Ku akui, aku belum sedewasa itu. Ku rasa akan banyak hal problematik jika aku menganggapnya sebagai milikku.Â
Rangga adalah pemuda yang cerdas. Dia dapat menangkap maksudku dengan cepat. Dia berkata "Aku paham." saat aku memberinya jawaban di salah satu pertanyaannya.
Namun setelah itu dia berbalik bertanya kepadaku. "Tapi apakah kau merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan?" Tanyanya penuh rasa penasaran. Kulihat ada banyak bulir keringat bergantung di dahinya saat ia berhasil melontarkan pertanyaan itu.
Saat itu aku diam sejenak. Gelanyar rasa geli menyebar mulai dari perut hingga ke rongga dadaku. Ku rasa mungkin pipiku juga memerah.
Kemudian aku menjawab pertanyaannya dengan jawaban "Ya."
Aku masih ingat senyum kelegaan yang ada di wajahnya saat itu. Lalu dia berkata. "Terimakasih." Masih dengan senyuman yang kini berubah menjadi sumringah. Jujur saja, sikapnya membuatku salah tingkah.Â
Mata berbinar itu tidak akan aku lupakan. Dia kemudian kembali bertanya "Boleh aku tanya satu hal lagi?" Yang kemudian kujawab dengan anggukkan pelan.
"Apa kau keberatan jika aku akan sering mendekatimu?" Tanyanya lagi.
Aku hanya diam mengatur napas sebentar. Oh ayolah!! Tentu saja boleh!Â
Aku beri satu rahasia, jujur saja. Sebenarnya bukan dia yang jatuh cinta terlebih dahulu.Â
Tapi itu aku.