Mohon tunggu...
Mutia Fakhriani
Mutia Fakhriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Guru - Mahasiswa

Hi everyone! Enjoy my blog

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Potensi Ekstrak Daun Gamal (Gliricidia sepium) sebagai Pengendalian Tikus Alami

14 Desember 2021   13:36 Diperbarui: 14 Desember 2021   13:41 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanaman padi adalah tanaman penghasil karbohidrat bagi sebagian masyarakat dunia. Ini berarti, tanaman padi adalah tanaman yang sangat berperan bagi manusia. Selain itu, hampir 95% penduduknya mengonsumsi beras. Tak heran, banyak penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Setiap tahunnya para petani bisa memanen hasil tanaman mereka sebanyak dua kali. Bila cuaca sedang tidak bagus dan terdapat gangguan hama terutama hama tikus, para petani hanya bisa memanen maksimal satu kali setahun.

Baru-baru ini beberapa tempat di Indonesia diberitakan mengalami hasil panen padi yang menurun akibat serangan hama tikus, bahkan ada yang sampai gagal panen. Pusdatin Pertanian (2018 dalam Siregar dkk, 2020) mencatat bahwa tikus sawah adalah hama utama tanaman padi dengan tingkat serangan puso tertinggi. Luas serangan tikus sawah di Indonesia sendiri mencapai 66,087 ha/th dengan 1,852 ha diantaranya mengalami puso atau tidak mengeluarkan hasil alias gagal panen. Masalah tersebut tentu dapat berakibat fatal apabila dibiarkan, maka beberapa usaha pengendalian hama tikus pun sudah dilakukan. Namun kebanyakan usaha tersebut dapat mencemari lingkungan karena penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai racun tikus. Selain itu racun dari bahan kimia dapat meracuni predator tikus dan hewan lainnya termasuk dapat membahayakan kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengendali hama tikus dengan bahan ramah lingkungan. Salah satunya yaitu penggunaan metabolit sekunder yang bersifat toksik dan berpotensi sebagai pengendali hama tikus sawah dari tanaman Gliricidia sepium atau dikenal dengan tanaman gamal (Tariq et al., 2019). Maka pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai permasalahan hama tikus serta alternatif pengendaliannya menggunakan bioteknologi khususnya metabolit sekunder  tanaman gamal.

Tujuan dari penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

  1. mengidentifikasi senyawa dicoumural yang terdapat dalam ekstrak daun gamal

  2. metabolit sekunder tanaman Gliricidia sepium sebagai toksik alami penekan jumlah hama tikus pertanian;

  3. menemukan prosedur yang tepat bagaimana cara mengekstraksi, mengolah, dan menggunakan metabolit sekunder tanaman Gliricidia sepium untuk selanjutnya digunakan;

  4. mengidentifikasi dosis yang tepat dan efektif untuk diberikan pada hama tikus pertanian.

Bandicota bengalensis adalah tikus raksasa Asia Selatan yang ukuran tubuhnya bisa mencapai panjang 40 cm (termasuk ekor). Rambutnya berwarna coklat pucat kadang kehitaman. Hewan ini dianggap sebagai hama bagi lahan padi, sereal dan perkebunan di Sru Lanka (Aplin et.al., 2016). Untuk meminimalkan efek dari hama ini, digunakan salah satu tanaman yang dapat bertindak sebagai racun tikus yaitu Gliricidia sepium (Kumari & Kumar, 2020). Gliricidia sepium atau di Indonesia dikenal dengan tanaman gamal, merupakan tanaman polong-polongan yang termasuk ke dalam Famili Fabaceae. 

 Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Roland Bunch di Honduras, dengan menggunakan beberapa potongan kulit kayu Gliricidia sepium yang direbus dalam air dengan menambahankan sekitar 20 pound Jagung. Jagung itu kemudian dibuang ke ladang. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam waktu 1 atau 2 hari ia menemukan beberapa tikus yang mati di ladang hal tersebut terjadi karena racun yang terkandung dalam Gliricida sepium dapat menghancurkan kemampuan darah hewan untuk membeku (Barkelaar, 2011).

Pada beberapa negara, rodentisida terdiri atas tiga komponen, yaitu antikoagulen, antibiotik, dan vitamin D. Kombinasi antara antikoagulen dengan antibiotik dan/atau dengan vitamin D dianggap sangat efektif untuk dijadikan racun tikus. Namun komponen-komponen tersebut sangat beracun bagi tikus dan hewan lain yang memakannya, seperti kucing dan anjing, bahkan bagi manusia yang tidak sengaja terkena racun tikus ini (Seema, Ratnaparkhi., n.d.). Berbeda dari rodentisida yang lain, racun tikus yang dibuat dari ekstrak Gliricidia sepium yang telah difermentasi menghasilkan zat antinutrisi yang tidak membahayakan bagi hewan lainnya. 

Hasil analisis fitokimia air dari daun Gliricidia sepium menghasilkan senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, terpenoid, steroid, dan flavonoid, dengan kandungan flavonoid paling banyak (Lebang et al., 2016). Gliricidia sepium yang telah difermentasi menghasilkan senyawa berupa Dicoumerol, yakni suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi (Urgncia, 2017). Senyawa coumarin sendiri merupakan senyawa dari golongan flavonoid (Ii & Pustaka, 2002). Apabila kandungan dicoumerol melebihi 10 ppm, maka menyebabkan paralysis dan kematian (Besar & Veteriner, 2010). 

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif eksperimental. Terdapat 4 perlakuan pada penelitian ini. perlakuan dibedakan untuk dosis ekstrak daun gamal yang dicampurkan pada beras yang dijadikan makanan tikus. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sepuluh tikus (lima jantan dan lima betina) digunakan dalam semua percobaan ditimbang dan dikurung satu per satu di laboratorium selama 15 hari. Sub dewasa, betina hamil dan menyusui dikeluarkan dari percobaan.

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi

Hasil menunjukkan penggunaan gliricidia sepium sebagai pengendali hama tikus tidak secara langsung membunuh tikus. Namun, dari hasil penelitian tersebut penggunaan konsentrat Gliricidia sepium 0,5% dan 0,1% setelah 5 hari menunjukkan efek pada tikus yaitu gerak menjadi lebih lamban, terlihat lemah dan lesu.

Penggunaan metabolit sekunder Gliricidia sepium sebagai pengendali hama tikus sawah tidak bersifat racun untuk makhluk hidup lain, khususnya hewan ruminansia. Selain digunakan untuk melindungi tanaman padi, metabolit sekunder Gliricidia sepium juga dapat digunakan untuk melindungi biji-bijian hasil panen dan pakan ternak. Namun, ekstrak daun Gamal ini bukan racun instan sehingga dibutuhkan dosis berulang agar hewan target mengalami pendarahan fatal.

Tanaman gamal (Gliricidia sepium) merupakan tanaman polong- polongan yang mana bagian biji, daun dan kulit kayunya mengandung metabolit sekunder yang bersifat racun. Metabolit sekunder pada tanaman gamal termasuk golongan alkoid, terpenoid, steroid dan falvoid. Karena beberapa bagian tanaman gamal bersifat racun maka tanaman gamal ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengendalikan hama tikus yang sering menganggu tanaman padi dengan proses fermentasi sehingga dihasilkan ekstrak. Selain itu, penggunaan tanaman gamal tidak bersifat racun bagi hewan lainnya, terutama hewan ruminansia. 

Rekomendasi dari penulis adalah kajian dan penelitian lebih lanjut dibutuhkan, sehingga penggunaan tanaman gamal untuk mengontrol hama tikus padi tidak memerlukan dosis yang berulang. Hal tersebut akan memberi keuntungan bagi petani sehingga menghemat waktu dalam mengontrol hama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun