masih di keranjang di kamar Ibu," jawab Ibu.

Beberapa saat setelahnya Ibu datang membawa setumpuk pakaian yang sudah disetrika. Meletakan di tepi ranjang depan lemari. Setelah mengambil satu setel piyama, ia membuka lemari hendak menyimpan pakaian. Namun ibu berhenti saat melihat coretan di bagian dalam pintu.

"Ya, ampun kakak! di mana aja cor ...," Ibu terdiam tak melanjutkan kata-katanya. Setelah melihat seksama apa yang digambar Lani. 

Jelas terpampang dua gambar dalam dua kotak berbeda. Kotak pertama Tiga gambar orang, dengan keterangan di bawahnya. Ibu, kakak, Bapak. Wajah kakak tampak tersenyum lebar dengan tulisan di bawahnya, Sebelum ada dedek. Gambar kedua tak jauh berbeda. Hanya ditambah gambar Diva, adik lani. Namun wajah lani berurai air mata dengan tulisan di bawahnya setelah ada dede.

Ibu menoleh ke arah Lani. "Kak, ini kakak yang gambar?" tanya ibu pelan. Lani diam tak mendengarkan perkataan ibunya.

"Kakak!" Suara ibu paru menahan tangis. Namun Lani tetap diam. Ia justru mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. 

"Kakak!" Ibu menarik selimut tetapi Lani menahannya. Namun tenaganya yang tak seberapa kuat tak bertahan lama. Cepat lani meraih bantal dan menutupi wajahnya. Tangis Lani mulai terdengar.

"Kakak, maafin ibu, kak. Ibu salah sama kakak." Ibu memeluk tubuh Lani erat.

"Ibu tetap sayang sama kakak. Meskipun ada dedek. Kakak," bujuk ibu, sambil mempererat pelukannya. Tangis Lani semakin kencang. Ibu menjelaskan tentang sikapnya dan membuatnya percaya bahwa ibu menyayangi Lani.

"Kak, maafin ibu?" ucap ibu sambil mempererat pelukan. Lani kemudian mengangguk sambil tersenyum.

"Terima kasih, Kak," ucap ibu sambil memeluk dan menciumi Lani.

"Sekarang makan yuk. Bentar lagi ayah pulang," ucap ibu sambil membantu Lani berdiri. 

"Awas kena dedeknya," kata ibu saat Lani hampir terjatuh. 

Kemudian lani keluar kamar. Setelah menyelimuti Diva, ibu melihat ke arah lemari yang masih terbuka. Air matanya kembali jatuh menahan nyeri di hatinya. 

Mutia AH

Ruji, 21 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun