Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali Belajar Tambah Stok Kesabaran

3 Januari 2021   20:17 Diperbarui: 3 Januari 2021   21:40 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah habis masa liburan kini saatnya kembali belajar. Siapkan alat tulis dan buku-buku pelajaran. Belajar secara tatap muka di ruang kelas ataupun secara virtual, alat tulis dan buku tak bisa ditinggalkan. Itu adalah salah satu persiapan belajar yang utama. Sementara itu persiapan hati dan mental juga tak boleh dilupakan. Kenapa? Mari kita lanjutkan membahas lebih lanjut.

Suatu pagi di awal Desember, tak sengaja saya bertemu dengan Bu Yani, saat membayar SPP di sekolah. Beliau adalah ibu dari temen sekelas puteri saya. Dari sekian banyak obrolan ada satu hal yang masih terngiang sampai sekarang.

"Eh, nanti di semester dua, anak-anak sudah masuk sekolah seperti biasa. Seneng banget dengernya," katanya dengan air muka bahagia.

"Menurutmu gimana?" lanjutnya sambil menepuk lengan saya.

"Hemm, entahlah. Aku gak mau berharap terlalu banyak, takutnya nanti berubah lagi, jadi kecewa," jawabku jujur.

"Iya juga sih." Seketika wajahnya berubah murung. Membuatku merasa bersalah mematahkan harapan dan kebahagiaannya.

Seperti yang saya khawatirkan waktu itu ternyata terjadi juga. Sekolah normal seperti biasa hanyalah mimpi. Kegiatan belajar mengajar semester dua ini masih dilakukan secara daring.

Sejujurnya kecewa itu ada. Bukan semata-mata karena kegiatan mengajar guru di sekolah menjadi tanggung jawab saya sebagai orang tua. Akan tetapi lebih dari itu. Entah sudah berapa puluh kali, saya harus menata mental anak saya sendiri dalam menghadapi kejenuhan belajar di rumah serta kerinduannya pada sekolah.

"Bu, kapan sih Corona ilang?"

"Bu, teman-teman sekelas aku siapa ya?"

"Bu, kapan sih sekolah?"

"Bu, baju sekolah boleh dipakai di rumah gak? Kan gak pernah dipakai, Bu!"

Pertanyaan dan pernyataan itu kerap muncul saat buku-buku pelajaran telah kubuka. Bukan hanya harus sabar menghadapi tingkahnya yang selalu mencari alasan untuk istirahat saat belajar. Keluhan bosan serta kerinduan pada sekolahnya kerap menguras stok kesabaran.

Jujur saja, sebagai ibu yang mengambil peran guru untuk anak sendiri ujian kesabaran ini lebih berat saya rasakan. Entah memang saya yang kurang sabar atau ada faktor lain. Terkadang saya tak habis pikir, kenapa menjadi guru untuk anak orang lain terasa lebih sabar dibandingkan saat menjadi guru anak sendiri.

Kesal, marah lebih sering terjadi. Sebaliknya anak saya sendiri jika bersama gurunya di kelas mandiri tetapi saat bersama ibunya justru tak mau sendiri.

Lantas bagaimana persiapan untuk kembali belajar daring di masa pandemi ini?

Sepengetahuan saya, virus tidak mungkin hilang, yang ada virus itu akan terus berkembang dan beradaptasi. Karena itulah kita sebagai manusia harus lebih pintar menghadapi virus ini. Hidup saling berdampingan dengan virus. Siapa yang kuat dia yang menang itu konsepnya.

Takut berlebihan tentu tidak dianjurkan. Menyepelekan virus juga bukan hal yang dibenarkan. Waspada dan hati-hati tetap harus dilakukan. Karena kita tak mungkin  terus bersembunyi maka kita juga harus pandai menjaga diri.

Belajar dari rumah merupakan bentuk kewaspadaan terhadap covid ini. Mau tidak mau kita harus mengikuti, mungkin beginilah pola hidup baru yang harus dijalani. Meskipun tidak menghilangkan harapan untuk hidup seperti sebelum pandemi. Maka mengikuti aturan pemerintah demi kebaikan kita wajib diikuti salah satunya dengan ikhlas menjalani pola hidup new normal.

Setiap orang pasti mempunyai alasan berbeda mengenai setuju dan tidak setuju pembelajaran diadakan secara daring. Dari pada membuang tenaga dan pikiran menolak dan menampik kenyataan bahwa kita masih hidup dalam lingkaran pandemi. Lebih baik kita menerima dengan lapang dada.

Ibu adalah sosok yang berhadapan langsung dengan kegiatan belajar mengajar yang berpindah ke rumah. Kini saatnya ilmu serba bisa harus diterapkan. Buang pemikiran bahwa kegiatan ini hanya sementara. Agar anak bisa menikmati belajar di rumah maka kita (ibu) juga harus menikmati menjadi guru untuk anak sendiri. Sabar dan ikhlas itu kuncinya.

Nah, bukan hanya seorang ibu yang harus ikhlas karena pekerjaannya bertambah serta waktu santainya menjadi tersita. Akan tetapi seorang ayah juga harus ikhlas dalam menjalankan kewajibannya, membayar iuran sekolah meskipun anak-anak belajarnya di rumah. Jangan sampai ada keluhan. "Sekolah kagak, bayaran jalan terus."

Kembali belajar persiapkan mental orang tua dan anak agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan menyenangkan.

Mutia AH
Ruji, 03 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun