Mohon tunggu...
Muthi Mozla
Muthi Mozla Mohon Tunggu... Penulis - Author || Coffee lovers

Penikmat sastra dan seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Baju Baru Riana

1 Mei 2021   06:52 Diperbarui: 1 Mei 2021   22:55 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riana berlari-lari kecil sambil bersenandung. Sesekali kaki mungilnya iseng menendang kerikil yang berserakan di sepanjang trotoar. Beberapa meter lagi toko yang ditujunya mulai terlihat. Plang besar berlabel nama toko itu telah nampak di kejauhan. Senyum sumringah makin melebar menghiasi Wajah Riana yanh banjir peluh. Gambaran nenek dan dirinya mengenakan pakaian baru makin tertera jelas dalam hayalannya. Gadis cilik itu sungguh sangat terlihat bahagia. 

Namun tiba-tiba tubuhnya terpental hingga beberapa meter ke depan. Sebuah mobil yang dikendarai dengan kecepatan tinggi dari arah belakang melesat mendorong tubuh mungil Riana. Orang-orang segera berhamburan menghampiri. Tubuh gadis cilik yang berlumuran darah itu segera digotong dan dilarikan ke rumah  sakit terdekat.

Sementara di tempat lain, di sebuah rumah kardus nan mungil, wanita renta yang sibuk mengatur batuk yang menyiksanya, tengah menanti gadis kecil kesayangannya pulang dari mengamen. Namun hingga malam tiba gadis itu tak muncul jua. Kekuatiran tergambar jelas di raut wajahnya  yang mengeriput. Sore tadi ia sempat merasakan getaran hebat mengguncang dadanya dan membuatnya sesak. Ada rasa sedih yang begitu mendalam entah sebab apa. Malam ini sepertinya ia akan segera tahu penyebabnya.

###

Ketika gema takbir membahana, segundukan tanah pemakaman masih terlihat basah. Di atasnya tertancap nisan yang terbuat dari kayu bertuliskan nama seorang gadis cilik yang rela mengorbankan masa depannya demi perempuan renta yang begitu menyanyanginya selama hidup.

Riana binti Ibrahim. Lahir sebelas tahun lalu dari rahim perempuan yang entah dimana keberadaannya kini. Gadis cilik itu pasti sudah bersama para bidadari di surga. Bercengkerama dan bersenda gurau sambil menunggu masa dimana neneknya akan bersamanya nanti. Tidak ada lagi kepedihan. Tidak akan ada lagi kesakitan yang mengguncang dada. Wadah kotak terbuat dari anyaman bambu yang tak sempat ia belanjakan isinya itu tidak lagi diperlukan. Ia sudah mendapatkan baju baru yang jauh lebih indah dari baju impiannya. Bajunya kekal dan tak akan usang. Karena terbuat dari kain kafan yang putih seputih hatinya yang tulus.

Perempuan renta di hadapan pusara itu menaburi bunga dan air mawar di atas makam cucunya. Ia ciumi nisan yang tertancap di atasnya. Tangan rentanya menghapus air mata yang terus mengalir seakan enggan berhenti membanjiri pipi tirusnya. Cucu kesayangannya itu telah pergi dengan tenang. Selamat jalan, Sayang. Suaranya terdengar begitu lirih dan pedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun