Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Diary

Antara Pasrah, Ikhlas dan Menyerah, Saya Memilih Sesuka Hati

9 Desember 2021   06:10 Diperbarui: 9 Desember 2021   06:19 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar by Pixabay

Dear Diary
Apakah kamu pernah bertanya, kemana saya selama ini? Mengapa datang dan pergi sesuka hati? Bacalah dan dengarkan curahan hati saya sampai akhir, nanti ada jawaban kenapa saya datang dan pergi sesuka hati.

Tentu dengan senang hati saya hendak bercerita. Tentang diri yang sering menghilang dan kemudian datang tanpa diundang.

Ada alasan tersendiri kenapa saya seperti ini. Bukan maksud beralibi, tetapi hati memang mudah sakit hati. Kemudian sembuh dengan sendirinya dan kembali menemuimu. Begitu singkat cerita tentang keberadaan saya di Kompasiana.

Terkadang saya merasa rendah diri, melihat prestasi yang tak kunjung naik lebih tinggi. Semakin lama saya merasa terpuruk saja. Saat melihat orang lain semakin ke depan.

Ah, sudahlah lupakan tentang hati saya. Mari kita bahas hal yang berkaitan dengan judul. Antara Ikhlas dan Menyerah, Saya Memilih Sesuka Hati Melakukannya.

Kita mulai dari pertanyaan, apa tujuanmu menulis?


Sebuah pertanyaan yang kerap diajukan kepada seorang penulis. Lantas, siapakah penulis itu sebenarnya? Jika merujuk pada arti penulis dalam kbbi yang pertama, tentu semua orang yang menulis terlepas dari apa yang ditulis adalah penulis.


Di sini saya ingin menyempitkan bahasan kepada arti penulis yaitu orang yang menulis artikel, novel, cerpen dan semacamnya secara umum dan secara khusus penulis Kompasiana.


Beberapa kali saya membaca dan keluhan penulis Kompasiana tentang label dan juga K-reawed.  Bukan hanya membaca artikel di Kompasiana tetapi juga membaca percakapan para penulis Kompasiana di grup-grup yang saya ikuti. Meskipun penulisnya berbeda-beda tetapi keluhannya hampir senada. Begitu juga saat saya membaca isi hati sendiri. Ternyata keluhan-keluhan itu juga ada di sana. (Pengakuan terselubung, siapa yang menolak cuan?).


Keluhan-keluhan itu juga tidak terlalu buruk. Karenanya saya masuk ke dalam ruang perenungan. Tentang apa tujuan menulis? Kenapa menulis dan kenapa-kenapa yang lain.


Ketika bertemu dengan pertanyaan, apa tujuanmu menulis? Hobi, saya jawab. "Jika menulis karena hobi tentu tak menjadi persoalan bukan jika artikel tak berlabel." Begitu kata seorang penulis senior.


"Jika tujuan menulis untuk berbagi informasi, tentu tak kesal jika tulisan tak dilabel. Bukankah tujuannya berbagai?"

"Jika memikirkan label, tujuan menulis tidak akan tercapai. Baik untuk terapi, berbagi informasi atau sekedar menyenangkan hati karena hobi."

Pada akhirnya pertanyaan dan jawaban itu menjelma menjadi kritik dan saran di hati saya. Menjadi penyemangat untuk tetap menulis meskipun artikel tak berlabel.

Namun, seiring berjalannya waktu. Nasihat-nasihat itu tak lagi menjadi jimat penyemangat. Semangat menulis turun naik. Meningkat saat tulisan dimuat dan dilabel. Turun saat artikel berkali-kali diabaikan.

Hal tidak menyenangkan ini baru tentang label. Terlebih lagi soal reawed. Ah, sepertinya itu hanya angan-angan bagi saya. Jika diibaratkan dalam pribahasa tampaknya cocok dibilang pungguk yang merindu bulan.

Lantas, apakah saya menyerah karena tidak mendapat label dan reawed? Ternyata saya tidak menyerah. Meskipun diabaikan berkali-kali, saya tetap saja menulis dan mengunggah di sini.

Apakah saya ikhlas? Sepertinya tidak sepenuhnya, karena harapan untuk mendapatkan sesuatu itu ada. Walaupun terasa dekat dengan kata tidak mungkin. Akan tetapi saya tidak mau menyerah begitu saja. Hal itu terasa berat untuk dijalani. Maka dari itu saya memilih sesuka hati dalam menjalani.

Jika ingin menulis maka saya menulis. Jika tidak ingin, ya saya tidak memaksa diri. Hal itu dilakukan karena saya tidak ingin kehilangan nikmatnya menulis. Karena saya sadar, melakukan apa yang disukai akan terasa lebih mudah.

Pada akhirnya kembali ke satu pertanyaan. Apa tujuanmu menulis?

Dari pertanyaan itu saya memperoleh kesimpulan untuk menjawab pertanyaan.
Kamu ikhlas, pasrah atau menyerah? Tidak ketiganya tetapi saya memilih sesuka hati melakukannya.

Mutia AH
Ruji, 09 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun