Mohon tunggu...
Wahyu Mutia Nandika
Wahyu Mutia Nandika Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penerapan UU Hak Cipta di Dunia Maya: Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Tindak Pidana Digital

9 Desember 2024   23:27 Diperbarui: 9 Desember 2024   23:27 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama : Wahyu Mutia Nandika

NIM : 222111075

Kelas : 7G

Email : wahyumutian@gmail.com

Abstract

This study discusses legal protection for copyright, focusing on digital content piracy offenses in Indonesia. Legal protection against digital crimes has become increasingly important as the rapid development of information and communication technologies creates new opportunities for various cybercrimes. Digital crimes, such as hacking, cyber fraud, distribution of illegal content, and copyright violations, present unique challenges in law enforcement due to their transnational nature and rapid evolution. Therefore, existing laws must be able to accommodate the dynamics of digital crimes. Intellectual property rights (IPR) play a crucial role in protecting original works from unauthorized claims or recognition. This research adopts a qualitative descriptive approach, collecting data from various sources. This article discusses regulations and the role of the Copyright Law in protecting copyright from the threat of cybercrime, evaluating its effectiveness, and state strategies in protecting intellectual property. The study provides a comprehensive understanding of copyright protection in the digital age, highlighting both successes and challenges in addressing cybercrimes related to copyright.

Keywords: Legal protection, digital crime, UU ITE, law enforcement, cybercrime

Abstrak

Penelitian ini membahas perlindungan hukum terhadap hak cipta dengan fokus pada tindak pidana pembajakan konten digital di Indonesia. Perlindungan hukum terhadap tindak pidana digital semakin penting seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang membuka peluang baru untuk terjadinya berbagai tindak pidana di dunia maya. Tindak pidana digital, seperti peretasan, penipuan siber, penyebaran konten ilegal, dan pelanggaran hak cipta, memiliki tantangan tersendiri dalam hal penegakan hukum karena sifatnya yang lintas batas dan cepat berkembang. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang ada harus mampu mengakomodasi dinamika kejahatan digital ini. Hak atas kekayaan intelektual (HKI) menjadi penting untuk melindungi karya orisinal dari klaim atau pengakuan yang tidak sah. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber. Artikel ini membahas regulasi dan peran UU Hak Cipta dalam melindungi hak cipta dari ancaman kejahatan siber, evaluasi efektivitasnya, dan strategi negara dalam melindungi kekayaan intelektual. Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang perlindungan hak cipta di era digital, menyoroti keberhasilan dan tantangan dalam menanggulangi kejahatan siber terkait hak cipta.

Kata Kunci: Perlindungan hukum, tindak pidana digital, UU ITE, penegakan hukum, kejahatan siber

Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menimbulkan perubahan sosial yang berlangsung demikian cepat dan signifikan. Keberadaan teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi informasi bermanfaat sebagai sarana kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan. Namun, di sisi lain, teknologi informasi dapat menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Pada era globalisasi dan teknologi informasi yang pesat, fenomena pelanggaran hak cipta dan pembajakan semakin menjadi isu yang mendalam. Kekayaan intelektual, khususnya hak cipta, menjadi aset berharga yang rentan terhadap pelanggaran, mengingat mudahnya akses dan distribusi konten digital. Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta merupakan tantangan yang kompleks di tengah dinamika perubahan teknologi dan pola perilaku konsumen.

Di era digital saat ini yang penuh paradoks, hukum hak cipta menghadapi tantangan yang sangat kompleks dan sulit. Meskipun hak cipta pada dasarnya dimaksudkan untuk memberi penghargaan dan mendorong para penemu kreatif, hak cipta juga harus dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Merancang undang-undang yang tepat akan membantu melindungi hak cipta di era digital dan memerlukan pemahaman mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi lingkungan ini.

Pada penulisan ini penulis akan membahas bagaimana peran Undang-Undang Hak Cipta dalam melindungi hak atas kekayaan intelektual dari ancaman kejahatan siber, dan sejauh mana efektivitasnya dalam menjaga keberlanjutan hak tersebut di era digital serta strategi yang diberikan negara dalam memberikan perlindungan terhadap kekayaan intelektual dari ancaman kejahatan siber.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan penelitian kepustakaan. Peneliti menggunakan analisis deskriptif untuk mengumpulkan, menyusun, dan merangkum informasi yang terkandung dalam literatur ilmiah yang relevan untuk mengkaji lebih dalam tentang penerapan UU Hak Cipta di dunia maya untuk memberikan perlindungan hak kekayaan intelektual dari tindak pidana digital.

Pembahasan

Tindak Pidana Digital yang Berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual

Di dunia maya, berbagai jenis tindak pidana digital yang merugikan pemilik hak cipta atau HKI lainnya terus berkembang. Beberapa di antaranya adalah:

1. Pembajakan Konten Digital, seperti musik, film, perangkat lunak, dan buku elektronik (e-book), merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak cipta yang sangat merugikan industri kreatif dan pemilik karya. Di Indonesia, pembajakan sering dilakukan melalui situs atau platform berbasis web yang menyediakan salinan ilegal dari karya cipta.

2. Penyebaran Perangkat Lunak Bajakan, banyak pengguna yang mengunduh dan mendistribusikan perangkat lunak (software) secara ilegal, yang melanggar hak cipta pengembang perangkat lunak tersebut. Tindakan ini tidak hanya merugikan pengembang tetapi juga berisiko bagi pengguna, karena perangkat lunak bajakan seringkali mengandung virus atau malware.

3. Pelanggaran Merek Dagang dan Paten, selain hak cipta, pelanggaran terhadap merek dagang dan paten juga dapat terjadi di dunia maya, terutama di platform e-commerce atau media sosial. Penyalahgunaan merek dagang yang terdaftar tanpa izin dapat membingungkan konsumen dan merugikan pemilik merek.

Peniruan Karya Intelektual, peniruan atau plagiarisme dalam bentuk digital, baik itu karya tulis, desain grafis, ataupun foto, juga merupakan bentuk pelanggaran HKI yang sering ditemukan di dunia maya. Pelanggaran ini semakin mudah dilakukan dan sulit untuk dideteksi secara otomatis.

Regulasi Perlindungan HKI Dalam Dunia Maya

Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap HKI di dunia maya, Indonesia telah mengadopsi beberapa regulasi yang berfokus pada pengaturan transaksi elektronik dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual. Beberapa regulasi penting yang mengatur hal ini antara lain:

1. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): UU ITE, yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 dan kemudian diperbaharui dengan UU No. 19 Tahun 2016, menjadi landasan utama dalam mengatur transaksi elektronik di Indonesia. UU ITE mengatur berbagai tindak pidana yang terkait dengan penyalahgunaan informasi elektronik, termasuk penyebaran konten ilegal, pembajakan perangkat lunak, dan pelanggaran hak cipta. Pasal-pasal dalam UU ITE mengatur tindak pidana yang melibatkan pencurian atau penyalahgunaan informasi digital, yang secara langsung terkait dengan pelanggaran HKI.

2. Undang-Undang Hak Cipta: UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum terhadap karya-karya kreatif yang dihasilkan oleh individu atau badan hukum. Perlindungan ini mencakup hak eksklusif untuk menggandakan, mendistribusikan, dan mengubah karya cipta. Dalam konteks digital, undang-undang ini mengatur mengenai penyebaran dan distribusi karya cipta melalui media elektronik, baik itu di situs web, aplikasi, maupun platform digital lainnya.

3. Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis: UU No. 20 Tahun 2016 memberikan perlindungan terhadap merek dagang dan indikasi geografis, termasuk pengaturan penggunaan merek dagang di dunia maya. Setiap penggunaan merek tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata.

4. Undang-Undang Paten: UU No. 13 Tahun 2016 mengatur paten dan perlindungannya, termasuk di ruang digital. Meskipun secara langsung tidak berfokus pada ruang maya, namun pelanggaran paten terkait dengan produk atau teknologi yang dipasarkan melalui internet juga dapat dijerat dengan undang-undang ini.

Keterkaitan Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Hak cipta merupakan hak privat yang dapat dipindah tangankan, disewakan, atau diwariskan, sesuai dengan kehendak pencipta atau pemilik. Hak cipta juga merupakan hak moral yang tidak dapat dihilangkan, yang memberikan pencipta atau pemilik hak untuk mengklaim, mengubah, atau menarik kembali karya intelektualnya. Dengan demikian hak cipta memberikan insentif dan penghargaan kepada pencipta atau pemilik atas karya intelektualnya. Menjamin keadilan dan keseimbangan, karena hak cipta melindungi hak dan kepentingan pencipta atau pemilik, sekaligus menghormati hak dan kepentingan pengguna, masyarakat, dan negara, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, karena hak cipta memberikan manfaat ekonomi kepada pencipta atau pemilik, serta meningkatkan kontribusi dan pertumbuhan sektor kreatif bagi perekonomian nasional dan global.

Ketentuan Pasal 1 Ayat (1) UU Hak Cipta, hak eksklusif pencipta timbul dengan sendirinya, berdasarkan asas deklarasi, setelah ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk fisik, tanpa mengurangi batasan-batasan hukum. peraturan. Berdasarkan ketentuan di atas, hak cipta dapat diartikan sebagai hak eksklusif untuk menyalin atau mempublikasikan suatu ciptaan milik pencipta atau pemilik lain dari ciptaan tersebut, pelaksanaan hak cipta dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di Indonesia, regulasi hak cipta diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hukum tersebut mengadopsi prinsip deklaratif, yang menyiratkan bahwa hak cipta muncul secara otomatis setelah suatu karya diciptakan dalam bentuk konkret, tanpa keharusan melakukan registrasi atau prosedur resmi lainnya. Walaupun begitu, pendaftaran hak cipta dapat dilakukan secara sukarela untuk memperkuat bukti kepemilikan hak tersebut.

Hukuman Pidana dalam Kasus Pembajakan

Melanggar hak cipta memiliki dampak yang signifikan, baik secara materiil maupun imateriil. Dari segi materiil, pelanggaran hak cipta dapat merugikan pemilik hak cipta secara ekonomi, terutama jika hak-hak yang dilanggar bersifat komersial seperti barang jualan, software, atau film. Selain itu, pelanggaran hak cipta juga dapat berdampak pada keberlanjutan ekonomi pemilik hak cipta. Dari segi imateriil, pelanggaran hak cipta dapat merugikan pemilik hak cipta secara emosional dan psikologis karena karya yang dihasilkan dengan susah payah tidak dihargai atau diakui secara layak.

Selain itu, pelanggaran hak cipta juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius. Dalam konteks hukuman pidana, pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sanksi pidana ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hak cipta dan melindungi hak cipta yang sah. Pelanggaran hak cipta merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang dapat dikenai sanksi pidana penjara dan/atau denda. Hukuman pidana dalam kasus pembajakan, khususnya terkait pelanggaran hak cipta, diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut menjelaskan ketentuan pidana, di antaranya Pasal 112. Sanksi pidana terhadap pelanggaran hak cipta termasuk hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar rupiah bagi pelaku yang dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan.

Selain sanksi pidana, UUHC juga memberikan ketentuan mengenai tuntutan ganti rugi bagi pemegang hak cipta yang mengalami kerugian akibat pelanggaran hak cipta. Pemegang hak cipta dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pelaku pembajakan untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang telah dialami. Pelanggaran hak cipta juga dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk pelaku yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta. Sanksi pidana ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hak cipta dan melindungi hak cipta yang sah.  

Kesimpulan

Penerapan Undang-Undang Hak Cipta di era digital merupakan langkah krusial dalam melindungi karya intelektual dari pelanggaran di dunia maya. Perkembangan teknologi informasi telah membawa tantangan baru terkait dengan tindak pidana digital, seperti pembajakan dan distribusi ilegal karya. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas serta upaya edukasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hak cipta. Kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, penyedia layanan digital, dan masyarakat, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan menghargai hak cipta. Penelitian ini menekankan perlunya strategi komprehensif dalam penegakan hukum untuk mengatasi isu-isu yang berkaitan dengan hak cipta di dunia maya.

Daftar Pustaka

Handke. (2007). Economics of Copyright Collecting Societies. International Review Of Intellectual.

Indah Meisyana Suci, A. H. (2023). PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI ERA DIGITAL MELALUI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE).

Karina, B. &. (2012). Pengantar Psikologi. Jakarta: Addar Press.

Mardikaningsih, D. (t.thn.). An Integrative Conceptualization For Copyright.

Meriza Elpha Darni, C. D. (2023). Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Era Digital. JERUMI: Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary.

Rahayu Mardikaningsih, S. N. (2024). Perlindungan Hak Cipta: Perspektif Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembajakan. Jurnal Begawan Hukum.

Ramli, A. M. (2004). Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Rizka Jadida Annisa, D. S. (2023). HAK CIPTA DAN PERLINDUNGAN KREATIVITAS DALAM ERA DIGITAL: TANTANGAN DAN PELUANG DALAM HUKUM.

Sulistio, A. (2019). Hak Cipta dan Perlindungan Kreativitas dalam Industri Musik Digital. Salemba Humanika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun