Senada dengan garis senyum puisi ini. Ada penjiwaan dalam tulisan yang cukup dengan dibaca dalam batin, makna itu menyusup diam-diam menyentuh organ yang bersembunyi di balik tubuh ringkih ini.Â
Boleh jadi puisi Wildan hanya bercakap perihal lingkungan kecil di sekitarnya, tapi luas makna untuk mendayung ke muara seluas lautan. Ia diam-diam menjebak siapapun yang membacanya---seperti laba-laba yang menaruh jaringnya demi memangsa serangga malang.
Kau tak akan pernah menemukan batu mulia
Jika kau tak menggalinya
Kau tak akan pernah menemukan mutiara
Jika kau tak menyelaminya
Kau tak akan pernah menemukan makna aksara
Jika kau tak menghayatinya
(makna aksara)
Perlahan, tanpa tertatih. Sebagai pembaca puisi terkhusus karya-karya penyair yang lahir di negara tercinta, saya yakin Candra Malik atau barangkali Usman Arrumy memberi petuah melalui perantara angin yang membuat Wildan meyakini betul puisi-puisinya.Â
Ada sentuhan yang mencoba merangkak lewat jendela jiwa yang lembut. Meski terkadang berdampak pada koyak setelah rampung menjajal adrenalin yang 'menghanyutkan' ini. Sedap!