Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dongeng Sandikala

2 Desember 2020   09:40 Diperbarui: 2 Desember 2020   09:51 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jongjang acak icik
Nyolong kacang aja berisik
Sing berisik, tungkup

Indah menutup muka dengan kedua tangan, kemudian menghitung satu, dua, tiga, .... 

"Indaaah! Masuk sayang!  Udah Maghrib." Teriak Sumi dari dalam rumah. 

Namun indah seolah tak mendengar teriakan ibunya. Gadis kecil itu masih saja asyik bermain-main di halaman rumah. Padahal ia hanya sendiri. 

Setelah berteriak memanggil Indah, Sumi melangkah pergi ke kamar mandi untuk wudhu tanpa melihat ke halaman untuk memastikan keadaan Indah. 

"Indah!" Sambil membenarkan lengan bajunya Sumi kembali memanggil anaknya. Melihat seluruh penjuru ruang tamu. Kemudian bergegas ke luar mencari Indah di halaman. Melihat halaman dan ruang tamu kosong. Sumi bergegas ke kamarnya untuk Shalat. Ia pikir putrinya sudah pergi ke Masjid. Hal itu sudah kebiasaan putrinya.  Disuruh atau tidak, biasanya Indah akan berlari ke Masjid begitu Adzan berkumandang. 

Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa adzan Isya berkumandang. Sumi yang sedang tadarusan menghentikan bacaannya dan bergegas melaksanakan shalat Isya. 

Setelah selain shalat seperti biasa Sumi melipat mukena dan menyimpannya. Ia baru menyadari, mukena Indah masih terlipat rapi di tempatnya. Jantungnya seketika berdebat lebih kencang, rasa khawatir mulai menyelimuti hatinya. 

"Indah ke mana?"

Wiridan ba'da shalat selesai, tak lagi terdengar dari pengeras suara. Shalat Isya berjam'ah di Masjid sudah selesai. Jalanan terlihat sepi, tak ada seorang  pun yang lewat. Sumi berjalan mondar msndir di teras menunggu Indah, tetapi hati yang mulai gelisah tak mau sabar menunggu lagi. Ia bergegas ke Masjid untuk memeriksa. 

Lampu di dalam Masjid telah padam, hanya lampu luar yang menyala. Namun tak ada siapa pun di sana. 

Sumi semakin panik, keringat dingin mulai menitik di keningnya. Ia bergegas ke rumah teman-teman Indah yang biasa main dengannya. Sampai di rumah ke lima yang ia datangi, Sumi semakin panik dan khawatir. Air mata mulai jatuh bercucuran.

"Kamu kemana, Nak?" teriaknya. Di tengah jalan. Ia mulai kebingungan di seluruh gang telah ia susuri tetapi sosok Indah tak juga ditemukan. 

Tetangga mulai datang berkerumun saat tangisan Sumi meledak. Semua tetangga dan anak-anak di sekitaran gang ikut sibuk mencari Indah. 

"Indah ... Indah ... , Indah?!" 

Warga semakin ramai, dari. Mulut ke mulut berita hilangnya Indah semakin luas terdengar hingga satu komplek. Warga semakin  banyak yang datang untuk membantu mencari Indah. 

"Tadi Maghrib, Indah gak ke Masjid. Tadi aku samperin Indahnya gak mau, katanya lagi asyik main sama Susi," ucap Syifa gadis sebaya Indah polos. 

"Susi? Susi siapa?" Sumi melotot kaget. Mendengar penuturan Rani;, Sumi semakin panik. Warga yang berkumpul saling pandang tak mengerti. Tak ada nama Susi di komplek perumahan itu. Malam semakin  larut, tetapi indahBerbagai spekulasi mulai bermunculan. 

"Duuh jangan-jangan dibawa Wewe gombel," bisik salah satu warga. Membuat yang hadir begidik ketakutan. 

Sumi semakin histeris, berkali-kali ia berteriak-teriak memanggil nama Indah anaknya. Beberapa Ibu-ibu mencoba menenangkan dan menuntun Sumi masuk ke dalam rumah. 

Bagai menyambut Presiden, warga yang berkumpul membuka jalan ketika Yanto datang ke lokasi. 

Yanto adalah sosok yang dikenal warga sebagai manusia bermata empat karena bisa melihat mahluk tak kasat mata.
Yanto melihat ke lengannya, hawa aneh tersentuh. Bulu-bulu halus ditangannya terlihat berdiri. 

Sumi tergopoh-gopoh keluar dari rumah, saat ia mendengar kedatangan Yanto.

"Tolong Om, cariin anak saya Om!" ucap Sumi di sele-sela tangisnya. 

Tanpa kata Yanto kemudian berjalan mengitari halaman. Mulutnya komat-komit merapal do'a.  Orang-orang yang hadir hanya menyaksikan sambil menunggu. 

Tiba-tiba langkah Yanto,  berhenti. Tatap matanya tertuju pada kadang ayam di seberang jalan. 

"Mbak Sumi, kemarilah," panggilnya kemudian. 

Sumi mendekat ke arah Yanto. 

"Lihat," tangan kanan Yanto menunjuk ke Kandang ayam. 

"Astaghfirullah hal 'adziim!" Sumi terpekik. Begitupun yang hadir. 

Tumbuh indah meringkuk di pinggir kandang ayam. Ia tampak tertidur pulas Sumi di bantu warga membopong tubuh kecil itu. 

Setelah dibaringkan di sofa, Sumi menepuk-nepuk pipi Indah agar terbangun. "Indah,bangun, Sayang" Perlahan Indah membuka mata. 

"Indah, anak Ibu sayang," ucap Sumi sambil memeluk putrinya. Namun Indah nampak kebingungan, ia melihat orang-orang dengan tatapan kebingungan. Sinar matanya redup, wajahnya pucat, ia terlihat kelelahan. 

"Air minum!" Teriak Yanto. Salah satu warga tergopoh ke dapur dan kembali dengan cepat. Setelah menerima segelas air, Yanto tanpa khusuk berdoa. Beberapa saat kemudian ia menyerahkan air itu ke Sumi untuk diminumkan ke Indah.

"Bawa ke klinik aja, biar dirawat secara medis. Agar tenaganya kembali pulih," ucap Yanto memberi wejangan. 

"Iya, Om. Terima kasih banyak."

Tanpa banyak kata Sumi bergegas bangkit dan menggendong Indah, diantar salah satu tetangganya ke klinik terdekat. 

Sepeninggal Sumi, warga yang penasaran menginterogasi Yanto. 

"Kenapa itu Om?"

"Biasa, ada yang terganggu. Makanya Baik-baik ya Bocah," ucap Yanto ke gerombolan anak-anak.  "Kalau denger Adzan, mainnya udah dulu. Buruan masuk rumah, atau ke Masjid. Sudah waktunya shalat."

Tama 

"Iya Om!"
Serempak anak-anak menjawab, para orang tua di situ hanya mengangguk - angguk membenarkan. 

Tamat

Ruji, 2 Desember 2029

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun