Mohon tunggu...
Mutia Dwi Anggraini
Mutia Dwi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta

Mahasiswa jurnalistik semester 4 yang sedang melatih kemampuan menulisnya menjadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Overthinking Usia 20an Akibat Sosial Media

4 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 4 Juli 2024   10:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Overthinking adalah kebiasaan memikirkan sesuatu hal secara berlebihan dan berulang-ulang. Fase overthinking akan kesulitan fokus dan terjebak dalam lingkaran pikiran yang sulit dihentikan. Oleh sebab itu, dapat menghambat penyelesaian masalah dan bukan untuk mencari solusi jalan keluar. 

Sederhananya, overthinking adalah bentuk kecemasan atau kekhawatiran dalam pikiran kita akan suatu hal yang belum terjadi. 

Memasuki usia peralihan remaja ke dewasa pada usia 20 tahun, pernahkah kamu mengalami overthinking? Pasti pernahkan overthinking tentang masa depan, harapan orang tua, cinta, karier, dan lain-lain. 

Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi. Sosial media berevolusi semakin hari, semakin nyaman digunakan.  Kehidupan kita saat ini bergantung pada sosial media. Pastinya diantara kita setidaknya memiliki satu akun media sosial,  bahkan lebih dari satu akun.

Menurut data Smarts Insight, pada April 2024 terdapat 5,04 miliar pengguna sosial media di seluruh dunia atau sekitar 62,6% dari populasi manusia di dunia. Indonesia berada di peringkat ke-3 pengguna sosial media terbanyak.

Keseharian kita saat ini dipenuhi dengan sosial media. Rasanya, sulit melepaskan handphone di tangan. Bahkan, di kamar mandi pun kita masih sibuk dengan handphone.

Membandingkan diri dengan orang lain (Social Comparison)

Social comparison adalah proses seseorang menilai hal-hal yang ada pada dirinya dengan orang lain. Menurut studi dari Mussweisler (2006) Social comparison itu otomatis terjadi.

Sosial media hanyalah berisi cuplikan kebahagian dari kehidupan seseorang. Kita mengira hidup orang lain hanya dikelilingi dengan kebahagiaan. Sedangkan, hidup kita berbeda tidak sebahagia itu. 

Ketika kita membuka sosial media, maka secara otomatis kita membandingkan diri kita dengan orang lain.

Melihat karier dan pencapaian orang lain yang sudah jauh lebih hebat dari kita. Terkadang sering membuat kita termenung, usia dia belum genap 20 tahun tapi kok bisa sudah memiliki usaha dan tabungan sekian ratus juta, misalnya.

Semakin sering menjelajahi sosial media, akan menjadikan kita semakin sering overthinking dengan rasa membandingkan diri dengan orang lain yang semakin kuat.

Dampaknya orang yang seperti ini, akan sering berbohong, menyalahkan orang lain, dan tidak puas dengan kehidupannya.

Social comparison tidak dapat dihindari. Namun, Kita dapat meminimalisasi  Social comparison ini. Dengan cara:

1. Mengetahui diri sendiri.

Memiliki tujuan dalam hidup adalah bagian dari kewajiban. Mengenali secara mendalan diri sendiri, yakin terhadap diri sendiri akan sukses. 

2. Mengetahui emosi 

Mengenal emosi yang dimiliki diri. Ketika sedang down, seseorang akan berpikir negatif. Rentan membandingkan dirinya dengan orang lain.

3. Sosial media adalah panggung

Ingat bahwa setiap orang memiliki waktu mereka masing-masing. Fokuslah untuk mengembangkan diri sendiri.

Kisah pahit orang lain

Kisah kehidupan orang lain yang diunggah pada sosial media banyak diantara kisah pahit.

Seperti misalnya, mahasiswa lulusan perguruan tinggi yang tidak mendapatkan pekerjaan sesuai harapan, atau bertahun-tahun pacaran ketika menikah hanya sekian bulan, dan sebagainya.

Melihat peristiwa ini membuat kita khawatir. Kekhawatiran timbul, mengambil sisi buruknya. Bagaimana jika hidup kita akan berjalan sepahit itu? 

Jika kekhawatiran ini tidak segera diatasi, hal itu bisa membuat kita ragu dalam mengambil keputusan hidup yang besar. Dapat berdampak salah mengambil keputusan yang baik.

Kembali lagi mengenali diri, fokus dengan apa tujuan kita kedepan. Menyadari bahwa berlebihan memikirkan hal yang belum terjadi malah membuat kita terjebak. 

Menjadikan kisah buruk orang lain menjadi pelajaran hidup kita. Namun, harus tetap yakin terhadap diri sendiri. 

Dapat kita simpulkan bahwa memikirkan masa depan terkadang kita perlukan. Namun, jika berlebihan menjadi overthinking malah membuat diri kita sulit menemukan solusi. Kita harus sadar dan bisa mengontrol diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun