Dengan kata lain, Hamka mendorong umat Islam untuk selalu mengutamakan keadilan dan kebenaran, tidak hanya dalam menyebarkan informasi, tetapi juga dalam meresponsnya. Ini adalah ajakan untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang cerdas dan bijak dalam menerima dan menyebarkan berita.
C. Analisis PenulisÂ
Berdasarkan pembahasan yang ada, prinsip tabayyun atau klarifikasi dalam menerima informasi menjadi sangat penting, baik menurut Ibnu Katsir maupun Hamka, terutama di zaman modern yang penuh dengan arus informasi yang cepat dan sering kali tidak terverifikasi kebenarannya. Ibnu Katsir mengingatkan umat Islam untuk tidak terburu-buru menerima atau menyebarkan berita tanpa terlebih dahulu memastikan kebenarannya, karena hal itu dapat menimbulkan madlarat (kerugian) baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Dalam hal ini, informasi yang tidak jelas kebenarannya seperti gosip, isu, atau fitnah dapat merusak keharmonisan sosial dan memecah belah umat. Hal serupa juga ditekankan oleh Hamka, yang dalam Tafsir Al-Azhar-nya mengingatkan bahwa di era digital ini banyak berita yang tersebar tanpa dasar yang jelas, sering kali dibuat-buat atau dibesar-besarkan untuk tujuan tertentu, dan dapat dengan cepat menghebohkan masyarakat. Oleh karena itu, umat Islam diajak untuk tidak merespon secara emosional atau ikut-ikutan berkomentar tentang isu-isu yang belum terverifikasi kebenarannya. Jika informasi yang salah disebarkan tanpa tabayyun, maka dampaknya bisa jauh lebih besar, yakni memperburuk situasi dan merusak hubungan sosial. Prinsip ini juga berkaitan erat dengan tanggung jawab sosial: setiap individu harus memastikan bahwa informasi yang diterima dan disebarkan adalah informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.Â
Di zaman di mana media sosial memegang peranan besar dalam menyebarkan berita, sikap hati-hati dan selektif dalam menerima informasi menjadi kunci untuk menjaga kedamaian dan keadilan sosial. Dengan mengedepankan tabayyun, kita tidak hanya menjaga integritas pribadi, tetapi juga ikut menjaga keharmonisan dalam masyarakat, sehingga informasi yang benar dan bermanfaatlah yang akan tersebar, bukan kebohongan atau fitnah.
KESIMPULAN
Secara umum, membedakan fakta dan opini merupakan keterampilan penting dalam critical thinking di era digital, di mana informasi tersebar begitu cepat dan luas. Dari perspektif Surah Al-Hujurat ayat 6, kita diajarkan untuk selalu berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, terlebih jika informasi tersebut datang dari sumber yang meragukan. Ayat ini menekankan pentingnya tabayyun (klarifikasi) sebelum mengambil kesimpulan atau menyebarkan berita, untuk memastikan bahwa informasi yang diterima adalah fakta, bukan sekadar opini atau bahkan fitnah|. Dalam era digital, di mana perbedaan antara fakta dan opini sering kabur, prinsip ini mengingatkan kita untuk menggunakan critical thinking untuk memverifikasi kebenaran informasi, agar kita tidak terjebak dalam penyebaran hoaks atau persepsi yang salah. Dengan demikian, Surah Al-Hujurat ayat 6 mengajarkan pentingnya kecermatan dan kebijaksanaan dalam menilai dan merespons informasi yang kita terima di dunia digital saat ini.
REFERENSIÂ
Hamka, Tafsir Al- Azhar Jilid 13, 2003. Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD Singapura.
Isma'il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Imam Abul Fida. 2000. Tafsir Ibnu Kasir Juz 9, Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. (2024). https://kbbi.web.id/kritis-2
Sandi, Anadita Veria & Nurlaela, Andi. 2021. Critical Thinking Di Era Digital Menurut Perspektif Hadis, Gunung Djati Conference Series, Volume 4, Proceedings The 1st Conference on Ushuluddin